Ranomi Ingatkan Kehidupan Atlet Tidak Hanya Soal Berlatih
Oleh
E19
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Kehidupan sebagai atlet tidak hanya berlatih dan memenangi kompetisi, tetapi harus terus mempelajari hal baru agar tidak terjebak pada rutinitas yang monoton. Hal tersebut dikatakan oleh Ranomi Kromowidjojo, perenang asal Belanda berdarah Indonesia, peraih medali emas Olimpiade Beijing 2018 dan London 2012, saat berbagi cerita tentang kecintaannya terhadap renang.
Dalam Konferensi Pemuda Diaspora Indonesia yang digelar Selasa sore (14/8/2018), Ranomi bercerita di tengah waktu berlatih yang padat, dirinya selalu menyempatkan diri untuk mencoba hal baru. "Buku dan tayangan dokumenter sering menjadi inspirasi bagi saya," kata Ranomi.
Berbeda dengan kebiasaan sebagian orang mendegar musik untuk hiburan, Ranomi mendengarkan musik untuk tetap fokus ketika mengerjakan sesuatu. Selain itu, menulis juga menjadi hal yang ia lakukan di sela-sela waktu latihan.
"Itu menjadi cara lain bagi saya untuk berekspresi. Saya pikir penting untuk menulis hal-hal yang kita kerjakan dalam buku, untuk dibaca lagi kemudian hari dan menjadi evaluasi pribadi," lanjut Ranomi.
Era internet, terutama adanya Youtube juga semestinya menjadi media lain bagi atlet muda untuk berlatih. Ranomi mengatakan, generasi muda dapat mengamati teknik atlet profesional lain melalui video pertandingan di internet.
"Walau saya tidak tumbuh besar dengan adanya fasilitas semacam itu, namun semua orang saat ini bisa mengamati gerakan perenang terbaik dunia hanya melalui video. Maksud saya, bila memang kamu seorang perenang, kamu dapat memperbaiki teknikmu melalui tontonan video tersebut," kata Ranomi.
Hal tersebut, menurutnya, juga dapat membantu atlet yang tidak didampingi pelatih cukup baik, sehingga sarana tersebut membantu mengatasi keterbatasan semacam itu.
Perenang yang tahun ini berusia 28 tahun itu meraih medali emas pada nomor estafet 4x100 meter gaya bebas Olimpiade Beijing 2008. Empat tahun kemudian di London, dia memborong dua medali emas dari nomor 50 meter dan 100 meter gaya bebas. Hampir memasuki umur 30 tahun, Ranomi mengatakan dirinya akan tetap berkontribusi terhadap dunia olahraga renang.
"Saya tidak berpikir untuk menjadi pelatih karena saya pikir saya tidak cukup kapabel. Namun sedikit terbesit di benak saya untuk mendirikan media ajar renang bagi anak," kata Ranomi.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Dewan Pembina Diaspora Indonesia, Dino Pati Djalal, berharap kaum muda mengambil pelajaran dari kedatangan Ranomi. Terutama mengenai konsistensi dalam mengerjakan hal yang disukai sebagai profesi.
"Ranomi sebagai salah seorang anggota Diaspora Indonesia, sangat konsisten dengan kecintaannya terhadap renang sejak kecil. Harapannya kaum muda, juga sebagian peserta Asian Games pada cabang renang turut mengetahui bagaimana ia dari kecil latihan, menjadi juara tingkat regional, nasional, hingga mencapai taraf dunia," kata Dino. (Aditya Diveranta)