MENANTI EPOS TIM ”GARUDA”
Ajang Asian Games tidaklah ramah bagi tim nasional sepak bola Indonesia. Medali perunggu menjadi pencapaian tertinggi yang pernah diraih pada 60 tahun silam. Kini, skuad ”Garuda” bertekad terbang jauh lebih tinggi hingga ke semifinal.
Menjelang Asian Games 2018, tim nasional sepak bola Indonesia U-23 menyepi di sebuah hotel di Ubud, Gianyar, Bali. Mereka mencari keheningan dalam suasana pedesaan sebelum menjalankan misi yang amat berat, yaitu menjadi empat tim terbaik di Asia.
Ketenangan memang menjadi kebutuhan pokok skuad ”Garuda” saat ini karena target menembus semifinal di ajang Asian Games itu bisa dikatakan sebagai target ambisius. Mereka butuh berkonsentrasi saat berlatih untuk mengukir sejarah baru.
Jika menengok ke belakang, pencapaian tertinggi Indonesia di ajang Asian Games hanyalah medali perunggu. Itu pun pada tahun 1958 atau 60 tahun lalu, di era Maulwi Saelan, Ramang, dan Tan Liong Houw.
Sejak saat itu, Indonesia selalu tertatih-tatih ketika menghadapi tim-tim Asia. Pelatih demi pelatih datang silih berganti dengan membawa strategi-strategi andalan mereka. Namun, hasilnya sama saja. Terakhir, pada Asian Games 2014, Indonesia terhenti di babak 16 besar setelah dikalahkan Korea Utara, 4-1.
Skuad Garuda pun ingin ”terbang” lebih tinggi lagi dengan memanfaatkan momentum sebagai tuan rumah pada Asian Games kali ini. Untuk mewujudkan ambisi itu, Indonesia mendatangkan pelatih asal Spanyol, Luis Milla Aspas, pada awal 2017. Pengalaman Milla sebagai mantan pemain Real Madrid dan Barcelona diharapkan membawa perubahan besar.
Optimisme sempat muncul dan publik sudah rindu melihat Indonesia berjaya di level internasional. Kualifikasi Piala Asia 2018 dan SEA Games 2017 pun menjadi dua ajang awal bagi Milla untuk membuktikan kemampuannya.
Sayangnya, Indonesia gagal di kualifikasi Piala Asia karena tidak mampu menaklukkan dua pesaing beratnya, Malaysia dan Thailand. Kegagalan kembali terulang di SEA Games 2017 ketika Indonesia hanya mampu meraih medali perunggu meski sudah ditarget emas.
Hasil dari dua turnamen awal itu sudah sedikit menunjukkan posisi Indonesia saat ini. Di level Asia Tenggara saja Indonesia masih kesulitan untuk mencapai puncak dan kini dituntut untuk menjadi empat besar di Asia.
Hasil laga-laga uji coba lainnya pun tidak lantas memperlihatkan kemajuan pesat. Selama lebih dari satu tahun ini, Milla masih berupaya mencoba semua pemain muda berbakat di negeri ini. Bongkar pasang skuad masih terlihat di setiap pemusatan latihan. Beberapa pemain senior juga dipanggil untuk mendampingi pemain U-23 dalam beberapa laga uji coba. Sejauh ini, Milla total telah memanggil 70 pemain ke dalam skuadnya.
Namun, Senin (30/7/2018), hanya terkumpul 23 pemain yang merupakan gabungan pemain U-23 dan senior yang menjalani pemusatan latihan di Bali sejak pekan terakhir Juli. Nantinya, Milla hanya akan membawa 20 pemain ke Asian Games sesuai regulasi, 17 pemain U-23 dan tiga pemain senior.
Seharusnya ada 24 pemain yang ikut pemusatan latihan itu. Namun, Ezra Walian yang diharapkan mengisi lini depan skuad sudah mengundurkan diri. Klub baru Ezra, RKC Waalwijk, klub yang bermain di kasta kedua Liga Belanda, tidak mengizinkan striker berdarah Indonesia-Belanda itu membela timnas.
Meski demikian, tidak ada rencana mengganti Ezra dengan pemain lain. Milla juga sudah mengantongi 20 nama yang akan diumumkan ketika tim sudah tiba di Jakarta setelah pemusatan latihan di Bali berakhir pada Rabu (8/8).
