Partai semifinal Piala Dunia 2018, Rabu (11/7/2018) pukul 01.00 WIB, di Stadion Saint Petersburg, Saint Petersburg, Rusia, antara Perancis dan Belgia, mempertaruhkan tiket idaman ke final. Laga ini sekaligus menjadi pertemuan awal pelatih kedua tim, yakni Didier Deschamps dan Roberto Martinez, untuk beradu strategi dan taktik.
Saint petersburg, KOMPAS Perjalanan Pelatih Perancis Didier Deschamps dan Pelatih Belgia Roberto Martinez dalam menangani tim masing-masing di Piala Dunia 2018 bisa dibilang mengagumkan. Keduanya mengantar Perancis dan Belgia sampai ke semifinal dengan melewati lawan-lawan berat. Kini, keduanya bersiap berjumpa untuk pertama kali pada partai besar itu.
Dari lima laga yang telah dijalani sejak babak penyisihan grup, Deschamps empat kali memakai formasi yang sama, yakni 4-2-3-1. Formasi berbeda, 4-3-3, cuma dipakai di laga perdana Grup C dengan kemenangan 2-1 atas Australia. Berikutnya, memakai model 4-2-3-1, Deschamps membawa Perancis menang 1-0 atas Peru dan imbang 0-0 dengan Denmark. Perancis pun lolos ke babak 16 besar sebagai juara Grup C.
Di perdelapan final, Perancis menang 4-3 atas Argentina lalu memukul Uruguay dengan skor 2-0 di perempat final. Dua tim itu masing-masing adalah juara dunia dua kali.
Deschamps sudah 81 kali membimbing Perancis dengan hasil 51 kemenangan, 15 laga seri, dan 15 kekalahan atau dengan persentase kemenangan 62,9 persen. Pelatih timnas yang paling sering dihadapinya adalah Joachim Loew (Jerman). Sudah lima kali Deschamps melawan Loew dengan hasil setara, yakni 2 kali menang, 1 kali seri, dan 2 kali kalah.
Namun, menghadapi Belgia, Deschamps mengaku kali ini akan berbeda karena faktor Martinez. Ia pernah dua kali menghadapi Belgia saat ditangani Marc Wilmots pada laga uji coba dengan hasil seri 0-0 dan kalah 3-4. ”Belgia yang sekarang berbeda. Saya belum pernah menghadapinya (Martinez),” ujar Deschamps.
Deschamps mengatakan, timnya bakal menghadapi kubu yang bisa melakukan apa saja dan ditangani pelatih yang cerdik. ”Belgia bisa saja melakukan hal yang sama seperti saat mereka mengalahkan Brasil,” katanya dalam konferensi pers di Stadion Saint Petersburg, Senin (9/7) sore waktu setempat.
Untuk itu, Deschamps meminta para pemainnya siap melakukan berbagai skenario karena Martinez mahir mengubah strategi melawan tim-tim yang berbeda. Seperti saat melawan Brasil, Martinez dengan cerdik memperkuat lini tengah sehingga Brasil sulit membangun serangan.
Belgia juga dinilai Deschamps memiliki serangan balik yang cepat dan mematikan. Hal ini yang patut diwaspadai karena jika Belgia mencetak gol lebih dulu, Belgia juga punya kemampuan bertahan yang sangat baik.
Serangan balik Belgia juga menjadi perhatian utama kiper Perancis, Hugo Lloris. ”Belgia sekarang sangat percaya diri dan yang harus kami lakukan adalah tetap bermain secara kolektif dan menutup celah di belakang,” katanya.
Bagi Deschamps maupun Lloris dan pemain lainnya, laga ini sangat unik karena mereka bakal menjumpai banyak sahabat. Banyak pemain Belgia dan Perancis bermain di klub yang sama.
Namun, masih ada satu sosok spesial di kubu Belgia, yaitu Thierry Henry, mantan pemain Perancis yang kini menjadi asisten pelatih Martinez. ”Tentu sulit bagi dia untuk melawan tim negaranya sendiri. Namun, saya sangat senang dengan karier dia saat ini,” kata Deschamps.
Menyesuaikan taktik
Martinez, kelahiran Spanyol, telah mendampingi Belgia dalam 25 laga dengan catatan menawan, yakni 19 kali menang, 5 kali seri, dan sekali kalah. Kegagalan itu terjadi saat laga perdananya memimpin Belgia, September 2016, melawan Spanyol dalam partai persahabatan dengan skor akhir 0-2. Martinez ketika itu mencoba model 4-2-3-1. Selepas kekalahan itu, Martinez lebih senang memakai tiga bek dengan formasi kesukaan 3-4-2-1 (3-4-3).
Di Piala Dunia, model 3-4-3 terus dipakai dan sukses menghajar Panama 3-0, Tunisia 5-2, dan Inggris 1-0 sehingga Belgia maju ke fase gugur sebagai juara Grup G. Kemudian, Jepang dipukul 3-2 meski Belgia sempat tertinggal dua gol. Brasil, juara dunia lima kali, dibuat tidak berkutik dengan skor 2-1.
Saat tertinggal dua gol dari Jepang, Martinez membuktikan dirinya mampu menyesuaikan taktik di tengah laga. Keputusannya memasukkan gelandang Marouane Fellaini dan Nacer Chadli berbuah manis sehingga skuad ”Setan Merah” bisa membalikkan keadaan.
Taktik berbeda ditempuh saat melawan Brasil. Martinez menginstruksikan Fellaini dan Axel Witsel menjaga ketat Neymar, pemain terlincah dengan keterampilan menawan. Kevin De Bruyne amat disiplin menempel Philippe Coutinho. Keduanya nyawa permainan Brasil. ”Melawan tim terbaik, kami harus menyerang secara tak terduga. Itu akan menjadi modal kami menghadapi Perancis,” ujar Martinez.
Salah satu yang kini menjadi fokus Martinez adalah mencari strategi yang jitu untuk meredam kecepatan Antoine Griezmann dan Kylian Mbappe.