”Alien” yang Menantang Kodrat Alam
Carrington, medio November 2006. Skuad utama Manchester United tengah berlatih di bawah cuaca yang dingin sampai menyusup ke tulang. Pagi itu, kabut masih cukup tebal. Hampir semua pemain mengenakan training suit panjang. Sebagian mengenakan penutup kepala dan sarung tangan.
Manajer Sir Alex Ferguson dan asistennya, Carlos Queiroz, mengawasi sesi cooling down saat tiga pemain di dekat mereka, Paul Scholes, Cristiano Ronaldo, dan kiper Edwin van der Sar melakukan peregangan menjelang berakhirnya sesi latihan pagi itu. Tak lama kemudian para pemain membubarkan diri setelah mendapat arahan singkat dari Queiroz.
Belasan fans klub ”Setan Merah” yang sejak sejam sebelumnya menunggu di pinggir lapangan latihan segera berhamburan mendatangi para pemain yang beranjak menuju areal parkir mobil. Saya menghampiri Queiroz yang dengan ramah menerima permintaan untuk wawancara singkat.
Saat wawancara, ujung mata saya menangkap Cristiano Ronaldo berlari. Saya otomatis menoleh dan berteriak, Ronie..! Ronie...! sembari melambaikan tangan. CR7, sebutan populer pemain asal Portugal itu, berhenti dan menoleh. Dia kemudian menghampiri kami.
Ibarat mendapat durian runtuh, saya mendapat kesempatan langka mewawancarai dua tokoh Portugal sekaligus. Sekitar 2 menit kemudian, CR7 meninggalkan kami dengan tergesa-gesa. Queiroz mengatakan, Ronie bergegas menuju sasana.
Memori lebih dari satu dekade lalu tersebut tiba-tiba menyeruak kembali manakala mendengar kabar CR7 bergabung dengan klub juara Italia, Juventus.
”Dia selalu pulang paling belakangan dan menghabiskan waktu sampai menjelang siang di sasana,” ujar Queiroz yang juga mengakhiri perbincangan dengan saya. Obrigado, ujar saya sembari menyalami pelatih yang pada Piala Dunia 2018 menangani tim Iran. Queiroz tersenyum, menyalami tangan saya dengan hangat, kemudian berlalu.
Memori lebih dari satu dekade lalu tersebut tiba-tiba menyeruak kembali manakala mendengar kabar CR7 bergabung dengan klub juara Italia, Juventus, beberapa hari lalu. Pada usianya yang tak lagi muda, 33 tahun, dengan sejumlah pencapaian yang luar biasa bersama MU, Real Madrid, dan timnas Portugal, sulit dipercaya bintang kelahiran Madeira, Portugal, itu masih punya segudang ambisi untuk menjadi yang terbaik di antara yang terhebat.
Bagi seorang pemain bola profesional dan bermain di posisi outfield (bukan kiper), agak susah membayangkan bagaimana dia tetap mampu berkompetisi dengan pemain-pemain muda, terlebih berada di klub dan liga yang sangat keras dengan level permainan tinggi kelas Eropa?
Jika bintang-bintang lain, semisal Xavi Hernandez atau Andres Iniesta, dua seteru CR7 saat berkompetisi di La Liga, memilih bergabung dengan klub Qatar atau Jepang—yang level permainannya tidak setinggi Eropa—CR7 lebih memilih Liga Serie A, salah satu kompetisi terketat di dunia. Bukan hanya itu, CR7 juga berjanji membawa kembali kejayaan Juventus di jenjang tertinggi Eropa setelah klub asal Turin itu menguasai liga domestik Serie A dalam satu dekade terakhir.
Ingin berbeda
Hari Minggu lalu, saat Piala Dunia Rusia memasuki laga puncak antara Perancis dan Kroasia, CR7 mendarat di Bandara Caselle, sekitar 15 kilometer dari Turin. Didampingi sejumlah anggota keluarganya, Ronaldo turun dari pesawat jet pribadi dengan setelan rapi. Dia langsung disambut sejumlah petinggi Juventus, sementara puluhan fans ”Si Nyonya Besar” dan belasan wartawan menunggu dengan sabar di pintu masuk.
