SUBANG, KOMPAS - Tim nasional balap sepeda jalan raya Indonesia gagal menyumbangkan medali Asian Games 2018. Pada lomba hari terakhir di Kabupaten Subang, Jawa Barat, Jumat (24/8/2018), dua pebalap nasional yang turun di nomor individual time trial putra dan putri finis di luar lima besar.
Pada ITT putri 20 kilometer, pebalap nasional Yanthi Fuchianty finis di peringkat ke-8 dari 12 pebalap dengan waktu 35 menit 46,03 detik. Dua hari sebelumnya, pada nomor balapan jalan raya 100 km, Yanthi finis di posisi ke-16 dari 21 pebalap dengan waktu 3 jam 5 menit 1 detik.
”Saya sudah berusaha, tetapi belum berbuah medali. Saya mohon maaf kepada masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Lomba ITT putri dimenangi pebalap Korea Selatan Na Ahreum dengan catatan waktu 31 menit 57,1 detik. Hasil itu memastikannya memborong dua medali emas karena sebelumnya juga menjadi yang tercepat di balapan jalan raya.
Pebalap Jepang, Eri Yonamine, yang finis 0,16 detik setelah Na Ahreum, meraih perak. Pebalap Hong Kong, Wing Yee Leung, merebut perunggu dengan catatan waktu 34 menit 22,15 detik.
Menurut Yanthi, ketiga pebalap peraih medali itu mempunyai stamina lebih kuat dan lebih berpengalaman. Untuk itu, pebalap Indonesia membutuhkan tambahan jam terbang dengan lebih banyak mengikuti lomba tingkat internasional.
Walaupun gagal meraih medali, Yanthi cukup puas dengan catatan waktunya di lomba itu. ”Catatan waktu pada lomba ITT memecahkan rekor saya pribadi. Di latihan, waktu terbaik 38 menit. Di lomba ini waktu saya 35 menit. Semoga ke depannya lebih baik lagi,” ujarnya.
Kegagalan juga dialami pebalap nasional putra, Aiman Cahyadi, pada lomba ITT 40 km. Aiman finis di posisi ke-7 dari 17 pebalap dengan waktu 59 menit 36,23 detik. Medali emas di nomor ini direbut pebalap Kazakhstan, Alexey Lutsenko, yang menyelesaikan lomba dalam waktu 55 menit 37,13 detik. Alexey juga meraih emas pada nomor balap jalan raya 150 km. Di nomor ini, Aiman hanya finis di posisi ke-9 (3 jam 26 menit 1 detik).
Kegagalan meraih medali ini menjadi evaluasi pelatihan dan pembinaan di Tanah Air. Indonesia juga bisa belajar dari Thailand yang menerapkan pembinaan berkelanjutan sehingga bisa meraih perunggu dan menempatkan dua pebalapnya di lima besar pada nomor balapan jalan raya putra 150 km.
”Thailand memiliki pembinaan berkelanjutan. Program latihannya berjalan konstan. Berbeda dengan di Indonesia, yakni tim sering dibubarkan setelah lomba sehingga harus mulai dari nol lagi untuk lomba ajang selanjutnya,” tutur Aiman.
Pelatih tim balap sepeda jalan raya Indonesia, Rudy Dwi Januar, mengakui, sistem di pelatnas perlu dibenahi. (TAM)