Bisbol bukanlah olahraga yang populer di Indonesia. Namun, kondisi itu tidak menyurutkan tekad para pemain untuk menampilkan permainan terbaik mereka pada penampilan perdana di Asian Games 2018.
Indonesia lebih dahulu mengenal olahraga sofbol pada era 1980-an. Para atlet sofbol itulah yang membuat olahraga bisbol lebih dikenal di masyarakat Indonesia.
”Saya ikut bermain sofbol selama 10 tahun, sejak 1987-1997. Salah satu prestasi kami adalah bisa mengalahkan tim kuat Filipina dan meraih medali emas di SEA Games 1997. Setelah itu, sejumlah pemain sofbol dipindahkan untuk memperkuat tim bisbol yang baru pertama dibentuk. Di situlah bisbol mulai berkembang,” tutur Kepala Pelatih Tim Bisbol Indonesia Lukman Nul Hakim.
Olahraga bisbol di Indonesia, menurut Lukman, memang
kurang populer. Hal ini disebabkan karena bisbol tergolong olahraga mahal. Untuk membeli sebuah bola bisbol saja biaya yang dikeluarkan cukup mahal, yaitu Rp 100.000 per buah. Untuk berlatih, timnas Indonesia memakai sekitar 200 bola bisbol atau mengeluarkan biaya Rp
20 juta hanya untuk membeli bola.
Coba bandingkan dengan Jepang dan Korea Selatan yang memakai hingga 500 bola untuk berlatih. ”Kalau di Jepang, saat bola yang dipukul keluar lapangan, penonton boleh menyimpannya sebagai kenang-kenangan. Namun, di Indonesia, ada petugas khusus yang disiapkan untuk mencari bola dan memastikan bola tidak hilang. Hal itu demi menghemat anggaran,” kata Lukman.
Problem lainnya adalah minimnya lapangan, fasilitas, dan kejuaraan di kategori remaja. Inilah yang membuat anak-anak yang dulunya berlatih bisbol beralih ke cabang lain karena kurang kompetisi. Sementara atlet-atlet elite hanya akan berlatih ketika dipanggil pelatnas.
Beruntunglah, menyambut Asian Games 2018, pemerintah membangun dua lapangan bisbol di kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, dan Rawamangun, Jakarta Timur. Lapangan dengan kapasitas penonton 1.000-2.000 orang itu dipercaya akan menambah gairah masyarakat negeri ini pada bisbol.
Di tingkat Asia Tenggara, tim bisbol Indonesia cukup diperhitungkan. Pada tiga penyelenggaraan SEA Games saat bisbol dipertandingkan, yaitu 2005, 2007, dan 2011, tim bisbol Indonesia selalu menyumbang medali. Perunggu pada 2005 dan 2007, serta perak pada 2011.
Namun, di tingkat Asia, cabang ini belum teruji. Di Asian Games, bisbol sudah dimainkan sejak Hiroshima 1994. Meski sudah beberapa kali lolos kualifikasi, tim bisbol ”Merah Putih” tidak pernah diberangkatkan ke Asian Games. Baru tahun ini, bermain di kandang, untuk pertama kali tim bisbol bergabung dengan kontingen Merah Putih untuk Asian Games.
Momen kebangkitan
Pada Asian Games 2018, cabang bisbol hanya akan memainkan satu nomor putra. Sementara sofbol hanya memainkan satu nomor putri. Oleh para pelatih dan atlet, kesempatan ini dinilai sebagai momen kebangkitan, apalagi bisbol akan dimainkan untuk pertama kali di Olimpiade Tokyo 2020.
”Sudah sejak lama kami menanti agar bisa tampil di Asian Games. Beruntung, keinginan kami segera tercapai,” kata pemain bisbol Indonesia, Adi Susanto.
Untuk menyambut Asian Games, tim bisbol Indonesia melakukan seleksi pemain pada awal Februari lalu. Dari 150 atlet, terpilih 24 atlet yang memper-
kuat timnas. Mereka kemudian menggelar latihan di Lam-
pung karena tempat latihan mereka di kompleks Gelora Bung Karno di renovasi untuk Asian Games.
Setelah lapangan di GBK selesai dibangun, tim bisbol pindah latihan ke Jakarta sejak sebulan lalu. Namun, persoalan lain terjadi, yaitu pembangunan lapangan belum 100 persen selesai. Tim bisbol yang harusnya mulai latihan strategi akhirnya mengalah karena landasan lapangan masih dibangun. Untuk menyiasati hal itu, tim bisbol berlatih lempar dan tangkap pukulan di pinggir lapangan.
Pelajaran
Sebelum Asian Games bergulir, tim bisbol sempat mengikuti uji coba kejuaraan di Piala Bisbol Asia Tenggara 2018 yang bergulir di Hong Kong, 21-24 Juni. Dalam kejuaraan itu tim Indonesia hanya mampu menempati peringkat keempat. Tim Merah Putih kalah dari Filipina, Thailand, dan Hong Kong. Tim Indonesia hanya berada satu peringkat di atas Singapura.
Dari kekalahan itu, Lukman mengatakan, banyak hal yang dapat dipelajari tim Indonesia. ”Kami melihat pukulan lawan lebih kuat dan kencang, postur tubuh lebih besar, serta teknik dan strategi mereka memang lebih baik. Didukung dengan adanya naturalisasi pemain, lawan memang bermain lebih unggul,” tuturnya.
Pada Asian Games, Indonesia akan menjalani pertandingan fase grup A melawan Hong Kong, serta raksasa bisbol Asia, yaitu Korea Selatan dan Taiwan. Bersama Jepang (yang berada di grup B), Korsel dan Taiwan adalah juara Asian Games pada ajang sebelumnya.
Tiga negara itu mendominasi perolehan medali emas sejak bisbol resmi dipertandingkan pada 1994. Korea Selatan meraih empat emas (1998, 2002, 2010, dan 2014), Jepang sekali pada 1994, dan Taiwan pada 2006.
Dalam enam Asian Games, 1994-2014, medali emas, perak, dan perunggu juga selalu jatuh ke tangan tim Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan.
Beratnya persaingan membuat tim Merah Putih mema-
sang target minimal bisa mengalahkan Hong Kong di fase grup. ”Ini sebagai balas dendam karena pada ajang uji coba kami kalah dari Hong Kong,” kata Lukman.