Nada-Nada Pengawal Asa
Lolosnya Inggris ke semifinal memopulerkan lagi lagu berjudul ”Three Lions” tentang harapan pendukung tim ”Tiga Singa” untuk membawa pulang trofi Piala Dunia kembali ke Inggris.
Pendukung tim ”Tiga Singa” tumpah ruah di kota Samara, Rusia. Ribuan orang, pria, wanita, hingga anak-anak, berpesta. Sambil menari, mereka riuh berteriak dan bernyanyi, ”It’s coming home, it’s coming home, it’s coming, football is coming home”, dengan nada sesukanya.
Suasana tersebut mewakili kegembiraan pendukung Inggris setelah timnya mengatasi Swedia pada perempat final Piala Dunia Rusia 2018, Sabtu (7/7/2018). Fans Inggris bergembira karena tim kesayangan mereka akhirnya masuk ke babak semifinal setelah penantian panjang sejak 1990.
Ada yang unik selama perayaan. Sejak dari Stadion Samara, tempat berlangsungnya laga, sampai membaur di jalan, mereka tak berhenti meneriakkan it’s coming home.
It’s coming home merupakan sepenggal lirik dari lagu berjudul ”Three Lions” yang dinyanyikan band rock alternatif asal Liverpool, The Lightning Seeds. Awalnya, lagu yang pernah menduduki puncak tangga lagu di Inggris itu diciptakan untuk menyambut Euro 1996 di Inggris.
”It’s” dalam ungkapan it’s coming home berarti trofi Piala Dunia, kejuaraan paling bergengsi di alam semesta. Sementara itu ”coming home” adalah kiasan yang merujuk Inggris sebagai negara penemu sepak bola modern. Arti lengkapnya, trofi itu sedang dalam proses kembali ke kampung halaman.
”Jujur saja, saya tidak bisa mendengarkannya selama 20 tahun. Lagu ini memiliki nuansa berbeda untuk saya. Tetapi, senang orang-orang mulai menikmatinya lagi,” kata Pelatih Inggris Gareth Southgate sebelum laga semifinal kontra Kroasia.
Jelas saja Southgate tidak kuat, lagu itu dibuat memang untuk menyindir prestasi timnas Inggris. Terutama setelah Southgate gagal menendang penalti yang membuat Inggris kalah dari Argentina pada semifinal Piala Dunia 1990.
Lagu itu penuh lirik satir seperti ”England gonna throw it away, gonna blow it away” atau akan membuang dan menyia-nyiakan peluang. Ada juga ”30 years of hurt”, merujuk penantian panjang tiga dekade sejak Inggris memeluk trofi Piala Dunia 1966 di kandang sendiri, hingga saat lagi ini diciptakan.
Meskipun lagu itu penuh rasa sakit, sebaliknya, rasa cinta menyelimuti di balik lagu. Secara tersirat, inti lagu menerangkan, rakyat Inggris percaya suatu hari nanti trofi Piala Dunia akan hadir kembali ke Britania Raya.
Tanpa disangka, lagu ”Three Lions” yang sudah berusia 22 tahun itu meledak kembali di Rusia. Setelah Inggris berhasil menembus semifinal Piala Dunia 2018, ”it’s coming home” kembali merasuki telinga para pendukung Inggris. Mantan striker Inggris, Peter Crouch, mengatakan, ”Saya mendukung seutuhnya, it’scoming home.”
Bahkan, virus yang disebarkan The Lightning Seeds mulai menulari para pemain Inggris, salah satunya bek Kyle Walker. Seusai laga perempat final, Walker mengunggah status di akun Twitter-nya. ”Ketika kamu tidak bisa menghilangkan nada it’s coming home dari pikiranmu”, tulisnya di Twitter dengan foto dua jari telunjuk yang diarahkan ke arah keningnya, seusai menang melawan Swedia.
Sementara itu, di lapangan, pemain asal Manchester United, Jesse Lingard, meneriakkan it’s coming home seusai laga. Lingard, dengan kondisi telanjang dada, mondar-mandir dan tidak henti menyanyikan lagu yang sekaligus jargon itu.
Nada kemenangan
Jauh sebelum Inggris, sudah ada pengalaman indah dari timnas Perancis yang terpacu oleh sebuah lagu. Pada Piala Dunia 1998, ”Les Bleus” tersihir dengan lagu ”I Will Survive” yang dinyanyikan ulang oleh Hermes House Band.
Dalam buku How to Win the World Cup, mantan Pelatih Perancis Aime Jacquet mengatakan, ”I Will Survive” merupakan lagu kemenangan di ruang ganti Perancis. Didier Deschamps dan teman-temannya menyanyikan lagu itu berulang kali.
”Sangat menyenangkan. Tidak hanya Bixente Lizarazu, Zinedine Zidane dan Lilian Thuram juga. Kami memutar lagi itu berulang-ulang, bahkan sampai tiba restoran. Selama enam bulan, gila,” kata mantan bek Perancis, Vincent Candela, pada wawancara dengan FourFourTwo.
Tembang itu dikenalkan kepada tim Perancis oleh Candela. Kala itu, Perancis sedang berlatih operan bola. Gelandang Alain Boghossian selalu gagal mengejar bola. Setelah beberapa saat, pemain lain menghiburnya dengan bernyanyi ”I Will Survive”.
Setelah itu, lagu itu melekat di kepala pasukan Perancis. Antara kebetulan atau tidak, seperti judul lagu itu, mereka bertahan di Piala Dunia 1998, di kandang sendiri, sampai babak final melawan Brasil. Di final, mereka menghajar habis Brasil, juara dunia empat kali, dengan skor 3-0. Dua gol Zidane dan satu lagi dari Emmanuel Petit membawa mereka menjadi juara dunia.
Tidak ada yang percaya Les Bleus mampu juara. Mereka bukanlah unggulan setelah tidak lolos Piala Dunia Italia 1990 dan Amerika Serikat 1994.
Berbeda dengan ”Three Lions”, lagu yang dipopulerkan Gloria Gaynor itu adalah tembang tentang percintaan. Lirik lagu ini menceritakan tentang seorang wanita yang lelah karena terus dikecewakan kekasihnya. Wanita dalam lirik lagu itu akhirnya meninggalkan kekasihnya. Dan, meyakinkan dirinya mampu bertahan walaupun berat.
Lirik lagu ”I Will Survive” memang tidak berhubungan dengan sepak bola. Namun, tim Perancis seperti tersihir dengan optimisme dan semangat dalam lirik lagu yang dibuat oleh Freddie Perren dan Dino Fekaris tersebut.
Penyair AS, Henry Wadsworth, pada abad ke-19 pernah mengucapkan, musik adalah bahasa universal umat manusia. Bahasa musik mampu menembus ruang dan waktu. Dan, musik mampu memotivasi pendengarnya untuk menembus batas kemampuannya.(FIFA.COM/REUTERS/KEL)