KAZAN, KOMPAS Brasil sempat digadang-gadang sebagai tim favorit jaura Piala Dunia 2018, terutama setelah tersingkirnya barisan raksasa seperti Jerman, Argentina, Spanyol, dan Portugal. Kepercayaan diri tinggi itu kian ditunjukkan oleh pernyataan jemawa Pelatih Brasil Tite. Sehari sebelum laga perempat final melawan Belgia, ia berkata, timnya memiliki mentalitas kuat.
Kepercayaan diri tinggi itu ditunjukkan oleh pilihan pemain yang diturunkan Tite pada laga itu. Tidak ada kejutan dari line up pemain Brasil pada laga di Arena Kazan, Republik Tatarstan, Rusia tersebut. Satu-satunya kejutan adalah ia berkeras memasang striker belia, Gabriel Jesus, sebagai pemain mula dan mengabaikan masukan pers Brasil.
Selain Jesus, penyerang sayap Willian, juga kerap dikritik media karena minimnya sumbangsih dalam serangan tim. Keduanya tidak pernah membuat gol dan hanya mengemas dua asis di lima laga yang telah berjalan. Tite bergeming dengan masukan untuk memainkan tenaga segar seperti Roberto Firmino atau Douglas Costa sejak menit pertama. Kedua pemain itu sempat tampil menawan dari bangku cadangan pada laga-laga sebelumnya.
Kekerasan kepala Tite itu dapat dimaklumi. Ia ingin mempertahankan the winning team, tim yang mencetak tujuh gol dan hanya sekali kebobolan dari empat laga Piala Dunia sebelum duel di Kazan itu. Tak mengherankan, ia nekat memainkan Marcelo di posisi bek sayap kiri meskipun ia baru pulih dari cedera. Satu-satunya perubahan yang dilakukan Tite adalah memasang Fernandinho mengisi posisi Casemiro, pemain yang terkena skorsing kartu, di posisi gelandang jangkar.
Keteguhan Tite akan pilihan pemainnya itu dibayar mahal. Roberto Martinez, Pelatih Belgia yang jeli melihat kelemahan lawan, mengeksploitasi kelemahan Brasil di posisi sayap dan tengah. Ia memanfaatkan lubang yang ditinggalkan Marcelo dan Fernandinho yang kerap tampil terlalu ofensif. Hal itu berujung gol bunuh diri Fernandinho yang tercipta melalui umpan sepak pojok Eden Hazard.
Tersentak
Brasil panik dan tersentak. Mereka selalu bermain nyaman dan tidak pernah tertinggal lebih dulu di Piala Dunia Rusia. Terakhir kali mereka tertinggal adalah pada Maret 2017 saat melawan Uruguay. Nafsu menyerang dan menyamakan kedudukan tidak diimbangi keseimbangan di tengah. Mereka seolah lupa, Belgia punya dua motor berbahaya, Hazard dan Kevin De Bruyne. Belum lagi striker Romelu Lukaku dalam kondisi terbaik.
Sikap meremehkan itu tanpa ampun dihukum Belgia lewat serangan balik mematikan yang didesain Lukaku dan diselesaikan De Bruyne. Sementara itu, Philippe Coutinho kewalahan menyandang beban orkestra tunggal Brasil. Ia dimatikan dua gelandang agresif, Marouane Fellaini dan Axel Witsel. Neymar pun juga dibuat mati kutu oleh Fellaini dan barisan bek Belgia.
Menyadari taktiknya tidak bekerja baik, Tite memasukkan Firmino, Costa, dan Renato Augusto di pertengahan babak kedua. Permainan Brasil menjadi jauh lebih hidup tanpa Willian dan Jesus yang bermain seperti dua anak hilang. Gol balasan dari Brasil pun muncul berkat sundulan Augusto. Namun, perubahan itu terlambat dilakukan. Brasil pun harus pulang.
Menyusul kekalahan itu, sempat muncul desas-desus di kalangan pers Brasil bahwa Tite akan dicopot. Pencapaian mereka lebih buruk daripada 2014, yaitu mencapai semifinal, sebelum digilas Jerman 1-7. Namun, dalam jumpa pers seusai laga itu, Tite menanggapi dingin pertanyaan wartawan terkait masa depannya. ”Ini tidak manusiawi (membicarakan soal jabatannya). Saya tidak akan bicara soal masa depan. Saya tidak akan memikirkan itu. Mereka tidak lebih superior daripada kami. Mereka hanya lebih efisien,” ujar Tite.