Qatar Mendobrak Tradisi Piala Dunia
Piala Dunia akan memasuki babak baru sejak Qatar 2022. Negara mungil yang luasnya sekitar dua kali Pulau Bali ini akan menjadi tuan rumah pesta bola terakbar. Tantangannya sangat besar, mulai dari infrastruktur, transportasi, dan akomodasi. Qatar kini bergerak cepat.
Warna-warni cahaya kembang api yang menghiasi langit di atas Stadion Luzhniki, Moskwa, seusai laga final antara Perancis dan Kroasia, menandai berakhirnya tugas Rusia sebagai tuan rumah Piala Dunia 2018. Tongkat estafet pun berpindah ke Qatar untuk melanjutkan kemeriahan pesta sepak bola terakbar itu pada 2022.
Qatar sebenarnya sudah mulai serius berbenah sejak terpilih sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 tahun 2010. Negara di kawasan Teluk Persia itu memenangi proses pemilihan dengan menyingkirkan beberapa kandidat, seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, dan Australia.
Piala Dunia pun untuk pertama kali akan digelar di negara Timur Tengah. Qatar yang tidak memiliki budaya sepak bola sekental negara-negara di Eropa atau Amerika Selatan praktis harus berusaha keras menjaga atmosfer, spirit, dan kegembiraan pesta sepak bola empat tahunan ini.
Tantangan terbesar yang paling kasatmata adalah kondisi geografis Qatar. Seperti negara-negara Arab pada umumnya, suhu udara di Qatar bisa mencapai 45 derajat celsius pada musim panas. Suhu ekstrem jelas akan menyiksa para pemain yang berasal dari negara-negara dingin di belahan utara, seperti Eslandia, Swedia, Denmark, atau Rusia.
FIFA kemudian melakukan perubahan besar yang mendobrak tradisi Piala Dunia dengan menetapkan jadwal pada musim dingin, yaitu pada 21 November-18 Desember 2022 ketika suhu udara sudah menurun. Dengan demikian, untuk pertama kali pula, Piala Dunia tidak digelar pada musim panas.
Meski sudah digelar pada musim dingin, Qatar tetap menyiasati masalah suhu udara dengan menerapkan teknologi pendingin di delapan stadion yang mereka siapkan. Dengan teknologi itu, udara dingin diembuskan dari bagian bawah stadion dan mendorong udara panas keluar ke atas. Pemain dan penonton akan tetap nyaman saat laga berlangsung.
Andrew Keh dalam artikelnya di The New York Times mengulas, teknologi itu bisa membantu menurunkan suhu udara di dalam stadion hingga 22 derajat celsius. Artinya, suhu udara di dalam stadion bisa diturunkan hingga lebih dari 8 derajat celsius.
Jarak yang pendek
Berbeda dengan penyelenggaraan Piala Dunia di negara-negara lain, Qatar juga menawarkan kemudahan bagi fans untuk menikmati setiap laga. Delapan stadion yang akan digunakan itu jaraknya saling berdekatan. Jarak tempuh maksimal antarstadion hanya sekitar 1 jam.
Hal ini sangat berbeda dengan Rusia yang menggelar laga Piala Dunia di 12 stadion di 11 kota yang terbagi dalam empat zona waktu yang berbeda. Dari kota Kaliningrad ke Ekaterinburg, misalnya, fans harus menempuh jarak sejauh hampir 3.000 kilometer. Dengan menggunakan kereta, fans juga harus menempuh perjalanan hingga 23 jam dengan kereta dari Moskwa ke Sochi.
Rusia memang 1.478 kali lebih besar daripada Qatar sehingga jarak yang pendek antarstadion menjadi nilai lebih. Dalam satu hari, para suporter bisa saja menyaksikan lebih dari satu laga. ”Kalau ini benar terjadi, tentu Piala Dunia di Qatar akan jauh lebih baik dibandingkan dengan di Rusia,” kata Juan Carlos, warga Kolombia, yang sedang menikmati pameran Qatar 2022 di pusat perbelanjaan GUM, Moskwa, Jumat (13/7/2018).
Menjelang akhir Piala Dunia 2018, Qatar sudah mulai berpromosi di Rusia. Dalam pameran di GUM itu terpajang maket-maket stadion yang akan digunakan di Qatar. Selain itu, ada sejumlah pernak-pernik bersejarah, seperti jersi yang digunakan para legenda sepak bola pada Piala Dunia, sepatu, dan juga bola.
Di Taman Gorky, Moskwa, pameran yang lebih bertujuan untuk memperkenalkan budaya Qatar juga digelar. Para pengunjung bisa menikmati musik dan makanan khas negeri yang berpenduduk 2,6 juta jiwa itu.
”Piala dunia tidak hanya soal sepak bola, tetapi juga ajang bagi fans untuk berpesta, berdansa, dan minum bir. Saya rasa akan sulit berpesta di Qatar,” kata Mohamed Matar, warga Bahrain. Meski menjadi penduduk Bahrain yang bertetangga dengan Qatar, Matar mengaku tidak terlalu berminat datang karena alasan itu.
Siapkan fasilitas
Qatar memang memahami kebutuhan para fans ketika menonton Piala Dunia. Sebanyak 180 wakil Qatar pun sudah mengamati penyelenggaraan Piala Dunia di Rusia selama sebulan ini sebagai referensi untuk menjadi tuan rumah yang lebih baik.
Berbagai infrastruktur pendukung mulai digarap. Untuk penginapan, FIFA meminta Qatar untuk menyediakan minimal 125.000 kamar dan saat ini baru tersedia 30.000 kamar. Jalan dan moda transportasi untuk mobilisasi tim dan para penonton juga sangat vital.
Bahkan, Qatar juga membangun kota baru di Lusail yang akan menjadi tempat pembukaan dan penutupan Piala Dunia 2022. Lahan-lahan yang selama ini tertutup pasir juga sedang diubah menjadi area yang hijau penuh dengan rumput dan pepohonan. Untuk itu, Qatar juga memiliki tempat khusus untuk pembibitan tanaman.
”Menjadi tuan rumah Piala Dunia merupakan impian banyak negara. Setelah mendapat kesempatan, Qatar harus bisa memenuhi tanggung jawabnya dengan baik,” kata Adel Ahmed, warga Sudan.
Bora Milutinovic, anggota Tim Studi Teknis FIFA, juga penasaran dengan Piala Dunia Qatar. Ia sempat mengintip desain infrastruktur, seperti stadion-stadion yang tengah dibangun untuk Piala Dunia Qatar. ”Piala Dunia ini menjadi impian fans. Kenapa? Negaranya kecil, jadi kita tidak perlu bepergian jauh ke satu kota ke kota lain. Meskipun negara ini kecil, stadion-stadionnya menakjubkan. Itu dilengkapi penyejuk ruangan sehingga kita tidak perlu khawatir akan panasnya udara,” ujarnya.