JAKARTA, KOMPAS — Taekwondoin putri Indonesia, Mariska Halinda, meminta maaf atas kegagalannya menambah medali bagi tim Indonesia pada Asian Games 2018. Mariska adalah atlet senior yang menjadi andalan tim taekwondo Indonesia untuk meraih medali pada disiplin kyrugi atau pertarungan.
”Saya meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia dan semua pihak yang sudah membantu saya selama ini karena saya gagal menambah medali bagi Indonesia,” kata Mariska, sambil menahan tangisnya.
Mariska adalah atlet kyorugi paling senior yang masih bertahan di pelatnas. Mariska dipanggil ke pelatnas pada 2014 dan pernah mengikuti Asian Games Incheon 2014.
Mariska menunjukkan keperkasaannya dengan meraih medali emas pada SEA Games 2015 dan 2017. Bersama atlet pelatnas lainnya, Mariska menjalani pelatihan intensif di Korea Selatan selama empat bulan terakhir dan meraih medali perunggu pada Kejuaraan Taekwondo Asia dan medali emas di Universiade, Mei lalu.
Atlet berusia 24 tahun itu tampil pada kelas -53 kilogram. Ia tampil sangat dominan pada babak perdelapan final dengan mengalahkan atlet Timor Leste, Maria M de Jesus Boavida Barros. Mariska yang sangat dominan menang 28-3.
Pada babak perempat final, Mariska menghadapi taekwondoin Lebanon, Laetitia Aoun. Laga di antara keduanya berlangsung ketat sejak babak pertama.
Aoun dengan mudah mendapat angka demi angka, sedangkan Mariska harus bersusah payah untuk mengimbanginya. Aoun unggul 8-5 pada babak pertama.
Pada babak kedua, Mariska berusaha menyerang secara agresif dan mulai menambah angka demi angka. Namun, Aoun yang tidak banyak bergerak menyerang justru terus menambah poin sehingga unggul tipis atas Mariska dengan skor 15-14.
Pada babak ketiga, Mariska terus berusaha untuk menang, tetapi justru nilai Aoun yang bertambah dengan cepat. Mariska mendapat beberapa poin saat Aoun dihukum karena terlalu pasif. Namun, Mariska akhirnya harus menyerah dengan skor tipis 22-23.
”Saya sudah mencoba bertanding sebaik-baiknya, tetapi pertahanan saya mungkin kurang rapat,” kata Mariska.
Pelatih tim taekwondo Taufik Krisna mengatakan, secara teknik dan taktik, Mariska lebih baik dibandingkan Aoun. Taufik curiga sensitivitas alat sensor yang digunakan Mariska terlalu tinggi sehingga beberapa serangan Aoun yang seharusnya tidak mendapat poin karena terlalu lemah justru mendapat poin.
”Kami sudah mempelajari alat sensor itu dan kami tahu banyak tendangan Aoun seharusnya tidak menghasilkan angka,” kata Taufik.
Kecurigaan Taufik cukup wajar karena sebelum Mariska berlaga, pertandingan sempat dihentikan selama tiga jam karena kerusakan pada alat sensor.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Taekwondo Indonesia (PBTI) Dirc Richard menilai Mariska sedikit gugup sehingga kehilangan daya tekan pada awal laga. Mariska juga kurang beruntung sehingga ada banyak serangan yang tidak menghasilkan angka.
”Mariska seharusnya terus berinisiatif menekan dan mendominasi permainan. Ada beberapa taktik serangan balik yang kurang tepat. Namun, faktor kurang beruntung juga menjadi faktor pengganjal,” kata Richard.
Kegagalan Mariska juga diikuti oleh Reynaldi Atmanegara pada kelas -58 kg putra dan Shaleha Fitriana Yusuf pada kelas -67 kg. Reynaldi kalah pada babak 16 besar dari Hou Kwangwu dari Taiwan dengan skor telak 14-36.
Sementara itu, Shaleha harus mengakui keunggulan Liu Qing dari Makau. Setelah menjalani pertarungan ketat, Shaleha kalah 21-25.
”Kami berharap dapat memberi kejutan pada laga-laga lainnya. Masih ada tujuh nomor lagi yang akan dipertandingkan,” kata Zulkifli Tanjung, Ketua Harian PBTI.