Perang Strategi di Laga Angkat Besi
Taktik dan siasat menjadi bumbu menarik dalam laga angkat besi 48 kilogram putri. Dari gertakan Sri Wahyuni hingga sosok misterius lifter Korea Utara, Ri Song Gum.
Ketegangan terasa di balik panggung kejuaraan angkat besi Asian Games 2018 di Hall A, JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (20/8/2018).
Dua ofisial memijat punggung dan kaki lifter Sri Wahyuni Agustiani. Tim pelatih lainnya sibuk memperhatikan monitor yang menampilkan jumlah angkatan setiap atlet. Pelatih juga memeras otak, menentukan strategi jitu untuk membawa lifter Indonesia ke podium juara.
Pada hari pertama cabang angkat besi, Indonesia mengirimkan Sri Wahyuni dan lifter muda berusia 18 tahun, Yolanda Putri, di nomor 48 kilogram putri. Saat bersamaan, Surahmat menjadi wakil Indonesia di kelas 56 kg putra.
Sejak kompetisi dimulai, persaingan angkat besi putri sudah terbaca. Dari 12 lifter yang berkompetisi, Sri Wahyuni dan lifter Korea Utara, Ri Song Gum, memasang target angkatan pertama tertinggi, yaitu 85 kg.
Setelah keduanya sukses melakukan angkatan pertama, lifter Korut menaikkan angkatan menjadi 87 kg. Kekuatan, kecepatan, dan stabilitas angkatan menunjukkan Ri Song Gum bukan lawan yang mudah ditaklukkan.
Tak mau menyerah, Sri Wahyuni berusaha menggertak lawan dengan angkatan 88 kg. Namun, tangan Sri Wahyuni terlalu condong ke depan sehingga barbel jatuh saat diangkat. Baru pada angkatan ketiga, dia berhasil melakukannya.
Ketegangan sempat surut saat lifter Korut gagal di angkatan ketiga dengan beban 90 kg. Unggul 1 kilogram pada angkatan snatch, membuka peluang Indonesia meraih emas.
Akan tetapi, persaingan tak berhenti di situ. Lifter Korsel berani memasang target angkatan pertama clean and jerk 112 kg, atau 5 kilogram di atas angkatan Sri Wahyuni.
Kepada Kompas, pelatih kepala tim angkat besi Indonesia Dirdja Wihardja menunjukkan hitungan angkatan pada secarik kertas. ”Kami putuskan mengamankan medali perak dahulu. Pada angkatan kedua, jumlah angkatan akan dinaikkan menjadi 112 kg. Kalau Yuni berhasil, lifter Korut pasti keteteran,” kata pelatih yang berpengalaman menangani atlet sejak Asian Games 2006.
Di luar dugaan, beban itu terjatuh sebelum Sri Wahyuni bisa berdiri sempurna. Pada angkatan ketiga, Sri Wahyuni juga gagal melakukan angkatan dengan jumlah yang sama. Dengan hasil itu, Sri Wahyuni mengumpulkan total angkatan 195 kg (snatch 88 kg, clean and jerk 107 kg).
Hal itu membuat Ri Song Gum berjaya dengan angkatan total 199 kg (snatch 87 kg, clean and jerk 112 kg). Dia dipastikan meraih emas meskipun gagal melakukan dua angkatan selanjutnya.
Pelatih putri Supeni mengakui lifter Korut lebih baik. Selama ini, Sri Wahyuni belum pernah melakukan simulasi angkatan pertama di atas 110 kg. Sementara lifter Korut berani memasang jumlah angkatan pertama clean and jerk 112 kg.
Kekuatan Korut memang di luar dugaan. Selama ini, Ri Song Gum jarang mengikuti kejuaraan. Setelah menempati peringkat empat di Kejuaraan Dunia 2015, Ri Song Gum tidak muncul pada sejumlah kejuaraan internasional. Dia kembali tahun lalu saat menyabet emas Universiade 2017. Pada kejuaraan yang sama, Sri Wahyuni meraih perunggu.
”Saya memohon maaf kepada masyarakat Indonesia, kali ini belum bisa menyumbang emas. Namun, saya yakin atlet telah melakukan yang terbaik,” ujar Supeni.
Tak menyerah
Sri Wahyuni adalah lifter asal Banjaran, Kabupaten Bandung. Keterbatasan ekonomi membuat Sri Wahyuni hampir putus sekolah.
Akan tetapi, terlahir dari keluarga pas-pasan, tidak membuat dia menyerah. Pada 2010, dia dan adiknya berlatih angkat besi di tempat mantan lifter nasional Maman Suryaman.
Semangat tak kenal menyerah itu berlanjut bersama bakatnya di angkat besi. Pada penampilan perdana di Olimpiade 2016, Sri Wahyuni meraih medali perak. Setahun setelahnya, Sri Wahyuni merebut medali emas Islamic Solidarity Games. Di Asian Games Incheon 2014, Sri Wahyuni meraih perak.
Penampilan yang selalu meningkat pada sejumlah kejuaraan membuat Sri Wahyuni diandalkan meraih medali emas Asian Games. Keyakinan itu bertambah kuat saat juara dunia 2017 asal India, Mirabai Chanu (48 kg), mundur karena cedera punggung bawah. Juara bertahan Asian Games 2014, Margarita Yelisseyeva (Kazakhstan), juga absen terkait doping.
Kemarin, Sri Wahyuni bangun lebih cepat dari bunyi alarm jamnya. Setelah shalat subuh, dia bersiap-siap menjalani kejuaraan. Sambil menunggu waktu kompetisi, anak pertama dari empat bersaudara itu menggenggam tasbih pemberian ibunya yang selalu menemaninya di setiap kejuaraan.
”Sebenarnya saya tidak merasa tertekan meraih emas. Saya tampil tanpa beban. Hanya saja, mungkin ini belum rezeki saya. Mudah-mudahan saya bisa meraih hasil lebih baik di kejuaraan selanjutnya,” ujar Sri Wahyuni.