Meniti Jalan Ke Olimpiade Tokyo 2020
Untuk ketujuh kalinya, karate kembali dipertandingkan pada Asian Games. Persaingan menjadi yang terbaik di Asia semakin sengit karena semua karateka termotivasi untuk tampil di level tertinggi, yaitu Olimpiade Tokyo 2020.
Karate untuk pertama kali akan dipertandingkan di Olimpiade. Momentum penting itu akan terjadi di Tokyo 2020. Itulah mengapa kini atlet-atlet karate dari semua benua bersiap untuk ikut menancapkan tonggak sejarah baru karate itu. Atlet-atlet dari Benua Asia pun menjadikan Asian Games 2018 sebagai persiapan menuju Olimpiade 2020 di samping memburu medali emas.
Atlet-atlet karate Indonesia juga memiliki mimpi yang sama. Olimpiade merupakan muara dari mimpi besar tersebut. Untuk mencapai itu, mereka menjalani berbagai tahapan, termasuk menjalani perhelatan Asian Games 2018.
Namun, persiapan tim karate menghadapi Asian Games tidak mulus. Perubahan tim pelatih sempat membuat sejumlah atlet memilih keluar dari tim nasional. Padahal, mereka adalah atlet-atlet terbaik Indonesia yang masuk dalam 50 besar dunia.
Mereka adalah atlet kata perorangan putra Ahmad Zigi Zaresta Yudha (peringkat ke-27 dunia), atlet kumite putri -55 kilogram Cok Istri Agung Sanistyarani (peringkat ke-15), atlet kumite -50 kilogram Srunita Sari Sukatendel (peringkat ke-9), dan atlet kata perorangan putri Sisilia Ora (peringkat ke-16). Tiga nama pertama akhirnya masuk ke dalam tim karate Asian Games 2018 melalui seleksi terakhir pada Juni, sedangkan Sisilia tidak masuk.
Tim karate Indonesia diperkuat oleh delapan atlet, masing-masing empat atlet di kategori putra dan empat atlet putri. Mereka mendapat target meraih minimal satu emas.
Akan tetapi, Ketua Umum Pengurus Besar Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (PB FORKI) Gatot Nurmantyo memberikan target tiga medali emas kepada atlet-atletnya. Hal tersebut ditegaskan oleh mantan Panglima TNI itu sebelum pelaksanaan seleksi nasional atlet di Padepokan Judo, Ciloto, Jawa Barat, 11 Juni.
Gayung bersambut, target tiga emas itu dinilai realistis oleh Pelatih Timnas Karate Indonesia Syamsuddin Barkhani. Kedelapan karateka itu dinilai sudah siap berbekal tempaan pelatnas dan uji coba sejak Januari lalu.
”Setelah kami pulang dari training camp di Lviv, Ukraina, dari 17 Juli hingga 4 Agustus lalu, selain bisa meningkatkan persiapan fisik, mental, ataupun performa anak-anak, juga sudah bisa memperbaiki jarak (saat bertanding),” ujar Syamsuddin.
”Sebab, jarak terhadap lawan memang menjadi kunci utama bagi karateka kita yang bakal bertarung di nomor kumite (tarung). Kemampuan mengatur jarak itu pula yang membuat karateka kita kurang mampu mencapai penampilan maksimalnya,” ujar Syamsuddin.
Optimisme itu juga muncul setelah tiga dari karateka yang semula meninggalkan pelatnas akhirnya masuk ke tim Asian Games. Sebelum mereka masuk, performa tim karate sangat meragukan. Itu bisa dilihat dari serangkaian hasil kejuaraan yang diikuti sepanjang 2018.
Sebelum pemusatan latihan di Ukraina, para karateka peserta pelatnas mengikuti Kejuaraan Federasi Karate Asia (AKF) di Jordania. Saat itu, tim Indonesia hanya bisa meraih 1 perak dan 4 perunggu.
Itu jauh di bawah pencapaian para karateka yang dipersiapkan untuk SEA Games Kuala Lumpur 2017. Tim itu mampu meraih 3 perak dan 5 perunggu pada AKF 2017 di Kazakhstan.
Persiapan tim SEA Games 2017 itu memang lebih baik. Mereka juga sempat mengikuti SEAFK 2016 di Port Dickson, Malaysia, dan meraih tiga emas. Kemudian, pada SEAFK 2017 di Semarang, mereka meraih delapan emas.
