Semarak Piala Dunia Rusia 2018 sejauh ini berjalan aman dan lancar. Itu semua tidak lepas dari bantuan relawan yang mencurahkan tenaga, pikiran, dan hatinya, tanpa pamrih, untuk suksesnya hajatan akbar itu.
Selama Piala Dunia bergulir, para relawan yang dengan mudah dijumpai sebagai ”pasukan” berkaus merah atau biru itu senantiasa ramah dan tak segan membantu turis, jurnalis, ataupun fans sepak bola di kota-kota yang menjadi arena Piala Dunia Rusia. Mereka bahkan ada yang sampai bergadang di bandara atau stasiun hingga dini hari, menjemput fans atau jurnalis yang kebingungan mencari transportasi menuju ke pusat kota atau stadion.
Kamilia Gitzetdinova, relawan asal Rusia, misalnya, meluangkan waktu liburnya untuk membantu jurnalis yang kesulitan menemukan moda transportasi dari Kazan menuju Samara yang berjarak 400 kilometer, Jumat (6/7/2018). Saat itu tiket kereta ludes terjual, sementara harga tarif pesawat meroket tidak masuk akal, mencapai 60.000 rubel alias Rp 13,6 juta sekali jalan. Beruntung, ada Kamilia, relawan yang bertugas di Pusat Media di Arena Kazan.
Wanita asal Kazan itu membantu mencarikan tumpangan mobil menuju Samara lewat layanan berbagai mobil atau sharing car berbahasa Rusia. Bantuan dari Kamilia sangat berarti karena di sana cukup sulit bertemu orang Rusia yang bisa berbahasa Inggris. Meski Jumat malam itu Kamilia tak lagi bertugas sebagai relawan, hal itu tidak menghalangi kebaikan hatinya untuk mengulurkan tangan.
Lewat tengah malam, setelah mendapatkan kepastian tumpangan, ia pun bersedia memandu ke lokasi penjemputan mobil itu melalui sambungan telepon. ”Saya senang membantu kalian. Ini tugas saya. Semoga kalian selamat sampai tujuan (di Samara),” ucapnya.
Kamilia hanyalah salah satu dari 17.040 relawan yang dikerahkan selama Piala Dunia 2018. Mereka memiliki banyak ragam tugas, mulai dari menjemput fans di bandara, penunjuk arah di jalan menuju ke stadion, melayani jurnalis di pusat media, menjaga pusat informasi, hingga mengawasi ketertiban di stadion selama laga berlangsung.
Para relawan ini direkrut dari sejumlah negara, dengan persyaratan umum berusia minimal 18 tahun, bisa berbahasa Inggris, dan bisa bekerja dalam tim. Proses pendaftarannya dibuka 1 Juni-30 Desember 2016, atau sekitar dua tahun sebelum perhelatan Piala Dunia kali ini.
Relawan yang bertugas ini sudah melalui tahapan seleksi dan sudah dilatih. Sebagian dari yang direkrut, sekitar 5.500 orang, juga ditugaskan dalam turnamen Piala Konfederasi 2017 yang juga berlangsung di Rusia.
Meski secara umum para relawan ini sangat membantu dan bersikap ramah, tidak semua seramah Kamilia. Ada juga yang galak, misalnya menegur jurnalis di mixed zone atau areal khusus di stadion untuk mewawancarai pemain seusai laga berlangsung. Kecuali media pemegang hak siar, jurnalis lain dilarang mengambil gambar apa pun di tempat itu. Ya, bagaimanapun, itu tugas mereka.
Wakil Indonesia
Melalui relawan, Indonesia juga mengambil bagian di laga-laga Piala Dunia Rusia. Salah satunya Jessica (24), perempuan asal Cimahi, Jawa Barat, yang menjadi relawan dan bertugas di Nizhny Novgorod.
Tugasnya pun tidak main-main. Ia terpilih sebagai salah satu relawan yang dapat menginjak lapangan di stadion dan membawa bendera-bendera negara seperti Swedia, Argentina, dan Uruguay saat laga berlangsung.
”Pengalaman ini sangat luar biasa. Saya sulit menggambarkannya. Ketika bendera dibuka, semua orang berdiri dan teriak,” kata Jessica, mahasiswi Sekolah Tinggi Bahasa Asing Yapari ABA Bandung, yang mengaku mulai jatuh cinta dengan sepak bola setelah bertugas di Rusia.
Selain membawa bendera negara, Jessica juga pernah bertugas di bagian akreditasi. Ia bertugas mencetak tanda pengenal bagi wartawan atau para petugas lainnya di stadion.
”Puncak kesibukan saya sebenarnya pada awal Juni ketika Piala Dunia baru dimulai. Saat itu banyak orang yang mau mengambil tanda pengenal,” katanya saat ditemui di Nizhny.
Jessica menemukan lowongan menjadi relawan Piala Dunia 2018 ini secara kebetulan melalui internet pada 2016. ”Saat itu saya sedang mencari kegiatan yang bisa membuat saya lebih berguna bagi orang lain. Sebenarnya tidak susah untuk mendaftar jadi relawan. Yang penting kepribadian kita bagus dan minimal bisa bahasa Inggris,” tuturnya.
Namun, yang menjadi masalah kemudian adalah biaya untuk pergi ke Rusia mengingat orangtuanya tidak memiliki banyak uang. Ia lantas menggalang dana donasi melalui situs kitabisa.com, hingga dapat mengumpulkan sekitar Rp 40 juta.
Ia kemudian tinggal di asrama yang tak terlalu jauh dengan stadion bersama para relawan lainnya. Akomodasi dan biaya makan ditanggung FIFA.
”Ini baru pertama kali saya ke Eropa dan tinggal lama (selama dua bulan),” kata Jessica.
Ia pun mengaku mendapatkan banyak manfaat sebagai relawan. ”Saya sebenarnya pendiam, tetapi di sini saya belajar untuk lebih aktif berbicara. Saya rasa itu akan sangat berguna ketika nanti saya pulang ke Indonesia. Saya sampai kepikiran untuk melanjutkan kerja di sini saja. Namun, masih bingung mau kerja apa,” kata Jessica yang mulai merasa betah di Rusia.