Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China. Pepatah bijak itu ditekuni tim wushu Indonesia yang disiapkan ke Asian Games 2018 karena memang dari negeri itulah cabang bela diri tersebut berasal. Hal itu dilakukan agar para atlet dapat tampil maksimal pada pesta olahraga Asia ini.
Setelah hampir empat bulan berlatih di luar negeri, sebagian besar di China, para pendekar wushu Indonesia yang disiapkan untuk tampil pada Asian Games Jakarta-Palembang 2018 kembali ke Tanah Air awal pekan ini. Mereka memasuki tahap persiapan akhir selama sepekan sebelum berlaga pada 19-23 Agustus di Hall B Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta.
Tujuh atlet di nomor taolu, atau jurus mengikuti pemusatan latihan di Shijiazhuang, Provinsi Hebei, sekitar 300 kilometer tenggara Beijing. Adapun enam atlet yang akan berlaga di nomor sanda atau tarung sudah hampir tiga bulan ini ditempa di Xi’an, ibu kota Provinsi Shaanxi.
Ngatino, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Wushu Indonesia (PB WI), mengatakan, pemusatan latihan nomor taolu di China terbagi dalam dua bagian. ”Bagian pertama mulai awal April. Setelah itu sempat kembali ke Tanah Air untuk Idul Fitri. Pada akhir Juni kembali lagi ke China untuk berlatih,” ujarnya.
Sementara itu, tahap pertama latihan sanda dilakukan di Iran. ”Iran adalah salah satu kekuatan nomor sanda di dunia. Setelah sebulan berlatih di sana, anak-anak lanjut berlatih di Xi’an, juga selama satu bulan. Setelah Idul Fitri di Tanah Air, mereka kembali ke sana untuk berlatih,” ujar Ngatino.
Selama pemusatan latihan tersebut, atlet wushu Indonesia juga berlatih tanding dengan atlet papan atas di dua negara itu. ”Hal yang menggembirakan kami, selama berlatih di Iran dan China, atlet kita mendapat kesempatan untuk latih tanding dengan atlet-atlet nasional mereka yang juga disiapkan untuk Asian Games,” ujar Ngatino yang akan menjadi manajer tim wushu Indonesia di Asian Games.
Tiga belas atlet itu diturunkan untuk memenuhi target yang dibebankan pemerintah kepada PB WI, yaitu meraih satu emas. Hasil ini sama seperti yang didapat tim wushu Indonesia pada Asian Games Incheon 2014.
Sebenarnya, menurut Ngatino, PB WI telah menargetkan untuk meraih dua emas. Target ini dengan catatan cabang wushu—yang mulai dipertandingkan pada Asian Games sejak 1990—akan mempertandingkan 16 nomor seperti di Incheon.
”Di Jakarta, wushu mempertandingkan 14 nomor dan kita tidak ikut di satu nomor sehingga kami hanya berani menargetkan untuk meraih satu medali emas,” ujarnya.
Sejauh ini, PB WI masih berharap kepada Lindswell Kwok (26), atlet taolu, yang akan tampil di nomor taijiquan dan taijijian. Prestasi terbaik Lindswell pada Asian Games adalah medali perak di Incheon 2014.
Menurut Supandi Kusuma, mantan Ketua Umum PB WI, di nomor taijiquan dan taijijian ini Lindswell harus menghadapi lawan berat, yakni Yu Mengmeng dari China, yang meraih emas pada Asian Games 2014. Persaingan Lindswell dengan Yu Mengmeng masih akan berlanjut di Jakarta.
”Empat tahun lalu di Incheon, Lindswell pada hari pertama sudah tertinggal 0,07 poin. Hari kedua, dia kembali tertinggal 0,06 poin. Secara keseluruhan, Yu Mengmeng meraih nilai total 19,50, unggul dari Lindswell yang hanya memperoleh 19,37 angka,” ujar Ngatino.
Didominasi China
Selain Yu Mengmeng, China memiliki banyak jagoan lain di cabang ini. Di Incheon, negeri asal olahraga bela diri wushu ini sangat mendominasi dengan membawa pulang 10 emas, 1 perak, dan 1 perunggu dari 16 nomor yang dipertandingkan.
