Senyum Starostin Di Spartak
Stadion Spartak di kota Moskwa menyimpan cerita menarik tentang sejarah dan semangat sebuah klub elite Rusia. Di stadion megah itu, warisan para pendiri klub pun dikekalkan.
Jika melihat ke salah satu sisi gawang di Stadion Spartak, Moskwa, Rusia, akan terlihat empat patung manusia berukuran seperti aslinya. Itulah monumen untuk menghormati Starostin bersaudara, yaitu Nikolai, Aleksandr, Andrey, dan Pyotr, empat sosok yang melahirkan klub Spartak Moskwa dan spirit sepak bola Rusia.
Sosok mereka digambarkan seolah sedang bersama-sama menonton laga yang berlangsung di lapangan. Dua patung sedang duduk di atas sebuah bangku dan dua patung lainnya berdiri. Empat bersaudara itu digambarkan tengah bersantai.
Penempatan patung di sekitar titik tendangan pojok dan tiang gawang membuat Stadion Spartak menjadi unik. Tentu saja patung ini tidak akan mengganggu laga karena letaknya masih beberapa meter di belakang gawang dan berdekatan dengan area para fotografer mengambil gambar.
Justru dengan meletakkan patung itu di dekat lapangan pada Agustus 2014, Spartak merasa selalu lebih dekat dengan sosok yang melahirkan mereka. Para pemain ingin merasakan kebanggaan dan motivasi ketika Starostin bersaudara itu seolah-olah masih menyaksikan penampilan mereka saat tampil di kandang.
Starostin bersaudara memang sudah tiada. Aleksandr meninggal pada tahun 1981, lalu disusul Andrey pada 1987, Pyotr pada 1993, dan si sulung Nikolai pada 1996. Namun, jasa mereka dalam membesarkan sepak bola di Rusia sangat besar sehingga tak hanya Spartak yang mengenangnya, tetapi juga Rusia. Patung Nikolai juga bisa ditemui di Stadion Luzhniki, masih di Moskwa.
Menurut Simon Kuper dalam bukunya, Football Against Enemy, Starostin bersaudara adalah orang-orang yang gigih dan berani mengadakan pemberontakan melalui sepak bola. Nikolai dan adik-adiknya mendirikan klub Spartak pada 1922.
Pada waktu itu, ketika Rusia masih bernama Uni Soviet, sepak bola di Moskwa berada dalam genggaman pihak-pihak yang berkuasa melalui klub-klub yang sudah ada saat itu. Tentara memiliki CSKA Moskwa, KGB (badan intelijen Uni Soviet) memiliki Dynamo Moskwa, perusahaan kereta api memiliki Lokomotiv Moskwa, dan perusahaan otomotif memiliki Torpedo Moskwa.
Inspirasi Spartacus
Oleh karena itu, ketika mendirikan sebuah klub, Nikolai dianggap terlalu berani karena dia hanyalah warga sipil. Tak mengherankan jika nama Spartacus, seorang budak yang berani melawan Romawi dengan menjadi gladiator, menjadi inspirasi untuk menamai klub. Di depan stadion, patung Spartacus setinggi 24,5 meter juga menjulang gagah.
Meski didirikan oleh warga sipil tanpa dukungan dari orang-orang yang berkuasa, Spartak ternyata cukup sukses dan bisa meraih gelar juara Piala Soviet pada 1938 dan 1939. Prestasi itu cukup meresahkan Lavrenty Pavlovich Beria yang menangani Dynamo. Maka, cara kasar pun ditempuh untuk menghentikan Spartak.
Pada tahun 1942, Nikolai ditangkap dan diinterogasi karena dituduh berencana membunuh pemimpin Uni Soviet, Josef Stalin. Meski bukti-bukti sangat minim, Nikolai tetap ditahan dan diasingkan.
Jalan yang ditempuh Spartak di tengah situasi Perang Dingin itu pun sangat terjal. Mereka tidak pernah punya ”rumah” hingga akhirnya bisa membangun Stadion Spartak di Distrik Tushino pada 2010. Stadion berkapasitas 45.000 penonton itu mulai bisa digunakan pada 2014.
Nama asli stadion ini adalah Otkritie Arena, tetapi menjadi Stadion Spartak selama Piala Dunia 2018. Laga Kolombia kontra Inggris pada Rabu (4/7/2018) dini hari WIB menjadi laga Piala Dunia terakhir di stadion itu.
Stadion itu juga memiliki sebuah museum yang berisi koleksi benda-benda yang menjadi saksi sejarah perjalanan klub. Selama Piala Dunia 2018, tur ke stadion dan museum itu ditutup.
”Semua pemain baru yang telah menandatangani kontrak dengan Spartak tidak diajak ke hotel atau tempat mewah untuk merayakannya, tetapi diajak ke museum,” kata Aleksei Kovalev, jurnalis asal Moskwa yang juga pendukung berat Spartak. Di museum itu, pemain baru dikenalkan dengan sejarah klub supaya menjiwai semangat para pendiri klub.
Kini, Spartak menjadi salah satu klub yang disegani di Rusia. Mereka mengantongi 22 gelar juara Liga Rusia dan 13 gelar juara Piala Rusia, tetapi belum pernah meraih gelar juara di kompetisi Eropa.
Spartak pun telah melahirkan sosok-sosok penting bagi sepak bola Rusia. Salah satunya adalah Stanislav Cherchesov yang kini menjadi pelatih tim nasional Rusia. Cherchesov merupakan mantan kiper Spartak yang pensiun pada tahun 2002.
Timnas Rusia
Melalui racikan taktik Cherchesov, skuad ”Sbornaya” bisa melaju hingga perempat final Piala Dunia 2018 setelah menyingkirkan Spanyol. Ini merupakan pencapaian tertinggi Rusia sejak era Uni Soviet berakhir.
Uniknya, Cherchesov pernah bertarung melawan pelatih timnas Spanyol, Fernando Hierro, pada perempat final Piala Champions 1990-1991. Hierro, yang saat itu bermain untuk Real Madrid, menelan kekalahan 1-3 dari Spartak pada laga kedua perempat final. Cherchesov pun kembali menjadi mimpi buruk bagi Hierro pada pertemuan mereka sebagai pelatih.
Sama seperti Spartak, skuad Sbornaya tahun ini memperlihatkan betapa pihak yang lemah mampu menggulingkan lawan yang memiliki kekuatan lebih besar. Berdasarkan peringkat dunia FIFA, Rusia berada di posisi ke-70 dan Spanyol di posisi ke-10. Tentu, Starostin bersaudara sedang tersenyum di Stadion Spartak.