Dalam wawancara singkat, pria dengan tubuh langsing penuh otot itu membeberkan, mengapa dia bersikukuh meninggalkan Real Madrid yang telah memberinya empat gelar Liga Champions—tiga di antaranya beruntun dalam tiga musim terakhir.
”Saya tidak berpikir terlalu lama untuk memutuskan bergabung dengan klub hebat ini,” ujar Ronaldo. ”Saya ingin meninggalkan jejak dalam perjalanan sejarah Juventus,” ujar pemain yang memenangi lima gelar Pemain Terbaik Dunia tersebut.
”Ini klub besar dan biasanya pemain seumuran saya pergi ke Qatar atau ke China. Dengan segala hormat, datang ke klub dengan reputasi sebesar Juventus pada titik karier saya sekarang sungguh membuat saya bahagia. Saya berbeda!” kata Ronaldo seolah menyindir Xavi dan Iniesta.
Cristiano Ronaldo memang berbeda. Statistik perjalanan kariernya telah mengatakan dengan jelas dia adalah salah satu dari sedikit sekali pesepak bola dengan prestasi gilang-gemilang, baik individual, bersama klub, maupun negaranya. Hampir semua gelar elite telah dia raih, bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali. Hanya gelar Piala Dunia yang luput diraihnya sejauh ini.
Bersama Real Madrid, klub tempat dia merebut empat trofi Ballon d’Or dan tiga Golden Boots, CR7 telah mencatat rekor sebagai predator pencetak gol dengan torehan 451 gol dalam 438 laga. Menurut statistik Opta, sejak musim 2009-2010 itu, catatan gol CR7 ini hanya empat gol lebih sedikit daripada total jumlah gol yang dicetak seluruh pemain Juventus dalam periode waktu yang sama!
Bagi Juventus, kedatangan Ronaldo ke Turin adalah berkah, barangkali sebuah anugerah terbesar dalam satu abad terakhir. Sejumlah media Italia bahkan menulis ”the deal of the century” tentang kedatangan Ronaldo dengan nilai transfer 100 juta euro tersebut.
Sampai dengan akhir pekan lalu, kelompok-kelompok suporter Juventus bahkan masih tidak percaya bahwa bintang yang dilahirkan di Sporting Lisbon, menjadi dewasa di Manchester United, dan menggapai langit di Real Madrid itu telah menjadi keluarga besar Si Nyonya Besar.
”Pembelian abad ini” barangkali benar. Sebagai salah satu klub paling terkenal di muka bumi, Juventus baru kembali menapaki sejarahnya dengan torehan tinta emas sejak runtuh akibat skandal Calciopoli pada 2006 dan tergusur ke Serie B. Butuh enam tahun bagi Juventus untuk kembali menjadi juara Serie A. Namun, sejak itu, mereka merebut tujuh gelar strata tertinggi plus empat gelar ganda di kompetisi domestik, termasuk mencapai dua final Liga Champions dalam empat tahun terakhir.
Jika mengamati pada titik ini saja tanpa mendalami proses yang dilalui Juventus sejak terjerembab ke Serie B, barangkali kita hanya membatin, klub sebesar Juve dengan segala aset dan sumber daya yang mereka miliki tentu tak sulit mencapai level seperti saat ini. Namun, jika kita dalami, Juventus memang melakukan segalanya dengan perencanaan matang. Jika klub saingan mereka, semisal AC Milan, mengalami salah urus (miss management), tidak demikian dengan Juventus.
Salah satu perencanaan matang yang dilakukan klub berkostum zebra itu adalah pembangunan stadion modern milik sendiri pada 2010 serta peluncuran logo klub yang lebih ramah pada media sosial. Harian The Guardian mencatat, dari semua proses yang dijalani Juventus, hal terpenting yang mereka lakukan adalah kebijakan yang tepat dalam transfer pemain saat sejumlah klub pesaing mereka di Serie A gagal dalam garis manajemen sektor ini.
