JAKARTA, KOMPAS Pesenam artistik Rifda Irfanaluthfi dan Agus Adi Prayoko menyudahi kemarau prestasi senam Indonesia di Asian Games. Rifda meraih perak dan Agus meraih perunggu, di tengah dominasi China, Jepang, dan Korea Selatan, Jumat (24/8/2018), di JIExpo, Jakarta.
Prestasi ini menjadi sejarah bagi Indonesia. Sejak Asian Games pertama, prestasi terbaik Indonesia di nomor individu hanya mencapai delapan besar dalam senam lantai pada 1982.
Rifda meraih perak seusai tampil energik di atas panggung senam lantai. Dengan lagu bertempo cepat ”Bella Dona”, pesenam 18 tahun itu menguasai panggung seluas 12x12 meter.
Meski sempat mendarat tidak mulus pada salto pertama, Rifda menyelesaikan dua salto selanjutnya dengan mulus. Juri yang terpukau dengan koreografi Rifda memberi nilai 12,750. Rifda hanya kalah dari pesenam Korea Utara, Kim Su Jong (13,025).
”Ini, kan, nomor kesenangan Rifda. Tadi bisa dapat perak karena koreografinya sangat bagus. Tidak ada yang bisa menyaingi Rifda dari penilaian koreografi,” ucap pelatih artistik putri, Eva Novalina Butar Butar.
Lagu ”Bella Donna” turut berperan penting dalam kemenangan Rifda. Untuk menyesuaikan dengan ritme lagu yang ceria ini, Rifda tampil dengan potongan rambut yang pendek.
Rifda yang hanya menempati peringkat kelima pada kualifikasi membuat kejutan dengan naik ke peringkat kedua. Dia menggusur pesenam China, Chen Yi Le.
Seusai pembawa acara memastikan Rifda mendapat perak, Eva dan Rifda berpelukan. Eva sangat senang. Akhirnya, sang anak asuh bisa mewujudkan mimpi Eva yang sempat tertunda pada Asian Games 1986. Adapun Eva yang saat itu berumur 13 tahun tidak bisa melanjutkan perjuangan ke babak final karena peraturan pembatasan umur.
Kemarin, Rifda tampil dengan dua lutut yang dibebat. Cedera di lutut kanan berasal dari Seri Kejuaraan Dunia di Mersin, Turki, Juni 2018. Lutut satunya lagi cedera setelah kualifikasi.
”Saya lupakan sakitnya. Kalau sudah dengar musik, sakit dan grogi hilang semua,” kata Rifda.
Selain Rifda, Agus juga mengakhiri kemarau medali senam. Meski bukan unggulan, Agus tampil percaya diri di final kuda-kuda lompat. Dua lompatannya membuat juri memberi nilai 14,125. Agus hanya kalah dari pesenam Hong Kong, Shek Wai Hung (14,612), dan pesenam Korsel, Kim Hansol (14,550).
”Karena tidak diunggulkan, saya tidak mikir apa-apa, yang penting tampil. Enggak pernah kepikiran medali. Fokus ke diri sendiri saja,” kata Agus.
Selama uji coba di Doha, Qatar, dan Koper, Slovenia, Agus tidak menunjukkan potensi maksimal. Dia selalu gagal di babak kualifikasi seri kejuaraan dunia.
Pelatih Agus, Indra Sabarani, mengatakan, uji coba tidak dapat menjadi indikasi prestasi. Dia selalu menjadikan uji coba sebagai percobaan teknik-teknik baru yang akan digunakan di Asian Games. ”Kami sudah siapkan puncaknya di sini,” tutur pelatih yang sudah mengasuh Agus sejak tahun 2000.
Secara keseluruhan penampilan tim senam artistik cukup fantastis. Selain membuat sejarah baru dengan dua medali, mereka menembus tiga final individu dan satu nomor final tim. (KEL)