Ujian Antisipasi Doping
Kelancaran uji doping menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan penyelenggaraan Asian Games 2018. Uji doping perlu dilakukan dengan benar demi menjunjung nilai sportivitas.
JAKARTA, KOMPAS Tantangan tidak mudah dihadapi Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia (Inasgoc) yang bertanggung jawab melakukan uji doping bagi atlet yang tampil di Asian Games 2018. Mereka harus mengantisipasi kemungkinan doping dari atlet yang berlomba dalam 40 cabang di ajang itu.
Tantangan berat dihadapi Inasgoc dalam pengambilan 1.200-1.500 sampel darah dan urine. Selain karena jumlah peserta yang banyak, arena pertandingan juga terpisah di Jakarta, Palembang, dan beberapa daerah di Jawa Barat.
Ketua Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) Zaini K Saragih mengatakan, mengurus sampel darah cukup sulit karena sampel itu paling lama bisa disimpan 24 jam. Untuk itu, sampel perlu segera dikirim.
”Venue yang berjauhan menjadi tantangan untuk Inasgoc. Mereka perlu siap dalam koordinasi, transportasi, dan sumber daya manusia,” kata Zaini saat dihubungi pada Rabu (8/8/2018).
Sejumlah persoalan itu perlu menjadi fokus Inasgoc untuk memastikan tidak ada celah dalam antidoping. Mengingat, setitik kesalahan dalam antidoping dapat mengusik sportivitas. Hal itu sekaligus mencoreng keseluruhan penyelenggaraan olahraga.
Menanggapi itu, Sekretaris Jenderal Inasgoc Eris Herryanto menyatakan, pihaknya telah siap mengatasi segala persoalan antidoping. Eris menjamin koordinasi, transportasi, dan sumber daya manusia sudah dipikirkan dengan matang.
Inasgoc disupervisi langsung oleh Professional Worldwide Controls (PWC) yang sudah berpengalaman dan direkomendasikan langsung oleh Dewan Olimpiade Asia (OCA). PWC ikut bertanggung jawab pada pelaksanaan selama proses pengambilan, pengujian, dan pengumuman sampel.
Sementara itu, untuk pengambilan sampel, Inasgoc telah menyiapkan 150 petugas antidoping. Mereka telah dilatih dan diberi sertifikat untuk menjalani tugas oleh PWC.
Mengenai jumlah anggota yang hanya 150 orang, menurut Eris, sesuai permintaan PWC. ”Jumlah itu memang yang dibutuhkan di setiap venue. Karena untuk pengecekan, kan, hanya sampling,” ucapnya.
Di sisi lain, Inasgoc menjamin kualitas pemeriksaan akhir sampel doping. Pemeriksaan dilakukan di Doha, Qatar, di laboratorium yang terakreditasi Badan Anti Doping Dunia (WADA).
Dengan memastikan kualitas rekan kerja sama dan laboratorium pemeriksaan, Inasgoc yakin persoalan antidoping akan berjalan lancar. ”Kami menjamin (uji doping) karena itu mempertaruhkan nama baik kita,” ujarnya.
Hindari tanpa resep
Sepuluh hari jelang Asian Games, LADI meminta atlet disiplin dalam menjalani peraturan antidoping. LADI berharap atlet yang sakit tidak mengonsumsi obat sembarangan.
”Kalau sakit, langsung ke dokter. Jangan sekali-kali beli obat di warung karena kita tidak tahu muatannya mengandung doping atau tidak,” kata Zaini.
Peringatan itu disampaikan berkaca dari Pekan Olahraga Nasional 2016 ketika ditemukan sejumlah atlet yang dinyatakan positif doping karena sebelum bertanding mengonsumsi obat tanpa resep dari dokter.
Dalam dua bulan terakhir, LADI mengunjungi sekitar 80 persen pelatnas. Dari pengujian sampel beberapa atlet, tidak ditemukan yang positif doping.
Secara terpisah, tim angkat besi Indonesia yang akan tampil di Asian Games 2018 diharapkan dapat mematuhi aturan terkait doping dan memperbarui formulir keberadaan (whereabouts form) sesuai ketentuan berlaku. Hal ini demi memastikan atlet terbebas dari jeratan hukum karena kasus doping.
Anggota Komite Penelitian dan Pelatihan Federasi Angkat Besi Internasional, Aveenash Pandoo, menjelaskan, isu doping merupakan masalah serius dalam angkat besi dunia. ”Setelah ada sembilan negara mendapat larangan berlomba karena kasus doping, sampai sekarang cabang angkat besi belum aman pada Olimpiade Paris 2024. Ini menunjukkan isu doping sebagai masalah krusial,” katanya.
Terkait formulir keberadaan atlet, Pandoo mengingatkan agar atlet memperbaruinya secara berkala. Formulir itu harus diisi oleh atlet senior setidaknya tiga bulan menjelang kejuaraan dan diperbarui setiap kali atlet ke luar kota atau ke luar negeri.
Apabila aturan itu dilanggar, atlet, pelatih, dan tim ofisial bisa mendapatkan sanksi larangan berlomba selama 1-4 tahun. Jika ditemukan ada lebih dari tiga atlet melanggar aturan dan dinyatakan positif doping, negara bersangkutan bisa mendapat sanksi larangan berlomba.
Keseriusan Federasi Angkat Besi Internasional (IWF) dalam memerangi doping ditunjukkan dengan mengeluarkan surat larangan berlomba untuk lifter China pada Asian Games 2018. Tim angkat besi China dinilai tidak mematuhi aturan doping dan terlambat memperbarui formulir keberadaan.
Bulan lalu, IWF mendatangi rumah lifter Eko Yuli Irawan. IWF bekerja sama dengan WADA menguji urine peraih medali perunggu Olimpiade Beijing 2008 dan London 2012, serta perak Rio de Janeiro 2016 itu. ”IWF bisa sewaktu-waktu mengetuk rumah dan menguji sampel urine atlet,” kata Pandoo.
Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PB PABBSI Alamsyah Wijaya menyatakan telah berusaha mengantisipasi kasus doping dengan mengarantina atlet dalam pelatnas, serta memberikan edukasi kepada atlet.
”Dengan karantina, kami berharap bisa memantau makanan dan minuman atlet serta memperhatikan kesehatan mereka. Apabila atlet sakit, kami bisa segera mencarikan solusi sehingga tidak sembarangan minum obat,” katanya. (KEL/DNA)