Saat kembali ke Serie A, Juventus merekrut sejumlah bintang yang kelak kemudian menjadi tulang punggung tim. Ada Andrea Pirlo, Sami Khedira, dan Dani Alvez yang bergabung dengan bebas transfer. Berbagung pula Carlos Teves dan Paul Pogba yang direkrut dari MU dengan nilai 9 juta euro untuk kembali dijual kepada klub ”Setan Merah” itu dengan keuntungan sekitar 70 juta euro.
Juventus sendiri total mengeluarkan 340 juta euro untuk mendatangkan CR7, termasuk pajak dan gaji setahun yang mencapai 30 juta euro. Jumlah setahun gaji Ronaldo hampir dua kali lipat dari yang diperoleh striker Gonzalo Higuain, yang tampaknya akan segera dilepas untuk menyeimbangkan neraca keuangan klub tersebut.
Nilai pasar melonjak
Dalam persaingan global di industri sepak bola Eropa, secara umum Italia juga masih tertinggal dalam besaran finansial dibandingkan dua kompetisi elite lainnya, La Liga Spanyol dan Liga Primer Inggris. Hal itu juga tergambar pada Juventus yang mewakili ujung tombak Serie A dalam bidang industri.
Meski mencapai dua final Liga Champions dalam empat tahun terakhir, Juventus masih tertinggal jauh dalam Liga Finansial Deloitte dengan pendapatan bersih (setelah pajak) yang hanya sekitar dua pertiga dari perolehan Manchester United, Real Madrid, atau Barcelona.
Maka, tampaknya kini kita paham, ada rencana besar dari manajemen Juventus dalam strategi mereka mendatangkan CR7. Meski sudah melampaui usia emasnya, Ronaldo tetap pemain terbaik di dunia dan, terpenting, dia telah menjadi merek global dengan harga intrinsik yang masih sangat mega.
Strategi manajemen Juventus bahkan telah mulai mencapai tujuan bahkan sebelum CR7 resmi menandatangani kontrak.
Strategi manajemen Juventus bahkan telah mulai mencapai tujuan bahkan sebelum CR7 resmi menandatangani kontrak. Saat rumor kedatangannya mulai merebak, saham Juventus langsung melonjak di bursa nasional. Harian Secolo XIX mencatat pada Kamis pekan lalu, nilai pasar Juventus melonjak dari sebelumnya 665 juta euro menjadi 815 juta euro.
Dampak kedatangan CR7 tidak berhenti di sana. Bahkan, sebelum dia menyepak bola bagi Si Nyonya Besar, penjualan cendera mata Juventus mengalami booming dengan terjualnya lebih dari setengah juta jersey hanya dalam hitungan hari. Dalam jangkauan media sosial, akun Twitter resmi Juventus mendapatkan jutaan followers baru dalam beberapa malam saja.
Kondisi ini tentu saja memunculkan pula suara-suara sumbang, terutama dari kompetisi pesaing Serie A. Pengelola akun medsos Liga Primer Inggris langsung mengunggah sindiran. Dikatakan, pengikut Twitter Juventus berjumlah 6,1 juta, sementara CR7 di-follow oleh 74,5 juta orang. Juventus kemudian diejek dengan kalimat, ”Cristiano tidak ditransfer ke Juventus. Juventus-lah yang ditransfer ke Cristiano FC!”
Atlet paling bugar sedunia
Jika catatan statistik CR7 telah mengatakan segalanya tentang dia, lantas bagaimana mungkin seorang pemain bola berusia 33 tahun masih tetap mampu berkompetisi di level tertinggi?
Untuk menjawabnya, kita kembali ke memori 12 tahun silam di Carrington. Queiroz menyatakan, Ronaldo selalu menjadi pemain terakhir yang meninggalkan kompleks latihan dan menghabiskan waktunya di sasana untuk meningkatkan kemampuan fisik dan staminanya.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan sebuah lembaga sports science di Jerman beberapa tahun lalu disebutkan, CR7 adalah atlet bola dengan bangun tubuh paling ideal di dunia. Dengan tinggi badan 185 cm dan langsing penuh otot di semua bagian tubuhnya, CR7 disebutkan bahkan mampu mencetak gol dengan seluruh bagian tubuhnya, termasuk punggung dan bahunya yang penuh otot. Lembaga tersebut bahkan berani mempertaruhkan reputasinya dengan menyebutkan bahwa Cristiano Ronaldo adalah atlet profesional paling bugar di dunia.
