Layanan Pendukung Kerja Media Akan Ditingkatkan
PALEMBANG, KOMPAS – Layanan untuk awak media, terutama manajemen transportasi dan internet di Pusat Pewarta Utama (MPC) Asian Games 2018 di Gedung Dekranasda Sumatera Selatan, Palembang, Sumsel akan ditingkatkan. Hal itu menanggapi keluhan sejumlah awak media terhadap manajemen transportasi antar jemput dari MPC ke Kompleks Olahraga Jakabaring, Palembang, yang tidak jelas dan internet yang lambat di MPC selama dua hari lalu.
MPC Asian Games 2018 di Palembang mulai beroperasi sekitar tiga hari lalu dan baru diresmikan pada Jumat (17/8/2018). Peresmian itu dilakukan oleh anggota Komite Media Dewan Olimpiade Asia Anthony Mariadass Gnanapragaasam, staf Operasional Media pada Departemen Media dan Hubungan Masyarakat Ihsan Zuyadi, dan Kepala Departemen Komunikasi dan Informasi Provinsi Sumatera Selatan sekaligus Direktur Departemen Informasi Teknologi, Penyiaran, dan Media Sosial Komite Lokal Asian Games 2018 Inanda Karina Astari Fatma.
Namun, sebelum peresmian, awak media mengeluhkan sejumlah layanan di MPC, terutama manajemen transportasi yang buruk. Selama dua hari terakhir, hanya tiga bus yang mengantar-jemput dari MPC ke Kompleks Olahraga Jakabaring. Bus itu dijadwalkan beroperasi setiap 30 menit sekali. Namun, nyatanya, bus itu tidak selalu ada di lokasi ketika awak media hendak meninggalkan MPC ke Jakabaring dan sebaliknya.
Selain itu, bus juga hanya mengantar hingga depan pintu gerbang utama Kompleks Olahraga Jakabaring. Sesampai di gerbang, awak media harus jalan sekitar 100 meter ke halte bus pengantar (shuttle bus) di kawasan kompleks tersebut. Lagi-lagi, bus pengantar yang harusnya beroperasi setiap 30 menit sekali itu sering tak ada di lokasi. Kondisi itu membuat awak media terlambat datang ke lokasi pertandingan.
”Ini yang kami rasakan sewaktu mau meliput pertandingan sepak bola putri antara Indonesia melawan Maladewa di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring pada Kamis kemarin sekitar pukul 18.30. Akibatnya, tak sedikit awak media yang terlambat tiba di stadion,” ujar wartawan Jawa Pos yang meliput Asian Games 2018 di Palembang Agas Hartanto.
Fotografer EPA yang meliput Asian Games 2018 di Palembang Hotli Simanjuntak mengatakan, berdasarkan pengalamannya meliput Asian Games Incheon 2014, bus untuk awak media selalu tersedia setiap lima menit sekali. Bus-bus itu pun ada di depan hotel para awak media dan mengantar langsung di depan arena-arena yang ingin dituju. ”Wartawan itu kerjanya sangat fleksibel dan butuh kecepatan waktu. Kalau layanan media lambat seperti ini (seperti di MPC Palembang), bisa-bisa wartawan ketinggalan terus untuk melakukan peliputan,” katanya.
Selain manajemen transportasi yang buruk, awak media pun mengeluhkan layanan internet yang cenderung lelet. Bahkan, menurut fotografer LKBN Antara yang meliput Asian Games 2018 di Palembang Nova Wahyudi, dua hari terakhir layanan internet itu sering mati. Akibatnya, fotografer yang harus mengirim foto dengan ukuran file cukup besar jadi terhambat. ”Padahal, hampir semua fotografer harus segera melaporkan foto-fotonya tak lama dari liputan,” tuturnya.
Kejadian lain dialami oleh tiga wartawan di dalam bus yang akan menuju arena boling, voli pantai, dan dayung. Maka bus dimaksud hanya mengantarkan penumpang media ke tiga arena itu saja. Bus itu tidak akan memutar ke lokasi lain semisal sepak takraw, tenis atau cabang lain.
Karena bus tidak memutari seluruh rute, wartawan yang berada di arena sepak takraw dan tenis menjadi tidak dapat berpindah ke lokasi lain atau kembali ke MPC dengan cepat. Bus yang ditunggu baru akan datang, kalau ada penumpang bus media dari MPC secara kebetulan ingin menuju arena sepak takraw dan tenis.
Kompas yang berada di arena dayung sempat menunggu bus khusus media selama lebih dari satu jam untuk kembali ke MPC. Namun, bus yang dinanti tidak kunjung datang, karena tidak ada penumpang wartawan dari MPC menuju lokasi dayung. Sementara itu, dua orang wartawan asal Uni Emirat Arab dengan tenangnya menaiki mobil berbahan bakar fosil yang menjemputnya di depan tribune arena dayung.
Sebagai solusi, Kompas menaiki bus publik rute 2 untuk menuju pul di pintu utama. Setelah menunggu sekian lama, di pintu utama dan bus media tidak kunjung tiba juga, Kompas memilih berjalan kaki sejauh 1 kilometer ke MPC, tempat kendaraan diparkir.
Keluhan sama juga disampaikan oleh Suharto Olii, seorang wartawan senior asal Jakarta. Olii meminta panitia transportasi agar mengatur ulang rute perjalanan bus media untuk mengitari seluruh arena.
“Ada atau tidak ada penumpang, bus media wajib berkeliling ke seluruh arena pertandingan,” kata Olii.
Transportasi di kompleks arena
Pengaturan transportasi di dalam arena kompleks olahraga Jakabaring, Palembang juga masih kacau. Larangan penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil yang dicanangkan oleh pengelola Jakabaring Sport City, nyaris tidak dipatuhi.