Korea Selatan yang menjadi tuan rumah merebut dua emas di bagian putra. Iran, Filipina, Vietnam, dan Indonesia masing-masing mendapat satu emas.
Susyana Tjhan, pemegang perak Asian Games Doha 2006 dan perunggu Asian Games Guangzhou 2010 yang kini sudah menjadi pelatih nasional di nomor taolu, mengakui, hingga saat ini belum ada atlet taolu yang mampu mendekati kemampuan Lindswell.
Meski demikian, Susyana dan Novita, kepala pelatih tim nasional wushu, tetap membesarkan hati atlet. ”Mereka semua memiliki peluang untuk meraih medali,” kata Novita.
Selain Linswell, sebenarnya PB WI juga berharap agar Juwita Niza Wasni atau Felda Elvira Santoso juga mampu mempersembahkan medali.
Juwita (22), yang seperti Lindswell berasal dari Medan, Sumatera Utara, adalah atlet wushu pertama Indonesia yang mampu meraih emas di Asian Games. Di Incheon, Juwita meraih emas nomor nanquan dan nandao.
Penampilan Juwita saat itu diganjar juri dengan perak. Namun, Tai Cheau Xuen, atlet Malaysia yang berada di posisi teratas, tidak lolos tes doping. Hal itu membuat Juwita menjadi peringkat pertama dan berhak atas emas. Ivana Ardelia Irmanto, atlet Indonesia yang turun di nomor yang sama, naik dari urutan keempat ke posisi ketiga dan memperoleh perunggu.
Atlet putri di taolu, Felda Elvira Santoso yang tampil pada nomor changquan, menurut Ngatino, juga berpeluang mempersembahkan medali. Namun, penampilan Felda kerap terganggu cedera engkel kaki kiri. Faktor lain yang perlu diperhatikan ialah penilaian juri karena taolu bukan disiplin olahraga terukur.
Adapun di nomor sanda, Novita mengatakan, Iran dan China akan menjadi lawan berat. Selama berlatih di China, enam atlet sanda, terdiri dari empat putra dan dua putri, diminta untuk mampu melakukan serangan secara beruntun paling sedikit empat kali, mulai dari pukulan, tendangan, hingga teknik bantingan. Selain itu, mereka juga dituntut meningkatkan kemampuan fisik dan teknik.
Sejauh ini, Novita mengatakan, peluang terbesar untuk bersaing ada di kelas 58 kilogram putra yang ditempati oleh Yusuf Widiyanto. Yusuf dinilai sudah mampu menyamai kekuatan dan ketahanan fisik atlet China yang juga dipersiapkan bertarung pada Asian Games.
Menurut Ngatino, hal itu terlihat selama latihan dan uji tanding yang dilakukan para atlet melawan atlet nasional tuan rumah dan atlet pelapis mereka.
Didampingi dokter
Satu hal yang tidak kalah penting dari latihan wushu di ”Negeri Tirai Bambu” itu ialah adanya dokter saat latihan dan tes urine yang kerap dilakukan setiap atlet seusai berlatih petang hari. ”Dengan demikian, bisa diketahui siapa yang kurang maksimal dalam berlatih atau siapa yang sudah mencapai tingkat kelelahan tertentu setelah seharian berlatih,” ujar Ngatino.
Program latihan atlet sanda dan taolu di kota yang berbeda itu secara garis besar serupa. Pada pagi hari, mereka berlatih fisik dan teknik selama 2,5 jam. Hal serupa dilakukan pada petang hari, disusul dengan tes urine.
Adanya tes urine itu membuat biaya latihan atlet wushu tingkat elite di China cukup mahal, mencapai 100 dollar AS untuk atlet sanda dan 105 dollar AS untuk nomor taolu. Hal itu memperlihatkan China tidak segan untuk menginvestasikan modal dalam pembinaan olahraga mereka.
Tidak salah jika tim nasional wushu pun memutuskan untuk berguru di China yang saat ini menjadi negara terbaik di cabang wushu. Mereka pun diharapkan memperlihatkan hasil latihan tersebut dengan tampil semaksimal mungkin pada Asian Games 2018 meski pasti masih sulit untuk menggeser dominasi para atlet China.