Cabang atletik Indonesia bisa lebih optimistis menatap target Olimpiade karena penampilan bagus sejumlah atlet muda di Asian Games 2018.
JAKARTA, KOMPAS Penampilan atlet-atlet atletik Indonesia di Asian Games 2018 bak angin segar yang mengembuskan optimisme. Setelah pelari gawang putri Emilia Nova dan pelompat jauh putra Sapwaturrahman tampil gemilang, kini para sprinter di tim estafet 4x100 meter putra unjuk diri. Kuartet yang terdiri dari Ahmad Fadlin, Lalu Muhammad Zohri, Eko Rimbawan, dan Bayu Kertanegara mempersembahkan medali perak pertama Indonesia setelah Asian Games 1966 di nomor itu, Kamis (30/8/2018).
Mereka juga dua kali memecahkan rekor nasional. Pada babak kualifikasi, Rabu, mereka mencatatkan waktu 39,03 detik memecahkan rekor sebelumnya 39,05 detik. Rekor baru itu mereka pecahkan lagi pada final, kemarin malam, dengan catatan waktu 38,77 detik. Indonesia pun meraih perak, sedangkan emas diraih tim Jepang (38,16 detik) dan perunggu direbut China (38,89 detik).
”Ini kerja keras kami yang berada dalam tim estafet 4x100 meter,” ujar Zohri.
Medali perak estafet 4x100 meter putra ini menjadi sejarah baru karena sejak 1966 para sprinter Indonesia tak mampu mempersembahkan medali Asian Games. Bahkan, dalam perebutan perunggu, tim Indonesia selalu kalah dari tim Thailand.
Di Asian Games 2018, Fadlin, Zohri, Eko, dan Bayu bukan sekadar mengalahkan Thailand, melainkan juga tim China. Padahal, tim China diperkuat pemegang rekor Asian Games 100 meter Su Bingtian dengan 9,92 detik yang dicetak di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Adapun tim Jepang memang di atas Indonesia. Kesenjangan tim Jepang dengan Indonesia di Asian Games 2018 terlihat jelas dari selisih waktu 0,61 detik. Tiga dari empat pelari mereka, yaitu Ryota Yamagata, Kiryu Yoshihide, dan Aska Antonio Cambridge, merupakan peraih perak Olimpiade Rio 2016 di estafet 4x100 meter putra dengan waktu 37,60 detik.
Tim estafet Indonesia memiliki potensi memperbaiki catatan waktunya karena rata-rata masih berusia muda, Zohri (18), Bayu (20), Eko (23), sedangkan Fadlin sudah berusia 27 tahun.
”Kalau saya sudah tidak ada lagi, tentu Bayu sudah siap untuk mengisi posisi saya, di posisi (pelari) pertama. Karena memang dia serba bisa,” ujar Fadlin.
Bayu yang menggantikan Boby Yaspi karena hasil bagus di nomor 200 meter, kemarin, menjadi pelari terakhir tim estafet.
Pelatih sprinter Indonesia, Eni Nuraini Sumartoyo, menegaskan, dirinya yakin anak-anak asuhnya itu bisa terus memperbaiki catatan waktunya. ”Saya sendiri justru menduga mereka akan mampu berlari 38,50 detik,” ujarnya terkait final kemarin.
Raja jalan cepat
Pada nomor jalan cepat 50 kilometer putra, Kamis pagi, atlet andalan Indonesia, Hendro Yap, memecahkan rekor nasional dengan catatan waktu 4 jam 32 menit 20 detik. Hendro memecahkan rekor atas nama Sutrisno dengan 4 jam 32 menit 32 detik, yang dicetak di Lingayen, Filipina, pada 1997.
Hendro tidak meraih medali karena finis kelima. Emas diraih Hayato Katsuki (Jepang) dengan waktu 4 jam 3 menit 30 detik. Perak dipetik Qing Wang (China) dengan 4 jam 6 menit 48 detik, sedangkan perunggu direbut Joo Hyunm-yeong (Korsel) dengan 4 jam 10 menit 21 detik.
”Saya sempat merasa sakit pada lutut kaki kiri setelah menyelesaikan 9 kilometer pertama. Namun, setelah 40 kilometer, saya yakin kalau saya mampu menyelesaikan 10 kilometer berikutnya,” ujar Hendro.
Kini, Hendro menjadi raja jalan cepat Indonesia karena dia memegang rekor nasional jalan cepat 5 km, 10 km, 15 km, 20 km, dan 50 km.
”Sayang, hingga saat ini masih belum ada calon pengganti Hendro yang memang orangnya sangat keras kemauannya serta tidak kenal menyerah,” ujar pelatih jalan cepat, Heri Surahno.
Hendro berlomba dalam kondisi lutut cedera lutut yang mendera sejak 2009. ”Sebenarnya saya harus menjalani operasi, tetapi karena menurut dokter kemungkinan pulihnya hanya 25 persen, maka saya tolak,” ujar atlet 28 tahun itu. (NIC)