Pengamatan Kompas sepanjang Jumat (17/8/2018), ratusan kendaraan roda empat dan roda dua berbahan bakar bensin premium atau solar, masih berseliweran di dalam kompleks. Di pintu masuk, petugas keamanan kerap bertindak diskriminatif meloloskan beberapa kendaraan untuk masuk, namun bertindak keras melarang pengguna kendaraan lain.
Direktur Utama JSC Bambang Supriyanto, sebelumnya menyebutkan kawasan JSC harus steril dari kendaraan berbahan bakar fosil. Pengelola JSC bertekad menerapkan konsep kota olahraga hijau sejak Kamis (16/8/2018).
Selain itu, penggunaan shuttle bus yang berangkat dari pintu utama untuk mengangkut warga, relawan, serta atlet dan ofisial yang ingin keluar wisma atlet, juga belum tersosialisasikan dengan baik. Sempat terjadi pertengkaran mulut antara sopir dengan seorang penumpang ofisial asal Jawa Timur yang merasa tidak mendapat pelayanan baik.
Awalnya, ofisial itu menyetop bus rute 2 di tengah jalan untuk kembali ke Wisma Atlet di kompleks rusunawa. Namun ternyata, bus yang dinaikinya hanya sampai ke pul di pintu utama. Sopir itu meminta sang ofisial untuk berganti bus. Ia protes kepada sopir dan kemudian berteriak dengan umpatan khas Jawa Timur. Namun sopir yang masih berusia muda itu ternyata mengerti umpatan dimaksud dan berbalik menghardik. Hampir terjadi perkelahian, namun ada yang melerai.
Menyadari kekurangan
Mendengar kabar itu, Anthony tidak menampik banyak kekurangan di MPC Palembang. Bahkan, dirinya pun mengkritik kebijakan panitia setempat yang hanya menyediakan tiga bus untuk awak media yang jumlahnya ratusan orang itu. Di sisi lain, ia juga mengkritik interval waktu keberangkatan bus yang terlalu lama, yakni mencapai 30 menit sekali. Demikian, ia pun tak setuju awak media disuruh berjalan kurang lebih 100 meter dari depan gerbang utama Kompleks Olahraga Jakabaring hingga ke halte bus pengantar.
Untuk itu, ia pun segera meminta Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia (Inasgoc) dan panitia lokal untuk memperbaiki semua keluhan tersebut. Ia sendiri menyatakan, bus untuk awak media paling sedikit harus ada 10 unit. Jika bus habis, harus ada kendaraan cadangan, seperti mobil mini bus minimal dua unit. Sedangkan interval waktu keberangkatannya paling telat harus 15 menit sekali.
”Bus atau supir bus juga tidak boleh kaku. Apabila bus sudah penuh, mereka harus segera jalan agar awak media tidak menunggu-nunggu lagi,” ujar Anthony.
Di samping itu, Anthony pun meminta panitia yang ada memperhatikan kondisi ruang media dan tempat konferensi pers di setiap arena pertandingan. Sejauh ini yang dilihatnya, ada beberapa arena yang terlalu jauh antarzona campuran (mixed zone) dan ruang konferensi pers. Kondisi itu bisa menghambat awak media untuk berpindah tempat dalam waktu singkat setelah berada di mixed zone ke ruang konferensi pers.
”Saya juga minta harus ada ruang internal untuk atlet yang tidak boleh bercampur dengan panitia maupun media di Wisma Atlet. Saat ini, ruangan itu belum ada di Wisma Atlet,” katanya.
Ihsan menuturkan, dua-tiga hari terakhir, MPC Palembang memang belum siap. Namun, karena media sudah berdatangan, MPC itu akhirnya sudah tetap dioperasikan. Sejatinya, MPC itu benar-benar siap saat peresmian pada Jumat ini.
”Namun, kami akan tampung semua keluhan itu dan siap membenahinya. Dalam waktu dekat, akan datang bus-bus tambahan sehingga nanti bus untuk awak media sekitar 10 unit. Untuk interval waktu keberangkatan, kami akan evaluasi lagi. Namun, tidak menutup kemungkinan, akan beroperasi setiap 15 menit sekali,” tutur Ihsan.
Terkait layanan internet, Ihsan menjelaskan, sejatinya ada 50 unit jaringan internet portabel di MPC Palembang. Hanya saja, karena daya listrik tak mencukupi, jaringan internet itu belum bisa bekerja optimal. Padahal, jaringan internet itu sudah berkecepatan tinggi, yakni rata-rata 100 Mbps. ”Namun, kami sudah menyiapkan jaringan listrik tambahan agar semua kebutuhan listrik di MPC bisa bekerja optimal, termasuk untuk menjalankan layanan internet yang ada,” ujarnya.
Ihsan menambahkan, semua ini terjadi karena memang koordinasi antardepartemen atau bidang di Palembang tidak berjalan dengan optimal. Salah satu sebabnya, mereka minim pengalaman. Apalagi, ini untuk pertama kali ada ajang internasional level Asia di Palembang. ”Semua hambatan yang ada bukan disengaja melainkan karena kesalahpahaman antar panitia,” katanya.
Inanda mengutarakan, pihaknya berharap OCA ataupun Inasgoc mulai membuat penjadwalan yang tegas dan jelas, terutama untuk manajemen transportasi. Dengan itu, awak media dan juga supir serta awak bus bisa bekerja dengan teratur.
”Kalau sudah ada jadwal jelas, awak media bisa tahu kapan harus menanti bus. Di sisi lain, supir juga tahu kapan harus menjemput awak media tersebut,” tutur Inanda.