Bagi aktor lapangan hijau, lukisan tubuh atau sering disebut tato bukan sekadar soal narsisme. Tinta-tinta yang tertanam dalam kulit itu dimaknai sebagai catatan dan ungkapan dari kenangan, harapan, dan rasa kemanusiaan.
Beberapa minggu sebelum Piala Dunia 2018 dimulai, tepatnya akhir Mei, pemain penyerang Inggris, Raheem Sterling, menjadi pusat perhatian publik. Penggawa tim ”Tiga Singa” itu dikecam keras karena memperlihatkan tato bergambar senjata laras panjang bertipe M16 di betis kanannya.
Hari berikutnya, komunitas kampanye antisenjata dan koran Inggris, The Sun, mencecar bintang Manchester City itu. ”Sterling harus menggantung kepalanya karena malu. Seharusnya dia menjadi contoh baik untuk orang lain,” tulis komunitas itu dalam The Sun.
Banyak yang tidak setuju Sterling mengekspresikan dirinya lewat lukisan senjata. Menurut komunitas dan masyarakat luas, pemain idola rakyat dunia itu tidak sepantasnya mempromosikan kekerasan.
Sterling merespons, tato itu memiliki makna yang dalam baginya. ”Ketika saya berusia 2 tahun, ayah meninggal ditembak. Sejak saat itu saya berjanji kepada diri sendiri, tidak akan pernah menyentuh senjata,” tulisnya dalam akun Twitter.
Tato itu dibuat di kaki kanan untuk menyiratkan Sterling hanya menembak dengan kaki kanannya. Ia menembak bola untuk membunuh mimpi lawannya di lapangan, bukan menghilangkan nyawa orang lain.
Motivasi tato itu sebagai pembuktian Sterling melawan takdirnya. Sejak lahir hingga berusia 5 tahun, ia tinggal di kota yang penuh kriminalitas, di Kingston, Jamaika.
Ketika muda, pemilik nomor 10 di tim Tiga Singa ini pernah diajak teman-temannya untuk bergabung dengan geng. Namun, ia memilih sepak bola sebagai jalan hidup.
Pelatih Inggris Gareth Southgate membela anak asuhnya. Menurut dia, tato adalah urusan personal. Tato memiliki makna lain dan kisah pribadi pemilik yang mungkin tidak bisa dipahami orang awam.
Ragam tinta
Tato juga sering hadir dengan pesan kemanusiaan. Seperti lukisan di bisep kiri bek Spanyol, Sergio Ramos. Ada tulisan ”9/11” dan ”3/11” yang merujuk serangan teroris di Amerika Serikat tahun 2001, juga di Madrid (2004). Ada pula tulisan ”lies in the memory of those alive”, yang dapat diartikan, ingatan kolektif terhadap korban akan selalu melekat.
Di sisi lain, pemain Chile, Mauricio Pinilla, merelakan tubuhnya sebagai kanvas dari keputusasaan. Tato Pinilla berada di kanan punggung, bertuliskan ”one centimeters from glory”.
Di atas tulisan itu, terdapat gambar sebuah gawang dengan bola yang menghantam bagian atas mistar. Lukisan itu merupakan gambaran kejadian saat Pinilla gagal mengeksekusi penalti pada menit-menit akhir laga. Kegagalan itu membuat Chile kalah dari Brasil dan tersingkir dari Piala Dunia 2014.