Saat mengajukan diri untuk mempertandingkan cabang jetski pada Asian Games 2018, kepercayaan diri Indonesia begitu tinggi karena memiliki dua atlet, Aero Sutan Aswar dan Aqsa Sutan Aswar. Aero, juara dunia 2014, dan Aqsa, juara dalam turnamen di Kanada 2011, menjadi andalan untuk mendulang medali emas dari empat nomor yang dipertandingkan. Selain mereka, masih ada satu lagi andalan, Muhammad Farizi.
Namun, kepercayaan diri itu perlahan luntur. Dari empat nomor yang dilombakan, Indonesia sudah kehilangan peluang emas di tiga nomor, yaitu ski modified, runabout 1100 stock, dan runabout limited. Nomor endurance runabout open menjadi satu-satunya peluang yang tersisa untuk meraih emas. Namun, hal itu bukan perkara mudah karena ketiganya harus berjibaku dengan mesin jetski yang tidak optimal.
Manajer kompetisi sekaligus Sekretaris Jenderal IJBA Rinaldi Duyo di arena jetski, Ancol, Jakarta, Sabtu (25/8/2018), mengatakan, timnya tak memiliki waktu yang cukup untuk mengatur mesin. Sebanyak delapan jetski yang didatangkan dari Amerika Serikat sudah tiba di Tanah Air sejak 31 Juli 2018. Namun, seluruhnya baru bisa sampai di arena latihan pada tiga hari sebelum laga dimulai. Pengiriman barang terkendala urusan administrasi.
Padahal, dua mekanik Amerika Serikat sudah siap di Jakarta sejak jauh-jauh hari. Mereka membutuhkan waktu paling sedikit satu minggu untuk mengatur dan mencoba mesin jetski hingga mencapai performa maksimal. Dengan waktu kurang dari satu minggu, persiapan mesin sudah tentu tak optimal.
Karena itu, tim nasional Indonesia kerap terkendala masalah mesin. Farizi, atlet yang berlaga di nomor runabout 1100 stock, mengatakan, kecepatan jetskinya di bawah para pesaing. Ia masih bisa menempati posisi ketiga dan keempat di babak pertama dan kedua. Ia unggul karena menguasai medan berombak tinggi.
Namun, pada babak ketiga, posisi Farizi melorot ke peringkat ketujuh. Mesin jetskinya mati hingga tiga kali saat berlaga. Bahkan, pada babak keempat, ia terjun ke peringkat kesepuluh.
”Hari ini ombaknya datar, saya kalah cepat dari jetski-jetski lain,” katanya seusai laga final.
Bahkan, di nomor ski modified, Farizi dan Aqsa harus mundur setelah menyelesaikan babak pertama. Lagi-lagi karena jetski mereka tak memungkinkan untuk meneruskan laga.
Bergantian
Masalah mesin juga mendera Aqsa dan Aero. Pada final nomor runabout limited, Jumat lalu, Aqsa memimpin perolehan angka dan hampir memastikan merebut emas pertama. Namun, jetskinya mati saat menyelesaikan enam dari delapan putaran yang dipertandingkan. Indonesia pun harus puas dengan perunggu dari Aqsa dan perak yang direbut Aero.
Kerusakan mesin kembali terjadi pada babak pertama nomor pamungkas, endurance runabout open. Giliran jetski Aero yang bermasalah. Ia harus menyerah setelah menyelesaikan satu dari 10 putaran yang dipertandingkan.
Beruntung tak ada masalah pada jetski Aqsa. Ia finis pertama setelah menyalip Kim Jin-won (Korsel) di putaran terakhir.
”Saya memanfaatkan kondisi Kim yang lelah,” kata Aqsa.
Jika tidak ada masalah mesin, ia optimistis meraih emas karena telah mengumpulkan 400 poin, jauh di atas pesaingnya, Footrakul Supathat (Thailand) dengan 368 poin dan Kim (365 poin). (KYR)