Olahraga Mengubah Wajah Kota
Olahraga telah mengubah wujud Palembang. Dalam dua dekade, kawasan semak belukar dan rawa di seberang Sungai Musi telah berubah menjadi Kompleks Olahraga Jakabaring.
Hari panas terik. Puluhan pria sibuk membersihkan semak di tepi anak sungai di kawasan Seberang Ulu 1, Kota Palembang, Sumatera Selatan, suatu siang di tahun 1998. Ada yang mencabut rumput, ada pula yang menebas perdu.
Suasana di sekitarnya sangat sepi. Tidak ada satu rumah pun di sana. Padahal, mereka hanya berjarak 100 meter dari jalan raya. Sejauh mata memandang hanya terlihat semak belukar di atas rawa-rawa.
Para pria terlibat dalam program Jaring Pengaman Sosial yang digagas pemerintah pada masa krisis ekonomi 1998. Program itu membuka lapangan kerja agar warga punya penghasilan. Saat itu, Kompas sempat mengkritisi urgensi program itu sebagai mubazir karena kawasan itu tak berpenghuni.
Kisah itu memperlihatkan, pada dua dekade lalu, kawasan Seberang Ulu 1, yang kini lebih dikenal sebagai Jakabaring, adalah wilayah rawa-rawa sangat luas dan nyaris tidak berpenghuni.
Jakabaring dihindari warga Palembang, kecuali bagi pemancing ikan dan pelintas yang mencari jalur alternatif ke Ogan Komering Ilir. Daerah itu rawan perampokan karena sangat sepi.
Namun, lihatlah wajah Jakabaring saat ini. Kawasan rawa-rawa tetap ada, tetapi sebagian besar telah berubah wujud. Tidak ada lagi kengerian di sana.
Pemprov Sumsel didukung pemerintah pusat telah membangun kompleks olahraga terlengkap di Indonesia di Jakabaring. Di dalam kompleks itu tersedia berbagai arena olahraga pada wilayah seluas 400 hektar. Tahun ini, Jakabaring dipercaya menjadi tuan rumah Asian Games 2018 selain Jakarta.
Rawa-rawa itu telah menemukan jati diri sebagai pusat kegiatan olahraga kelas dunia. Jakabaring menjelma sebagai kota satelit baru dan ikon baru Kota Palembang.
Bagaimana Jakabaring berubah wujud? Siapa yang merencanakan semua itu?
Tokoh di balik rencana besar itu adalah mantan Gubernur Sumsel (1998-2003) Rosihan Arsyad. Pada awal masa jabatannya, perwira tinggi TNI Angkatan Laut itu menyodorkan nama Palembang sebagai tuan rumah Pekan Olahraga Nasional 2004. Sejak Orde Baru, belum ada kota di luar Jawa berani menggelar pesta olahraga terbesar Tanah Air itu.
Niat Rosihan terbilang berani karena Palembang nyaris tidak memiliki sarana dan prasarana olahraga memadai. Namun, Rosihan kukuh. ”Palembang akan menjadi kota besar apabila PON dilaksanakan di sini,” begitu kata Rosihan ketika mencanangkan PON Sumsel 2004. Ucapan Rosihan itu terbukti.
Dalam buku biografi Rosihan Arsyad, Menerjang Ombak Menembus Awan, terlihat betapa dia bekerja keras membangun Jakabaring dari nol. Saat awal dibangun pada 2001, lahan rawa seluas 30 hektar dikeruk menjadi kolam penampungan air. Tanah kerukan diuruk ke atas lahan yang sekarang menjadi Stadion Gelora Sriwijaya.
Saat pemancangan batu pertama, lahan yang ditimbun baru seluas lapangan sepak bola. Untuk menuju lokasi, seluruh tamu menyeberangi rawa menggunakan perahu. Akhirnya menjelang PON 2004, stadion berbiaya Rp 98 miliar itu selesai dibangun.
Sayangnya, Rosihan tidak ikut membuka PON yang dirancangnya. Posisinya digantikan Syahrial Oesman dalam sebuah pemilihan dramatis di DPRD Sumsel dengan selisih satu suara.
Pembangunan lain di era Rosihan adalah renovasi Masjid Agung di tepi Sungai Musi. Kawasan sekitar masjid yang semula kumuh semakin rapi dan masjid terbesar di Sumsel itu menjadi bagian tidak terpisahkan dari Jembatan Ampera.
Tak hanya olahraga
Jakabaring pun tidak hanya arena olahraga. Di sekelilingnya tumbuh perkantoran, hotel, pusat perbelanjaan dan hiburan, serta kompleks perumahan menengah ke atas. Untuk transportasi, tersedia jaringan kereta ringan (LRT) yang menghubungkan Jakabaring dan Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II.
Namun, Palembang bukan hanya Jakabaring. Lokasi lainnya juga maju pesat. Bangunan megah bermunculan. Yang paling menonjol adalah hadirnya belasan hotel berbintang dan pusat perbelanjaan modern.
Wilayah bekas pabrik pemintalan di kawasan Patal sampai ke Kenten, misalnya, telah menjadi kota satelit yang lengkap. Bahkan, wilayah Gandus di hulu Sungai Musi yang dulu terasa jauh dari kota kini menjadi salah satu wilayah permukiman baru.
Sepeninggal Rosihan, kemajuan Palembang, terutama bidang olahraga, semakin terasa di era Alex Noerdin sebagai gubernur (2008-2018). Alex menyiapkan pembangunan Sumsel, terutama Palembang, lewat jalur olahraga.
Hanya dalam dua dekade, Palembang berubah drastis. Memang tidak semuanya langsung menjadi bagus karena kawasan kumuh masih ada. Namun, jika lama tidak ke Palembang, Anda akan terkejut melihat perubahan kota itu. Jadi, datanglah. Mumpung ada Asian Games 2018.