Tampil perdana pada Asian Games Incheon 2014, lifter putri Sri Wahyuni Agustiani meraih medali perak pada kategori 48 kg. Bermodal pengalaman tampil di Olimpiade Rio de Janeiro 2016 dan hasil angkatan yang semakin meningkat, lifter mungil asal Banjaran, Kabupaten Bandung, itu berharap dapat meraih medali emas untuk Indonesia pada Asian Games 2018.
Di Incheon, Yuni membuat total angkatan 187 kg (snatch 80 kg, clean and jerk 107 kg). Yuni meraih perak setelah kalah dari lifter Kazakhstan, Yelisseyeva Margarita. Di Incheon, Margarita membuat total angkatan 194 kg (snatch 88 kg, clean and jerk 106 kg). Peringkat ketiga diraih lifter Uzbekistan, Togoeva Makhliyo, dengan angkatan 187 kg (snatch 81 kg, clean and Jerk 106 kg). Meski angkatan Yuni dan Makhliyo sama, Yuni berhak atas perak karena berat badannya lebih ringan daripada Makhliyo.
Hasil perak pada debut di Asian Games itu cukup mengejutkan saat Yuni tampil pada usia 20 tahun. Tetapi, ia tidak puas. ”Saya masih penasaran dengan medali emas. Saya ingin menunjukkan bahwa saya bisa,” ujarnya.
Potensinya sebagai lifter dilihat oleh rekan kerja ayahnya, Candiana, yang bernama Siti Aisah, mantan lifter nasional peraih medali pertama untuk Indonesia pada Kejuaraan Dunia Angkat Besi 1988. Oleh Siti Aisah, Yuni dan adiknya, Desi Nuryanti, diajak berlatih di tempat pelatih Maman Suryaman.
Mulanya Yuni menyukai olahraga lari jarak jauh. Dia coba-coba berlatih angkat besi setelah melihat adiknya lebih dulu berlatih olahraga adu kekuatan dan adu strategi ini. Ternyata Yuni punya potensi luar biasa. ”Melalui angkat besi, saya ingin menunjukkan bahwa perempuan juga bisa (mengangkat beban berat). Angkat besi bukan hanya milik laki-laki,” katanya.
Namanya mulai bersinar saat menjadi juara dunia yunior 2014. Pada tahun yang sama, dia meraih medali perak Asian Games. Tampil bersama lifter-lifter yang lebih senior, Yuni tampil tanpa rasa takut. ”Saya dari dulu orangnya tidak pernah takut. Dalam angkat besi, kan, musuh kita diri sendiri. Jadi, daripada memperhatikan orang lain, lebih baik fokus pada diri sendiri,” ujarnya.
Nama Yuni kian melambung saat berhasil mempersembahkan medali pertama untuk Indonesia pada Olimpiade 2016. Di Rio, Yuni meraih medali perak dengan angkatan 192 kg (snatch 85 kg, clean and jerk 107 kg). Ini rekor angkatan terbaik Yuni yang tercatat pada Federasi Angkat Besi Dunia (IWF).
Begitu Olimpiade Rio selesai, Yuni tidak mau membuang-buang waktu. Peraih medali emas Islamic Solidarity Games 2017 itu mencuri start dengan berlatih di Bekasi hanya sebulan setelah tampil di Rio. Padahal, ketika itu, pelatnas angkat besi belum dimulai. Yuni tetap tekun berlatih meskipun kategori angkat besi putri tidak dimainkan pada SEA Games Kuala Lumpur 2017.
Hanya dalam waktu tiga bulan berlatih, jumlah angkatan Yuni sudah kembali dan bahkan melewati pencapaiannya di Rio. Dalam 10 bulan terakhir berlatih di pelatnas, jumlah angkatannya juga meningkat, melewati rekor pribadinya. Dalam tes progres latihan April lalu, ia berhasil menembus jumlah angkatan total 200 kg (snatch 88 kg, clean and jerk 112 kg).
Pelatih Kepala Tim Angkat Besi Indonesia Dirdja Wihardja berharap Yuni dapat menjaga penampilan terbaiknya. ”Sri Wahyuni pernah mengangkat beban 200 kg. Mudah-mudahan ini dapat menambah kepercayaan dirinya,” katanya.