Jalan Hidup Seorang "Paraboy"
Prestasi luar biasa diukir Jafro Megawanto di Asian Games 2018. Dia meraih sekaligus dua medali emas dari nomor akurasi beregu putra dan akurasi perorangan putra. Keduanya melalui perjuangan yang tidak mudah di tengah perubahan cuaca dan kondisi angin di kawasan Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
“Setiap pertandingan selalu menegangkan dan sama susahnya. Tapi Alhamdulillah saya sudah siap dengan kondisi apapun dan tetap fokus,” ungkap atlet kelahiran Batu, Malang, 18 Maret 1996 itu.
Jafro yang memiliki banyak penggemar wanita karena pembawaannya yang sangat ramah dan bersahaja itu, memang seorang atlet bermental tangguh. Dia lahir dari keluarga petani sederhana. Kebetulan tidak jauh dari tempat tinggalnya ada tempat berlatih paralayang. Ia biasa menonton dengan terkagum-kagum saat pilot (penerbang) paralayang melakukan penerbangan dari Gunung Banyak, Kota Batu.
Untuk bisa mendapatkan uang jajan, Jafro ikut belajar dan kemudian terjun sebagai pelipat parasut atau dikenal dengan sebutan "paraboy". Pekerjaan itu dia tekuni selama dua tahun dengan upah rata-rata hanya Rp 5.000.
Belakangan, kesabaran Jafro membantu melipat parasut berbuah manis. Dia ditawari untuk belajar paralayang oleh manajer sebuah klub paralayang di Batu, yang juga pilot andal paralayang untuk nomor lintas alam, Yoshi Pasha.
Bersama Rika Wijayanti dan Ike Ayu Wulandari yang juga kini sama-sama tergabung di Timnas Paralayang untuk Asian Games 2018, Jafro mempelajari segala hal tentang paralayang. “Belajarnya sekitar tiga bulan, dari ground handling dulu sampai terbang solo. Awalnya memang takut, tetapi semangat saya untuk menjadi pilot bisa mengalahkan rasa takut itu. Alhamdulillah, selama belajar paralayang, saya tidak mengeluarkan uang sepeserpun. Semuanya dibiayai Pak Yoshi,” papar atlet yang mengaku sudah punya calon pasangan hidup itu.
Belajar parasut di Gunung Banyak, Batu, tidaklah mudah. Pasalnya lokasi peluncuran parasut di sana memiliki tingkat kesulitan tinggi. Kondisi termal maupun anginnya yang bisa berubah dengan cepat--kurang lebih sama dengan di Puncak Bogor pada waktu-waktu tertentu--telah meminta beberapa korban calon pilot paralayang. Pengaruh positifnya adalah Jafro terbiasa terbang dengan kondisi angin dan cuaca yang cukup sulit.
“Di paralayang ini tantangan terbesar bukanlah angin, termal, atau cuacanya, melainkan diri sendiri. Di atas (saat terbang) hanya kita sendiri yang memutuskan harus melakukan apa. Kemampuan mengendalikan emosi, menjadi kunci untuk selamat,” jelas atlet lulusan SMK 17 Agustus di Batu itu.
Masuk pelatnas
Perjalanan Jafro untuk masuk Timnas Paralayang juga tidak mudah. Dia harus membuktikan dulu kualitasnya melalui berbagai kejuaraan nasional. Iklim kompetisi itulah yang juga membentuk Jafro hingga mampu menyumbangkan satu medali emas untuk Jawa Timur di PON 2016 Jawa Barat serta menempati peringkat yang tinggi dari berbagai kejuaraan nasional yang diikutinya.
Untuk biaya mengikuti kejuaraan-kejuaraan itu, Jafro menabung dari penghasilannya sebagai pilot tandem paralayang di Batu.
Salah seorang wisatawan lokal yang sempat terbang tandem bersama Jafro di Batu, mengaku sangat beruntung karena Jafro mengajaknya terbang lebih lama dari kebanyakan pilot tandem lainnya. Selain waktu terbangnya yang lebih lama (sampai 15 menit, sementara yang lainnya berkisar antara 7-10 menit), Jafro juga mengajak sang wisatawan yang diboncengnya, melakukan beberapa manuver sehingga penerbangan menjadi lebih menyenangkan.
Prestasi dari berbagai kejuaraan nasional itulah yang membawa Jafro kemudian direkrut masuk Pelatnas pada 2017, berkumpul lagi bersama kawan-kawan mainnya di Batu, Rika dan Ike. Di Pelatnas, Jafro juga membuktikan kualitasnya saat mengikuti beberapa ajang uji coba di kejuaraan-kejuaraan internasional.
Pemuda berbadan agak gempal, dengan tinggi sekitar 175 cm ini, berhasil menempati peringkat satu bersama dua pilot lainnya pada Seri Kejuaraan Dunia Paralayang Akurasi (PGAWC) 2018 di Taldykorgan, Kazakhstan, awal Mei 2018.
Tak berlebihan bila jajaran pelatih Timnas Paralayang Indonesia sangat yakin, Jafro bisa mempersembahkan medali emas untuk Indonesia di Asian Games 2018 Jakarta-Palembang.
Dengan uang bonus Rp 1,5 miliar yang dijanjikan pemerintah kepada peraih medali emas, kehidupan Jafro tentu akan berubah. Akan tetapi Jafro sendiri belum memikirkan akan digunakan untuk apa uang hadiah itu.
“Saya sih masih ingin terus latihan dan bertanding. Tapi saya sudah memikirkan untuk menyumbangkan sebagiannya (hadiah) kepada para korban di Lombok,” ungkap penggemar bakso itu.
Para penggemar Jafro hanya berharap, sang pilot yang menorehkan sejarah penting di Asian Games 2018 maupun dunia paralayang Indonesia itu, tetap menjadi pribadi yang bersahaja, ramah dan sederhana. Mereka pun ingin bisa terbang, berpetualang di udara bersama Jafro.
Jafro Megawanto
Lahir: Batu, Malang, 18 Maret 1996
Orangtua: Budi Sutrisno dan Suliasih
Pendidikan terakhir: Lulusan SMK 17 Agustus, Batu, Malang
Prestasi:
- Medali Emas PON 2016 Jabar
- Juara I Kejurnas 2017 di Wonogiri
- Juara I Kejuaraan Trip of Indonesia (TROI) 2017
- Juara I PGAWC Kazakhstan 2018
- Medali Emas Asian Games 2018