Pencak Silat Menatap Dunia
Pencak silat adalah olahraga asli Indonesia. Namun, tak seperti olahraga bela diri karate dari Jepang atau taekwondo dari Korea Selatan, pencak silat belum juga dapat kesempatan dipertandingkan di pentas internasional, seperti Olimpiade.
Akan tetapi, ada angin segar berembus. Pada Asian Games Jakarta-Palembang 2018 ini, seni bela diri tersebut dapat kesempatan dipertandingkan. Momen itu pun akan dioptimalkan agar bela diri asli Tanah Air itu tembus ke pentas yang lebih tinggi, terutama Olimpiade.
Salah satu caranya, pencak silat akan menunjukkan diri bahwa mereka bisa dipertandingkan pada level internasional, sejajar dengan karate ataupun taekwondo. Arena taraf internasional yang tak berbeda dengan standar karate dan taekwondo pun telah disiapkan untuk dipakai di Asian Games ke-18 ini.
Manajer Kompetisi Pencak Silat di Asian Games 2018 Sunarno, ditemui di Padepokan Pencak Silat, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Selasa (7/8/2018), mengatakan, fasilitas arena yang baik akan sangat memengaruhi kualitas pertandingan. Kualitas pertandingan yang baik itu akan menjadi nilai tambah yang bisa dijadikan pertimbangan pencak silat untuk ditampilkan secara berkelanjutan di Asian Games hingga ke Olimpiade.
Atas dasar itu, jajaran pengurus pencak silat Indonesia bertekad menaikkan level pencak silat, mulai dari fasilitas arena. Hal itu pun bisa terwujud lewat anggaran renovasi sebesar Rp 21 miliar yang diberikan pemerintah dan dikerjakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sejak awal Maret hingga akhir Juli lalu.
Perubahan itu memang terjadi. Setidaknya, arena pencak silat di Padepokan Pencak Silat, Taman Mini Indonesia Indah, itu sudah menjadi lebih modern. Tadinya, arena itu tidak memiliki penerangan yang baik, yakni hanya memiliki lampu berkapasitas kurang dari 800 lux. Tidak memiliki sistem audio yang mumpuni. Tak berpendingin ruangan. Tempat duduk penonton hanya balkon. Tempat bertanding pun hanya beralas lantai kayu usang yang tidak pernah diganti sejak arena itu diresmikan 1997 silam.
Kini, setelah direnovasi, arena itu memiliki penerangan yang sangat baik, yakni lampu berkapasitas hingga 1.700 lux. Ada sistem audio mumpuni modern. Ruangan dilengkapi pendingin ruangan, dengan tempat duduk penonton menggunakan kursi tunggal yang nyaman. Tempat bertanding pun sudah menggunakan panggung bersensor yang dilapisi matras setebal 5 sentimeter.
Semua standar kelengkapan arena pencak silat itu dianggap sudah sebanding dengan Istana Olahraga (Istora) Senayan, Jakarta. ”Yang berbeda hanya dari kapasitas penonton. Arena pencak silat hanya berkapasitas 2.500 penonton, sedangkan Istora bisa menampung 10.000 penonton,” ujarnya.
Dengan renovasi itu pula, Sunarno melanjutkan, standar arena pencak silat tersebut sudah sebanding dengan arena karate ataupun taekwondo dalam kejuaraan-kejuaraan internasional, seperti Olimpiade. Bahkan, arena pencak silat itu pun sudah dilengkapi sistem video rekaman layaknya sistem asisten video pada pertandingan sepak bola. Lewat sistem itu, setiap keputusan kontroversial bisa dievaluasi dengan melihat video rekaman.
Semua cara itu dilakukan untuk meningkatkan level pencak silat menjadi lebih tinggi. Sebelumnya, pencak silat dianggap olahraga kampung. Bahkan, di SEA Games, pencak silat sarat dengan keputusan kontroversial, antara lain karena buruknya sistem teknologi pertandingan dan kurang kompetennya wasit yang ada.
