Herpin Dewanto dan Yulvianus Harjono dari Moskwa, Rusia
·4 menit baca
Kemenangan gemilang Rusia atas Spanyol pada perdelapan final disambut euforia para pendukung tuan rumah. Kemenangan itu menumbuhkan optimisme dan menyatukan warga.
Sebelum Piala Dunia 2018 bergulir, dua pekan lalu, striker Artem Dzyuba berkata, timnya ingin membuat semua warga Rusia bangga dan bergembira. Sambil mengalungkan bendera Rusia, ia berjanji, timnya bakal berjuang hingga titik darah penghabisan untuk menyatukan Rusia. Perkataannya itu menjadi realitas, Minggu (1/7/2018) malam.
Jutaan warga Rusia di berbagai kota, tidak peduli etnik dan asal-usulnya, larut dalam euforia kegembiraan yang sulit digambarkan dengan kata-kata setelah menyingkirkan Spanyol pada babak 16 besar Piala Dunia 2018. Kegembiraan itu diekspresikan dengan teriakan histeris, nyanyian membahana, dan bendera putih-biru-merah yang bertebaran di berbagai sudut kota Moskwa, ibu kota Rusia.
Suara klakson mobil terdengar bersahut-sahutan di perempatan jalan Lomonosovskiy Prospekt dan Prospekt Vernadskogo di wilayah selatan Moskwa. Salah satu mobil yang ”berisik” itu lalu berjalan melambat. Dua penumpangnya mendadak menyembulkan diri dari jendela belakang. ”Ros-siya (Rusia) Ros-siya (Rusia)!” teriak kedua penumpang itu seraya melambai-lambaikan bendera Rusia.
Sekelompok suporter Rusia, yang tengah berkumpul seraya menenggak bir di tepi perempatan jalan itu, membalas teriakan itu dengan suara tak kalah kencang. Tidak lama berselang, iringan-iringan mobil polisi dan bus timnas Spanyol melintas di perempatan jalan itu. Namun, tidak ada suara mengelu-elukan bagi ”La Furia Roja”. Lagi-lagi, yang terdengar hanyalah teriakan Ros-siya, Ros-siya! seiring laju bus itu meninggalkan Moskwa.
Stasiun metro
Euforia perayaan pendukung Rusia itu tidak hanya terlihat di permukaan, tetapi juga di stasiun-stasiun metro alias kereta bawah tanah di kota itu. Hampir di tiap stasiun metro yang dilewati Kompas, mulai dari Stasiun Kazansky di jantung kota hingga ke kawasan pinggiran selatan Moskwa, yaitu Prospekt Vernadskogo, suara teriakan Ros-siya, Ros-siya, membahana.
Jalanan di permukaan dan stasiun bawah tanah di Moskwa dibanjiri warna putih-biru-merah berupa syal, kostum, ataupun bendera yang kompak dikenakan warga kota itu.
Warga Rusia yang dulu identik dengan stereotip ”dingin” dan irit senyum kemarin menunjukkan kepribadian yang kontras. Mereka menjadi lebih murah senyum dan tak segan menyambut salam ”tos” dari orang-orang asing yang ikut meneriakkan kata Ros-siya.
”Keramahan” itu seperti diperlihatkan sepasang laki-laki dan perempuan paruh baya di dalam bus dalam kota nomor 28 di Moskwa yang melaju dari Stadion Luzhniki. Sang perempuan memekikkan Ros-siya kepada penumpang lain.
Sebelumnya, ada beberapa fans Rusia yang menari-nari dan bernyanyi di dalam bus. Biasanya, bus-bus ini melaju dalam keheningan dan semua orang di dalamnya sibuk dengan pikirannya sendiri.
Red Square, kawasan di jantung kota Moskwa, yang biasanya bernuansa merah menyala, malam itu berubah menjadi putih-biru-merah. Ribuan pendukung Rusia berkumpul untuk berpesta merayakan keberhasilan Rusia melaju ke perempat final Piala Dunia untuk kali pertama sejak 1970 di Meksiko. Saat itu, Rusia masih berupa negara komunis, Uni Soviet, dan tengah dilanda Perang Dingin.
Optimisme
”Kami akan berpesta malam ini hingga malam berikutnya. Ini hasil yang sangat luar biasa. Kami mengalahkan juara dunia. Kami kini tidak lagi gentar dengan siapa saja. Kami akan menjadi juara dunia,” tutur Alina Krjukova, salah seorang fans Rusia, yang larut dalam euforia.
Sebelum Piala Dunia ini digelar, dua pekan lalu, perkataan Alina ini akan terdengar ”gila”. Saat itu, hanya kernyitan dahi atau kalimat pesimistis yang muncul dari warga Rusia jika ditanya soal peluang tim ”Sbornaya” pada turnamen akbar itu.
Rusia tampil pada Piala Dunia 2018 sebagai tim paling buncit, yaitu peringkat ke-70 dunia. Mereka bahkan sempat dilabeli generasi terburuk oleh The Moscow Times. Namun, kemenangan atas Spanyol telah menumbuhkan rasa percaya diri skuad Sbornaya dan suporter mereka.
”Baiklah, kami sudah mengalahkan Spanyol, rasanya kami masih bisa mengalahkan Kroasia (di babak perempat final),” kata Dmitrii Aleksandrovich, fans Rusia yang menari-nari bersama teman-temannya di tribune penonton Stadion Luzhniki setelah kemenangan itu.
Mereka telah mematahkan pesimisme. Tidak ada tim lainnya di dalam sejarah Piala Dunia yang mampu menembus perempat final dari posisi terbuncit itu.
”Apakah mereka kini bisa dibilang generasi terbaik Rusia? Jujur saja, tidak. Namun, mereka mampu menunjukkan semangat terbaik sepanjang masa. Mereka kini sungguh menjadi tim yang berbeda,” ungkap Alex, suporter Rusia lainnya.