Mewujudkan Mimpi Empat Windu
Pengurus Besar Taekwondo Indonesia sudah 32 tahun bermimpi merebut medali emas Asian Games. Sejak taekwondo digelar untuk pertama kali pada Asian Games Seoul 1986, prestasi tertinggi atlet Indonesia hanya merebut medali perak
Enam medali perak disumbangkan taekwondoin Indonesia di Asian Games, prestasi tertinggi yang bisa diraih pada pesta olahraga Asia itu. Perak tersebut disumbangkan oleh Yefi Triaji, Abdul Rozak, dan Lam Ting pada Asian Games Seoul 1986, Lugi Riyandi dan Alfons Lung di Hiroshima 1994, serta Satriyo Rahadhani dari Bangkok 1998.
Setelah tahun 1998, tidak ada lagi taekwondoin Indonesia yang dapat menembus babak final Asian Games.
Kini, peluang atlet Indonesia untuk merebut medali emas pada cabang taekwondo kembali terbuka. Asian Games akan digelar di Jakarta sehingga dukungan penonton dapat menggelorakan semangat para pendekar taekwondo ”Merah Putih”.
Di sisi lain, persiapan para atlet juga sudah sangat lama dan dilakukan secara intensif. Beberapa taekwondoin senior, seperti Mariska Halinda dan Defia Rosmaniar, sudah menjalani pelatnas selama tiga sampai empat tahun. Sebagian taekwondoin lainnya sudah berlatih selama lebih dari dua tahun.
Untuk menghadapi Asian Games 2018, para atlet juga sudah menjalani latihan di Korea Selatan sejak April lalu. Di negara asal taekwondo itu, mereka berlatih di bawah para pelatih senior dan menggunakan pola pelatihan terbaik.
Para atlet juga kerap menjalani latih tanding dengan klub-klub taekwondo amatir dan profesional di Korsel. Setiap latih tanding, para atlet langsung dievaluasi kelebihan dan kelemahan mereka, secara teknik, mental, dan strategi. Dengan evaluasi di tempat, setiap atlet dapat langsung memperbaiki diri dan terus berkembang.
”Kami sering menjalani latih tanding melawan atlet-atlet Korsel. Latih tanding sangat berguna untuk menerapkan hasil latihan guna menajamkan teknik dan taktik,” kata Dhean Titania Fazrin, taekwondoin kelas -49 kilogram putri.
Selain latih tanding secara rutin, para atlet juga diikutsertakan pada beberapa turnamen untuk menguji kekuatan riil mereka. Kompetisi yang mereka ikuti antara lain Kejuaraan Taekwondo Asia, Pesta Olahraga Mahasiswa Dunia (Universiade), dan Kejuaraan Jeju Korea Terbuka.
Pada Kejuaraan Asia, Mariska Halinda dan Dhean Titania meraih medali perunggu pada disiplin kyorugi atau pertarungan. Adapun Defia Rosmaniar berhasil meraih medali emas pada disiplin poomsae atau jurus.
Pada Universiade di cabang taekwondo, sembilan dari sepuluh atlet disiplin kyorugi meraih medali. Mariska dan Dhean mempersembahkan medali emas.
Medali perak direbut oleh Ibrahim Zarman, Shaleha Fitriana, dan Muhammad Saleh. Adapun medali perunggu disumbangkan oleh Permata Cinta Nadya, Delva Rizki, Rizki Anugerah, dan Dinggo Ardian.
Pada Kejuaraan Jeju Korea Terbuka, para atlet pada disiplin poomsae kembali unjuk gigi dengan merebut dua emas melalui nomor pasangan dan tim putri. Nomor pasangan tidak dipertandingkan pada Asian Games 2018, tetapi dua atletnya, Defia Rosmaniar dan Muhamad Abdurrahman Wahyu, akan berlomba pada nomor perseorangan putri dan putra.
Pada disiplin kyorugi, Ibrahim Saleh merebut medali perunggu. Sebagian besar taekwondoin Indonesia diminta berhenti bertanding pada babak delapan besar untuk menghindari cedera karena jarak waktu Universiade dan Kejuaraan Jeju Korea Terbuka hanya satu pekan.
Hasil positif pada tiga turnamen tersebut meningkatkan kepercayaan diri para atlet untuk menghadapi Asian Games. Para taekwondoin Indonesia semakin
yakin dapat bersaing untuk merebut medali Asian Games.
”Pengurus Besar Taekwondo Indonesia (PBTI) menargetkan dapat merebut setidaknya satu medali emas pada Asian Games 2018,” kata Rahmi Kurnia, manajer tim taekwondo Indonesia.
Untuk menjaga kualitas fisik para atlet, PBTI juga menyediakan terapis fisik dan ahli nutrisi guna mendampingi para atlet. Selain itu, PBTI juga menyediakan psikolog untuk membantu para atlet mengatasi stres dan memperkuat mental.
Rahmi menambahkan, tim taekwondo Indonesia juga menggunakan jasa konsultan untuk menganalisis setiap calon lawan yang akan dihadapi. Konsultan dari Korsel itu sudah merekam semua calon lawan dari setiap kelas dan menganalisis semua kelemahan mereka.
Hasil rekaman tersebut dianalisis untuk memudahkan pelatih dan atlet memahami strategi dan kelemahan lawan. Rekaman itu juga dibagikan ke setiap atlet untuk dipelajari pada waktu senggang.
”Dengan mempelajari rekaman semua lawan, atlet kita diharapkan dapat mengenali calon lawan mereka dan tahu cara untuk mengalahkan mereka. Memahami taktik lawan akan membantu atlet untuk memenangi pertandingan,” kata Rahmi.
Asian Games 2018 menyediakan 14 emas, yaitu 10 emas pada displin kyorugi dan 4 emas dari disiplin pomsae. Indonesia menurunkan atlet pada semua nomor, terdiri dari masing-masing 5 atlet putra dan putri di disiplin tarung serta 4 putra dan 4 putri di disiplin jurus.
”Poomsae”
Pelatihan bagi atlet disiplin poomsae atau jurus dibedakan dengan atlet disiplin kyorugi. Latihan bagi Defia Rosmaniar dan Muhamamad Abdurrahman Wahyu ditangani oleh Profesor Tae Seong-jeong dari Asia Taekwondo Union.
Defia dan Wahyu masing-masing dilatih oleh seorang asisten Profesor Tae. Dengan pelatih privat, Defia dan Wahyu mendapat perhatian intensif untuk menyempurnakan gerakan mereka.
Setiap gerakan mereka direkam dan dievaluasi oleh pelatih masing-masing. Setiap pekan, Profesor Tae datang memberikan evaluasi dan menyempurnakan gerakan mereka.
Untuk tim putra dan putri, latihan dilakukan di tempat yang berbeda di Korea Selatan. PBTI menyediakan koreografer dan penata musik untuk membantu mereka menata gerak pada kategori free style.
Sesudah pulang ke Indonesia, PBTI menyediakan pelatih senam untuk menyempurnakan gerakan salto bagi anggota tim.
”Atlet kyorugi dan poomsae sudah siap untuk bertanding. Kami menargetkan dapat meraih emas dan mengakhiri penantian empat windu,” kata Zulkifli Tanjung, Ketua Harian PBTI.