Pada usia 12 bulan, Muhammad Sayyid (14) dinyatakan tuli dan sulit berbicara. Namun, keterbatasan itu bukan halangan untuk mengejar impian sebagai pebulu tangkis andal. Sayyid lolos Final Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulu Tangkis 2018, menyingkirkan ratusan peserta lainnya.
Sayyid terperangah, seakan tak percaya, melihat namanya terpampang di monitor besar di GOR Bima, Kota Cirebon, Jawa Barat, Senin (6/8/2018). Berdasarkan keputusan tim pencari bakat, ia termasuk sembilan peserta yang lolos ke final audisi umum di Kudus, September mendatang. Namanya muncul pada urutan kesembilan. Mereka b0ergabung dengan 18 peserta yang lolos lebih dulu, yakni 12 semifinalis putra dan 6 finalis putri di tiga kelompok usia.
Ia menutup wajahnya dengan tangan. Ibunya, Lia Fitria (35), menangis di tribune penonton. Langkah siswa kelas IX Sekolah Luar Biasa Mekarsari 1, Bogor, itu sebenarnya sudah terhenti sebelum perempat final. Ia dikalahkan Gilang Pangestu, 17-21 dan 11-21. Sebagai tunarungu, Sayyid tidak bisa mendengarkan sorakan dan tepuk tangan penonton yang mendukungnya saat berlaga. Anak yatim itu bertanding dalam kesunyian.
Meskipun kalah, potensinya tercium oleh tim pencari bakat yang dipimpin legenda bulu tangkis Indonesia, Christian Hadinata. “Dia (Sayyid) mampu menunjukkan semangat juang yang baik. Dia membuktikan, keterbatasan fisik tidak jadi kendala. Dalam audisi di Solo, seorang peserta putri yang tunarungu juga lolos ke final,” ujar Christian mengapresiasi perjuangan Sayyid.
Menurut dia, peserta yang lolos ke Kudus dalam audisi di Cirebon merupakan yang terbaik meski masih ada kekurangan. Audisi tahun ini diikuti 882 peserta asal Cirebon, Banten, hingga Yogyakarta. Jumlah itumelonjak hampir dua kali lipat dibandingkan dengan audisi 2016 yang diikuti 483 peserta.
Bersyukur
Lia bersyukur, Sayyid yang baru kali pertama mengikuti audisi bulu tangkis ini berhasil melangkah ke babak berikutnya. “Dia yang ingin ikut audisi ini. Saya pasti dukung karena cita-citanya ingin menjadi atlet bulu tangkis nasional,” ujar pengajar Taman Kanak-Kanak di Bogor itu. Selama audisi di Cirebon pada Sabtu – Senin (4-6/8), ia bersama orangtua peserta asal Bogor menyewa rumah di Perumnas.
Lia mengisahkan, anak tunggalnya itu mulai berlatih di klub bulu tangkis Sangkuriang, Bogor sejak 2014. Ketika hari pertama latihan, Sayyid meminta berhenti. “Katanya, malu karena tidak bisa mendengar dan bicara,” ujar Lia sembari menirukan bahasa isyarat anaknya dengan menutup wajah lalu menyentuh telinga dan mulut sembari melambaikan tangan.
Namun, Lia tetap mendorong anaknya terus berlatih. Lima hari dalam sepekan, Sayyid mengasah talentanya. Pada 2015, Sayyid menjadi juara tiga dalam Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) untuk anak berkebutuhan khusus tingkat provinsi di Bandung, Jabar. “Tahun 2017, dia juara 1 untuk lomba yang sama,” ujarnya.
Rezky Kurniawan (11), peserta asal Cirebon, juga mampu menundukkan lawan-lawannya dalam kategori putra U-13 yang posturnya lebih tinggi dan dan lebih besar. Tinggi badannya yang hanya 139 sentimeter bukan halangan untuk mengirimkan pukulan tajam ke arah lawannya.
“Setiap sore saya latihan terus. Saya mau jadi atlet bulu tangkis,” Rezky yang mulai bermain bulu tangkis sejak taman kanak-kanak. Meski berbadan mungil, siswa kelas VI SDN Sunyaragi Cirebon ini bermental baja. Pada audisi umum Djarum di Cirebon pada 2016 dan 2017, ia gagal lolos ke final di Kudus. Namun, Rezky yang tergabung dalam klub bulu tangkis Arumsari Cirebon ini tak menyerah. Audisi kali ini, ia berhasil lolos ke Kudus. Kisah Sayyid dan Rezky menunjukkan bahwa, keterbatasan bukanlah halangan untuk mengejar impian.