Jika dibandingkan dengan pencapaian tim Asian Games 2018 pada SEAFK 2018 di Ho Chin Minh, Vietnam, karateka Indonesia hanya membawa pulang satu emas.
Tim karate Asian Games ini juga sempat dikritik meskipun meraih 14 emas dari kejuaraan di Swedia. Pasalnya, kejuaraan itu level rendah dan tidak tepat untuk uji coba atlet-atlet untuk Asian Games.
Lawan berat
Persiapan tim yang kurang maksimal itu diharapkan tertutupi oleh motivasi dan semangat juang para karateka saat Asian Games. Sekalipun sudah melakukan pemusatan latihan di Ukraina, tetap saja karateka Indonesia bakal menghadapi lawan berat di Asian Games.
Syamsuddin mengakui lawan berat anak-anak asuhnya akan datang dari karateka Jepang dan Iran.
Mantan Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PB FORKI Madju Dharyanto Hutapea menilai, Kazakhstan ataupun China juga bakal menjadi lawan berat bagi Indonesia. ”Itu sebabnya, bisa meraih satu medali emas saja sudah bersyukur. Tetapi, kalau dapat memperoleh dua medali emas, itu sudah luar biasa. Dan, seandainya bisa meraih tiga medali emas, ya, itu mimpi,” katanya tegas.
”Jangan lupa, medali emas yang diperebutkan di karate tersebut hanya 12. Sementara setiap negara peserta hanya mendapat kuota delapan karateka. Padahal, semua negara tentu ingin meraih medali emas,” ujar Madju.
Akan tetapi, Syamsuddin mengatakan, semula dirinya menargetkan satu medali emas, sesuai dengan target dari pemerintah. ”Tetapi, tidak ada yang mustahil bagi karate untuk meraih tiga medali emas, sesuai target yang ditetapkan ketua umum kami, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo,” ujarnya.
Menuju Olimpiade
Meraih medali di Asian Games memang menjadi kebanggaan besar. Akan tetapi, bagi karateka-karateka kelas dunia, Asian Games juga menjadi target antara sebelum Olimpiade Tokyo 2020. Semua negara menyiapkan atlet-atletnya untuk ajang tersebut.
Bidang Pembinaan Prestasi PB FORKI pun sudah menyusun program pembinaan jangka panjang untuk mencapai Olimpiade 2020. PB FORKI berusaha mengikutsertakan karateka-karateka terbaiknya dalam pentas Premier League Federasi Karate Dunia (WKF) serta Series A WKF.
Memang seri-seri kejuaraan itu tidak bisa diikuti semuanya karena kendala biaya. Namun, bisa mengikuti kedua ajang tersebut merupakan persiapan yang bagus.
”Memang kejuaraan itu menjadi pilihan utama bagi adik-adik kita untuk mengumpulkan poin guna menentukan peringkat dunianya. Batas waktu pengumpulan nilai (untuk lolos Olimpiade) terakhir pada awal 2020,” ujar mantan pelatih timnas karate Philip King Galedo.
Untuk mematangkan persiapan ke Tokyo 2020, para karateka Indonesia juga akan mengikuti Kejuaraan Federasi Karate Asia (AKF) dan Federasi Karate Dunia (WKF).
Premier League WKF dan Series A WKF pada 2019 hanya bisa diikuti oleh karateka-karateka yang masuk peringkat 50 besar dunia. ”Dan, hanya mereka yang masuk 10 besar dunia di akhir tahun 2019 nanti yang bisa tampil di Olimpiade 2020,” ujar Philip yang mempersembahkan tiga medali emas saat memimpin tim di SEA Games 2017.
Jalan menuju Olimpiade sangat sulit. Apalagi, peringkat dunia menjadi penentu peraih tiket ke Olimpiade 2020. Indonesia pernah memiliki tujuh atlet yang masuk 50 besar dunia.
Mereka ialah Suryadi, Iwan Bidu Sirait, Dessynta Rakawuni Banurea, Ahmad Zigi Zaresta Yudha, Sisilia Agustiani Ora, Cok Gede Istri Agung Sanistyarani, serta Srunita Sari Sukatendel.
Selain tujuh atlet binaan Bidang Pembinaan Prestasi PB FORKI di era Zulkarnaen Purba tersebut, ada Krisda Putri Aprillia, atlet binaan Pengurus Daerah FORKI Sulawesi Selatan.
Kini, Indonesia masih memiliki empat karateka yang masuk 50 besar dunia. Mereka ialah Ahmad Zigi, Sisilia, Cok Istri Agung, dan Srunita Sari.