JAKARTA, KOMPAS — Tim nasional bridge Indonesia tidak mampu memenuhi target 2 medali emas dalam 6 nomor yang dilombakan di Asian Games 2018. Kesalahan strategi membuat mereka harus puas dengan 4 perunggu.
Pada Sabtu (1/9/2018) di Arena Bridge JIExpo Kemayoran, Jakarta, tim bridge kembali gagal menyumbangkan emas dalam nomor pasangan. Mereka hanya mendapat 2 perunggu lewat nomor pasangan campuran, Taufik Gautama Asbi dan Lusje Olha Bojoh, serta nomor pasangan putra, Henky Lasut dan Freddy Eddy Manopo.
Dengan begitu, bridge hanya menyumbangkan 4 perunggu bagi Indonesia. Sebelumnya, 2 perunggu didapatkan dari nomor beregu campuran dan beregu supercampuran pada Senin lalu.
Raihan itu jauh dari target Pengurus Besar Gabungan Bridge Seluruh Indonesia (PB Gabsi) yang mencanangkan 2 emas. Ketua Umum PB Gabsi Ekawahyu Kasih mengatakan, kegagalan tersebut terjadi karena kesalahan strategi di nomor beregu.
”Sebetulnya peluang terbesar kita ada di nomor beregu. Tetapi, karena kesalahan strategi yang saya lakukan, kami kalah di semifinal dalam beregu,” kata Eka, pada konferensi pers seusai final pasangan.
Kesalahan strategi itu terjadi saat babak terakhir kualifikasi. Indonesia sempat berada di peringkat pertama pada nomor beregu campuran dan supercampuran. Apabila hasil itu bertahan hingga kualifikasi selesai, di semifinal, tim beregu campuran akan berhadapan dengan Pakistan dan tim beregu supercampuran akan bertemu Jepang.
Namun, Eka yang juga sebagai manajer timnas, memutuskan mengistirahatkan pemain utama dalam dua nomor itu. Hasilnya, peringkat Indonesia melorot karena kalah telak di babak terakhir. Timnas pun harus bertemu dengan China, rival terberat di Asian Games.
”Harusnya kita bertemu China di final. Karena strategi saya salah, kita jadi bertemu mereka lebih awal. Sialnya saat semifinal kemarin, mereka bermain tanpa celah,” kata Eka.
Kekalahan tersebut sekaligus menutup harapan 2 emas. Menurut Eka, timnas kurang pengalaman dalam nomor pasangan. ”Kita memang mulai melatih nomor pasangan tahun ini, biasanya main beregu,” ucap Eka.
Henky, peraih perunggu pasangan putra, mengatakan, nomor pasangan sangat tidak bisa diprediksi. Persaingan dalam nomor ini sangat ketat karena dimainkan 12 pasang dengan jumlah papan yang lebih sedikit.
Buktinya, pada sesi pertama final, Henky dan pasangannya berada di peringkat ke-12. Namun, pada sesi kedua, kemarin, mereka mampu mengejar dan menempati posisi ketiga.
Kurang pengalaman
Taufik mengatakan, kegagalan tim bridge terjadi karena kurangnya jumlah uji coba. Menurut dia, rangkaian uji coba ke Eropa dan Amerika selama setahun terakhir belum cukup.
”Lawan kami di Asian Games adalah pemain yang sudah rutin mengikuti kejuaraan setiap tahun. Sementara itu, kami baru setahun, masih belum cukup,” kata peraih 2 perunggu dari nomor pasangan campuran dan beregu campuran itu.
Selain itu, lanjut Taufik, timnas tidak memiliki pemain profesional sama sekali. Seluruh atlet bridge Indonesia memiliki kesibukan lain selain bermain bridge. ”Ada yang pegawai, ada yang pengusaha. Padahal, idealnya harus fokus latihan dan tanding bridge saja,” katanya.
PB Gabsi akan mengevaluasi hasil dalam Asian Games. Meski demikian, mereka tidak akan merombak tim yang sudah ada. Tim ini akan terus dipertahankan untuk kejuaraan selanjutnya.
”Latihan tidak akan berhenti. Kami akan terus pelajari kekurangan. Bisa jadi untuk menatap Asian Games Hangzhou 2022. Kemungkinan bridge akan dimainkan karena China kuat di cabang ini,” kata Eka.