Yulvianus Harjono dan Herpin Dewanto dari Moskwa, Rusia
·3 menit baca
Mimpi Inggris mewujudkan Football’s Coming Home gagal terwujud seusai disingkirkan Kroasia di semifinal Piala Dunia 2018. Meskipun gagal, ribuan suporter Inggris di Stadion Luzhniki tetap setia menghibur tim ”Tiga Singa” yang terluka.
MOSKWA, KOMPAS Pemandangan menyentuh terlihat di tribune utara Stadion Luzhniki di Moskwa, arena laga semifinal Piala Dunia 2018 antara Kroasia dan Inggris, Kamis (12/7/2018) dini hari WIB. Ribuan pendukung Inggris tak beranjak dari kursinya ketika barisan pemain muda ”Tiga Singa” seperti Marcus Rashford dan Jesse Lingard tersungkur ke rumput lapangan dan menangis.
Mereka berdiri dari kursi sambil bertepuk tangan dan menyanyikan lagu kebangsaan Inggris, ”God Save The Queen”, yang sayup-sayup terdengar di tengah jeritan histeris suporter Kroasia di tribune seberang. Hampir dua jam pendukung Inggris itu terus berdiri dan bernyanyi di tribune tersebut, seolah hendak mengusir kesedihan pasukan Tiga Singa yang gagal melangkah ke final.
”Saya sempat mengira, kali ini kami bisa membawa pulang trofi dengan tim terhebat yang pernah ada. Namun, perjalanan itu berakhir hari ini. Kecewa tentu saja. Namun, kami tetap bangga dengan pencapaian tim ini. Mereka telah berjuang hebat. Jadi, mari hapus air mata ini,” ujar Jack Reeves, pendukung Inggris yang terbang dari London untuk menyaksikan laga semifinal itu.
Respons suporter Inggris itu membuat para pemain Tiga Singa terharu dan meyakini bahwa Piala Dunia kali ini bukanlah akhir cerita, melainkan titik awal kebangkitan Tiga Singa di kancah dunia. ”Kebersamaan tim dan fans ini sangat penting karena kami sekarang adalah skuad yang masih muda dan punya masa depan cerah,” kata Kieran Trippier, bek Inggris, di area mixed zone seusai laga.
Trippier pun berpendapat, fans memberikan dukungan sebesar itu karena tim Inggris saat ini tampil lebih baik dari generasi-generasi sebelumnya. Sepak terjang Inggris belum berakhir. Mereka masih berpeluang merebut peringkat ketiga Piala Dunia Rusia.
Gelandang Inggris, Jordan Henderson, mengatakan, kegagalan di semifinal sangat mengecewakan, terlebih mereka gagal mewujudkan impian membawa pulang sepak bola (trofi Piala Dunia) ke rumah (Inggris) seperti dalam lirik lagu ”Three Lions” yang kerap dinyanyikan para pendukung Inggris di Rusia.
”Namun, Piala Dunia ini sudah menjadi pengalaman bagus. Tim ini masih muda, masih bisa belajar dari kesalahan dan bertarung lagi di kompetisi selanjutnya dengan kekuatan lebih besar,” kata Henderson.
Pembuktian skuad Inggris selanjutnya yang paling dekat adalah di Piala Eropa 2020. ”Sekarang kami sangat bangga mengenakan kostum ini dan kami nanti bisa pulang dengan kepala tegak. Kami memang seharusnya bangga,” kata sang kapten Inggris, Harry Kane.
Striker yang masih berpeluang menjadi pencetak gol terbanyak, dengan enam gol, di Rusia ini pun berharap Inggris bisa menyelesaikan tugas terakhir, yaitu mengalahkan Belgia dan merebut peringkat ketiga. Laga perebutan tempat ketiga yang akan berlangsung di Stadion Saint Petersburg, Sabtu (14/7) pukul 21.00, itu seperti laga ulangan di penyisihan grup. Saat itu, Inggris, yang mengistirahatkan sejumlah pemain utama, takluk 0-1 dari Belgia.
Menjaga kehormatan
Pelatih Inggris Gareth Southgate mengatakan, laga kontra Belgia akan sangat sulit. Mereka akan menghadapi tim yang berambisi meraih pencapaian terjauh di Piala Dunia. Di sisi lain, Inggris punya pekerjaan untuk memulihkan mental yang sempat ambruk setelah kegagalan di semifinal.
”Itu menjadi tantangan besar kami. Tentu kami ingin menang karena kami harus menjaga kehormatan tim,” kata Southgate.
Kemenangan atas Belgia juga bisa semakin mengukuhkan anggapan bahwa skuad Inggris saat ini jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. ”Dalam beberapa hari ke depan, kami baru akan merefleksikan pencapaian kami. Ada banyak hal positif. Saat ini kami mampu membuktikan bahwa Inggris menjadi tim yang bisa melaju jauh,” ujar Southgate.