Sebelum Ashley Young melepaskan tendangan sudut di sisi kanan pertahanan Swedia pada menit ke-30, Harry Kane berbisik kepada Harry Maguire. Ketika Young melepaskan umpan, Kane langsung berlari ke arah tiang jauh sebelah kiri penjaga gawang Swedia, Robin Olsen. Dua-tiga pemain Swedia sontak mengejar Kane.
Sementara Maguire yang bergerak ke tengah tidak ada yang mengawal. Akhirnya, bek klub Leicester City itu leluasa menyambut umpan. Dengan deras, bola tandukannya menghunjam gawang.
Skuad Inggris bersorak. Unggul 1-0 atas Swedia itu membakar semangat. Akhirnya, tim ”Tiga Singa” menang 2-0 dalam laga perempat final di Samara Arena, Samara, Rusia, Sabtu (7/7/2018), itu. Gol kedua Inggris diciptakan gelandang Dele Alli pada menit ke-59. Hasil tersebut memastikan satu tempat di semifinal Piala Dunia Rusia 2018.
Gol Maguire itu adalah gol ketiga Inggris yang murni berasal dari situasi bola mati dari 11 gol Inggris sepanjang Piala Dunia ini. Secara keseluruhan, itu gol kedelapan yang bermula dari bola mati. Angka itu tertinggi dibandingkan dengan tim-tim lain.
Sepak pojok telah menjadi senjata rahasia Inggris. Kehebatan itu tak terjadi kebetulan, melainkan hasil latihan keras sejak beberapa hari sebelum Piala Dunia dimulai.
Bahkan, dilansir The Sun, Pelatih Inggris Gareth Southgate sampai berguru ke Amerika Serikat sebelum Piala Dunia. Di ”Negeri Paman Sam” itu ia belajar pola gerakan ”menipu” dari pertandingan american football di NFL dan basket di NBA. Cara pemain NFL dan NBA mengeksploitasi ruang yang sempit diterapkan kepada anak asuhnya agar lebih optimal ketika mendapatkan sepak pojok.
Elemen penting
Kesadaran itu timbul setelah melihat rekor buruk Inggris dalam memanfaatkan bola mati. Ternyata, Inggris tidak pernah mencetak gol dari sepak pojok di turnamen besar setelah terakhir kali gol Matthew Upson ketika Inggris kalah 1-4 dari Jerman di babak 16 besar Piala Dunia Afrika Selatan 2010.
”Kami telah mengidentifikasi, bola mati adalah elemen penting dalam turnamen ini. Tidak peduli seberapa banyak Anda mengontrol permainan, bola mati benar-benar penting,” ujar Southgate, dikutip The Sun, Senin (25/6).
Southgate berpendapat seperti itu karena menyadari timnya memiliki waktu terbatas untuk berlatih bersama sebelum ke turnamen, seperti Piala Dunia. Maka, bola mati menjadi cara paling tepat untuk meraih kemenangan.
Hal itu disadari pula oleh tim-tim lain. Paling tidak, menurut lembaga survei Opta yang dikutip Telegraph, Kamis (5/7), sebanyak 43 persen dari 122 gol selama fase grup berasal dari bola mati, yakni penalti, tendangan bebas, sepak pojok, dan lemparan ke dalam. Persentase itu tertinggi sejak Piala Dunia Inggris 1966. Terlepas dari faktor penerapan asistensi video (VAR), itu menandakan semua tim sadar bola mati adalah senjata yang patut diasah dan diandalkan di Piala Dunia.
Bahkan, tim yang mampu mengoptimalkan bola mati bisa menjadi juara Piala Dunia. Jerman membuktikan itu pada Piala Dunia Brasil 2014. Empat tahun lalu, Jerman menjadi tim tersubur dengan mencetak 18 gol. Tiga gol di antaranya murni dari bola mati. Jumlah gol dari bola mati itu tertinggi bersama Aljazair, Brasil, dan Kolombia.
Tak heran, jelang laga Inggris melawan Kroasia di semifinal, 12 Juli dini hari WIB, Kroasia sangat mewaspadai bola mati Inggris. ”Kami menonton betapa bagus Inggris dalam situasi bola mati. Mulai kini sampai Rabu, kami harus memperbaiki pertahanan saat bola mati,” ucap kapten Kroasia, Luka Modric, dikutip Sky Sports, Sabtu. (DRI)