Langkah tim nasional Indonesia U-23 kembali terhenti di babak 16 besar. Namun, tidak perlu berkecil hati. Timnas kini semakin matang, baik mental maupun teknik permainannya.
BEKASI, KOMPAS Kekalahan tim nasional sepak bola U-23 Indonesia dari Uni Emirat Arab, 2-2 (3-4), pada laga babak 16 besar Asian Games 2018 menyisakan kekecewaan, Jumat (24/8/2018). Namun, di balik kekalahan itu, skuad ”Garuda” tetap membanggakan. Timnas menunjukkan diri sebagai tim yang semakin dewasa dari sisi mental ataupun teknik permainan.
Melawan pemain tim Uni Emirat Arab (UEA) yang berpostur tinggi besar, para pemain Indonesia mampu mengendalikan permainan. Pemain timnas bisa mengendalikan diri meski lawan kerap memancing emosi dengan mengulur-ulur waktu pertandingan.
Hal itu terbukti ketika UEA lebih dulu unggul berkat tendangan penalti Zayed Alameri pada babak pertama. Indonesia mampu membalasnya pada babak kedua melalui gol Alberto ”Beto” Goncalves. Ketika kedudukan sudah imbang, 1-1, wasit asal Australia yang memimpin laga itu, Shaun Robert Evans, kembali memberikan hadiah penalti kepada UEA.
Akan tetapi, Indonesia tetap mampu bangkit di penghujung laga. Di menit ke-90+4, Stefano Lilipaly mencetak gol penyeimbang. Sempat melewati babak perpanjangan waktu, laga harus ditentukan lewat adu penalti. Sayangnya, dua pemain Indonesia, Septian David Maulana dan Muhammad Hargianto, gagal mengeksekusi penalti.
Pelatih timnas UEA, Magiet Skorza, memuji permainan Indonesia. ”Kami baru menjalani laga tersulit karena melawan salah satu tim terkuat di ajang ini,” ujar pelatih asal Polandia itu. UEA selanjutnya akan melaju ke babak perempat final menghadapi Korea Utara yang menundukkan Bangladesh, 3-1.
Bagi Indonesia, kekalahan dari UEA otomatis menghancurkan impian meraih target utama menembus babak semifinal. Tim Garuda hanya bisa menyamai pencapaian empat tahun silam. Pada Asian Games Incheon 2014, Indonesia melaju ke babak 16 besar, tetapi kalah dari Korea Utara, 1-4.
Kegagalan ini membuat para pemain Indonesia larut dalam kesedihan. Sebagian besar pemain berjalan dengan wajah tertunduk. Mereka terlihat baru saja menangis.
Kiper timnas Andritany Ardhiyasa mengatakan, semua pemain sangat kecewa dengan hasil ini. Namun, kekalahan ini bukan akhir perjalanan karena masih banyak laga-laga lain yang bisa dijalani kelak. ”Saya bilang ke pemain lain untuk tidak menyerah. Kami harus terus bawa Garuda terbang lebih tinggi lagi,” katanya.
Kepemimpinan wasit
Andritany menyesalkan keputusan wasit yang mengeluarkan keputusan yang dirasa tidak adil, terutama ketika wasit memberi penalti kedua bagi UEA. Penalti tersebut diberikan setelah kapten tim nasional Indonesia Hansamu Yama Pranata menjatuhkan lawan.
Wasit juga baru memberikan kartu kuning kepada kiper UEA Mohamed Alshamsi meski sebelumnya sering mengulur-ulur waktu. Tidak hanya itu, wasit juga tidak mengganjar pemain UEA dengan kartu merah ketika melanggar keras Ilham Udin Armaiyn.
Pelatih timnas Indonesia, Luis Milla, pun melampiaskan amarahnya di ruang konferensi pers. Kepada wartawan, nada bicara Milla meninggi saat bicara soal wasit. ”Dia adalah wasit yang tidak punya hati, tidak mau melihat perjuangan pemain yang masih muda. Dia tidak layak menjadi wasit di Asian Games,” katanya.
Milla kecewa karena perjuangan pemainnya untuk berlatih bersama selama 1,5 tahun terakhir hancur oleh keputusan yang tidak adil. Milla mulai melatih timnas Indonesia pada awal tahun 2017 dan ajang Asian Games ini merupakan kontrak terakhir Milla.
Milla masih menunggu keputusan PSSI mengenai nasib kariernya. Namun, dalam jumpa pers itu, Milla seperti sedang mengucapkan perpisahan. Ia mengatakan akan pulang ke Spanyol setelah Asian Games ini. Pelatih yang membuat skuad Garuda bermain lebih indah ini mengingatkan Indonesia sudah bisa bersaing dengan negara-negara lain ”Terima kasih sudah baik terhadap saya selama ini,” kata Milla. (DEN)