”Pemain yang bersama saya sekarang adalah para pemain yang bisa mengerti saya. Artinya, mereka sudah bisa memahami filosofi permainan saya,” kata Milla, Senin (30/7/2018). Pelatih yang pernah mengasuh timnas Spanyol U-23 itu pun tinggal meningkatkan kualitas permainan.
Mencari gol
Selama 1,5 tahun melatih, Milla mengajak para pemain muda untuk bermain lebih terorganisasi. Bola-bola dimainkan dari belakang dengan mengandalkan operan-operan pendek. Milla berupaya menghilangkan penyakit lama timnas, yaitu kerap memainkan bola-bola panjang yang dapat mudah dipatahkan pemain lawan.
Dengan menerapkan formasi 4-2-3-1 dalam beberapa laga uji coba, Milla juga mencoba memaksimalkan serangan dari sektor sayap. Umpan-umpan silang kerap diperagakan para pemain untuk meneror gawang lawan.
Upaya itu sebenarnya sudah berhasil melahirkan sejumlah peluang gol. Namun, peluang-peluang itu sering kali tidak berbuah gol. Penyelesaian akhir masih menjadi pekerjaan rumah yang belum selesai.
Kelemahan ini tampak jelas saat pemain U-23 berlaga di Piala Anniversary PSSI beberapa waktu lalu. Menghadapi Bahrain, Korea Utara, dan Uzbekistan, Indonesia gagal mencetak gol.
Bahkan, pada laga uji coba terakhir melawan Bali United yang diperkuat para pemain pelapis, di Stadion I Wayan Dipta, Selasa (31/7), masih banyak peluang gol yang terbuang. Skuad Garuda hanya bisa menang 2-1 dalam 90 menit.
Setelah 90 menit, Milla memainkan skenario babak adu penalti untuk mengasah mental dan ketajaman di depan gawang. Hasilnya, Bali United memenangi adu penalti itu dengan skor 5-4 karena Ricky Fajrin dan Gavin Kwan Adsit gagal mengeksekusi penalti.
Masalah ini menjadi persoalan besar ketika menghadapi ajang sebesar Asian Games. Apalagi, Indonesia berada di Grup A yang dihuni bersama Laos, Hong Kong, Taiwan, dan Palestina.
Untuk bisa lolos ke babak berikutnya, Indonesia minimal harus bisa finis di posisi kedua. Apabila finis di peringkat ketiga, Indonesia masih berpeluang lolos ke babak berikutnya. Syaratnya, Indonesia harus memiliki produktivitas gol yang tinggi agar bisa masuk ke dalam empat tim peringkat tiga terbaik.
Namun, dalam grup yang berisi lima tim, catatan kemenangan atas tim terbawah (posisi lima) tidak akan dihitung dalam penentuan tim peringkat tiga terbaik. Catatan produktivitas yang diperoleh dari pesta gol atas tim terlemah, misalnya, akan menjadi sia-sia.
Oleh karena itu, skuad Garuda tidak buru-buru memikirkan target semifinal. Bagi mereka, memenangi laga pertama dan bisa lolos dari grup adalah target pertama yang harus dicapai.
Misi itu pun tidak mudah karena hadirnya Palestina yang berhasil menembus perempat final Piala Asia U-23 2018. Pada Asian Games 2014, Hong Kong juga mampu menembus babak 16 besar. Tantangan yang lebih berat pun akan menanti jika Indonesia lolos dari penyisihan grup.
Meski demikian, gelandang Septian David Maulana (21) optimistis Indonesia bisa meraih targetnya. ”Saya yakin karena sebenarnya penyelesaian akhir kami terus berkembang,” katanya.
Seperti yang dikatakan David, skuad Garuda memang terus mengasah penyelesaian akhir, seperti terlihat di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Selasa lalu. Tim tampak melatih serangan dari bola mati, seperti dari tendangan pojok dan tendangan bebas.
Bukan kebetulan jika nama stadion yang menjadi markas Bali United itu mengambil nama seorang pahlawan muda Bali yang gugur di usia 20 tahun. Dari stadion itu, skuad Garuda diharapkan juga mampu ”menulis” epos atau kisah kepahlawanan mereka di Asian Games nanti.