Selain sangat disiplin dalam menjaga kebugarannya dengan menghabiskan berjam-jam di sasana dalam sehari, CR7 mengingatkan, kekuatan mental sama pentingnya dengan kebugaran fisik. Dalam sepak bola, menurut dia, mencetak gol adalah tujuan utama dan, untuk mampu melakukannya secara konsisten, seorang atlet harus bisa fokus setiap saat.
Selain disiplin berlatih di sasana, CR7 juga melakukan diet ketat. ”Saya diet makanan dengan protein tinggi dengan karbohidrat serat tinggi. Saya banyak mengonsumsi sayur dan buah serta menghindari makanan bergula. Saya juga tidak minum alkohol,” ujar Ronaldo saat diwawancari media Inggris tahun lalu.
Ronaldo memberi tips, latihan kebugaran tidak harus selalu dilakukan di sasana (gym), tetapi bisa dilakukan di mana saja. ”Anda bisa melakukannya di kamar tidur, di kamar mandi, di mana saja. Jika hal itu sudah menjadi rutinitas, lama-kelamaan akan menjadi kebiasaan,” ujar Ronaldo yang senang memamerkan otot-ototnya dengan membuka jersey selepas mencetak gol. Meski harus mendapatkan kartu kuning CR7 mengaku tidak peduli.
Wartawan kawakan Spanyol, Santiago Segurola, kepada Bleacher Report mengatakan, Ronaldo adalah atlet yang terobsesi pada kebugaran fisik dan mendedikasikan hampir seluruh hidupnya untuk mendapatkan kebugaran paling prima. ”Dia bukan pemain bola yang keluar larut malam, makan, dan minum,” ujar Segurola.
Menurut Segurola, CR7 sangat fokus pada kebugaran fisiknya, termasuk mandi es pada pukul 05.00 atau berendam air es pada pukul 03.00 dini hari selepas laga untuk memulihkan kondisi fisiknya. ”Bagi banyak orang mungkin itu berlebihan. Namun, coba anda ingat, seberapa sering Ronaldo mendapat cedera?” ujar Segurola setengah bertanya.
Saat Portugal gagal di Piala Dunia 2018, banyak penggemar CR7 yang menangis sebab itulah satu-satunya gelar utama yang belum dia dapatkan. Namun, sebagian lain percaya, Ronaldo masih punya kesempatan merebut gelar juara dunia empat tahun mendatang di Qatar. Pada 2022 mendatang, usia CR7 sudah mencapai 37 tahun, tetapi banyak pakar mengatakan, Ronaldo bahkan masih bisa bermain dalam level tinggi hingga usia 40. Itu berkat kebugaran fisiknya yang prima.
Saat bergabung dengan Real Madrid pada 2009 setelah hijrah dari Manchester United, Ronaldo disebut-sebut sebagai ”Galacticos” baru di Santiago Bernabeu. Dia bersaing dengan pesepak bola dari ”luar angkasa” lainnya di Barcelona, Lionel Messi. Dua ”alien” tersebut juga bersaing dalam gelar sebagai pemain terbaik dunia dalam satu dekade terakhir.
Julukan alien bagi CR7 dan Messi barangkali hanya untuk menggambarkan betapa kemampuan teknik dan fisik mereka memang jauh di atas rata-rata pemain lainnya. Messi masih betah di Barcelona, sementara Ronaldo memilih meninggalkan zona nyaman di Bernabeu dan pergi ke Juventus.
Ronaldo jelas mencari tantangan baru, sekaligus menantang kodrat alami manusia yang menurun kapabilitasnya sejalan dengan bertambahnya usia. Ronaldo yakin mampu karena dia adalah alien, manusia dari galaksi lain.