”Selain memperbaiki arena menjadi lebih berkualitas dan teknologi pertandingan yang lebih tinggi, kami pun membenahi kompetensi wasit dengan mengadakan fit and proper test. Hal itu sudah sesuai dengan usulan Dewan Olimpiade Asia (OCA) bahwa ada tiga komponen yang harus dibenahi pencak silat agar layak dipertandingkan di Asian Games, yakni perbaikan arena, sistem teknologi, dan kualitas wasit. Semua itu sudah kami penuhi,” katanya.
Meyakinkan dunia
Sukses menyelenggarakan pencak silat di Asian Games akan menjadi alat untuk meyakinkan dunia, terutama Komite Olimpiade Internasional agar mempertimbangkan pencak silat untuk dipertandingkan di Olimpiade, minimal mulai diekshibisikan pada Olimpiade 2024. Selain memiliki kualitas arena dan sistem pertandingan yang baik, syarat dipertandingkan di Olimpiade suatu cabang olahraga harus memiliki peserta kompetisi minimal 70 negara.
Syarat peserta itu coba dipenuhi Federasi Pencak Silat Dunia, atau Persilat, dengan mengupayakan 70 negara berpartisipasi pada Kejuaraan Dunia Silat 2019 yang menurut rencana digelar di Uni Emirat Arab (UEA). ”Itu juga bakal menjadi langkah besar setelah hanya 53 negara yang berpartisipasi di Kejuaraan Dunia Silat 2017 yang berlangsung di Bali, Indonesia,” kata Sunarno.
Selebihnya, Sunarno menyampaikan perlu ada dukungan pemerintah agar pencak silat lebih mendunia. Paling tidak, pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri harus bisa meyakinkan Komite Olimpiade Internasional agar Federasi Pencak Silat Dunia bisa mendirikan kantor cabang di Geneva, Swiss, yang merupakan lokasi markas Komite Olimpiade Internasional.
Di sisi lain, pemerintah pun harus melobi negara-negara sahabat agar Komite Olimpiade Nasional (NOC) masing-masing negara tersebut mengakui secara resmi federasi pencak silat di negaranya. Adapun federasi pencak silat sudah ada di sejumlah negara di lima benua.
Namun, masalah yang terjadi, tak semua NOC negara-negara itu telah mengakui federasi pencak silat yang ada. ”Kalau federasi pencak silat itu sudah diakui di setiap negara, mereka punya suara untuk minta dipertandingkan pada ajang-ajang multicabang dunia, seperti di Asian Games dan Olimpiade,” ujarnya.
Sejatinya, pencak silat sudah semakin dikenal dunia. Paling tidak, hal itu terlihat dari dua aktor laga Indonesia, Iko Uwais dan Yayan Ruhian, yang semakin sering diajak bermain di sejumlah film-film internasional, antara lain film-film Hollywood. Adapun Iko dan Yayan adalah aktor yang dasarnya merupakan atlet pencak silat. Dalam setiap aksi laganya, mereka menunjukkan trik-trik silat, antara lain film The Raid yang populer pada 2011 lalu.
Kini, menatap partisipasi perdana di Asian Games, semua pelatih dan atlet pencak silat pun sangat antusias memberikan hasil terbaik. Mereka ingin mengharumkan pencak silat sebagai olahraga yang sportif dan layak dipertandingkan secara berkelanjutan di Asian Games, bahkan dipertandingkan pula di Olimpiade. Di sisi lain, mereka tentu ingin mengharumkan nama negara dengan berprestasi, terutama meraih emas.
”Ini kesempatan langka pencak silat bisa dipertandingkan di Asian Games. Kami ingin bermain dengan sebaik-baiknya agar silat mendapatkan tempat yang baik dan terus dipertandingkan di Asian Games. Selain itu, kami juga bertekad berprestasi untuk mengharumkan Indonesia. Saya pribadi ingin meraih emas,” ujar atlet pencak silat kelas B (50-55 kilogram), Abdul Malik.