Sukses penyelenggaraan Asian Games Jakarta-Palembang 2018 salah satunya tidak lepas dari peran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono. Dalam waktu kurang dari tiga tahun, Basuki yang ditunjuk menjadi Ketua Komite Infrastruktur dari Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia (Inasgoc) harus menyiapkan 33 dari 79 arena pertandingan. Selain itu, ia juga harus menyiapkan 14 sarana pendukung, seperti Wisma Atlet Kemayoran dan Wisma Atlet Jakabaring.
”Saya bersyukur karena tugas bisa dilaksanakan secara maksimal walaupun waktunya sangat pendek. Ini kerja keras tim Kementerian PUPR di (Direktorat Jenderal) Cipta Karya, (Dirjen) Penyediaan Perumahan, (Dirjen) Sumber Daya Air, serta Sekretariat Jenderal yang mendukung teknis administrasinya,” kata Basuki, Jumat (31/8/2018) malam, di kantor Kementerian PUPR.
Tantangan untuk menyiapkan arena pertandingan Asian Games tidaklah mudah. Selain jumlahnya banyak, lokasi arena itu tersebar, antara lain di Gelora Bung Karno, Ancol, Rawamangun, Palembang, Jawa Barat, dan Banten. Padahal, Satgas Infrastruktur yang dibentuk Kementerian PUPR baru bisa efektif bekerja sejak 2016.
Tantangan menyiapkan arena kian kompleks karena harus mematuhi sejumlah regulasi dan mengakomodasi banyak kepentingan. Dalam hal regulasi, sebagian arena di GBK termasuk dalam kategori bangunan cagar budaya atau heritage sehingga renovasi itu harus mematuhi ketentuan, seperti tidak mengubah struktur dan arsitektur.
GBK juga terikat aturan koefisien dasar bangunan atau persentase perbandingan antara luas bangunan dan lahan yang tersedia. Penataan kawasan GBK itu juga harus memperhatikan fungsinya sebagai ruang terbuka hijau.
Di sisi lain, renovasi arena juga harus memenuhi syarat kelayakan berstandar internasional. Artinya, renovasi itu harus memenuhi ketentuan federasi cabang olahraga di tingkat internasional. Terkait hal ini, Basuki punya pengalaman menolak permintaan Dewan Olimpiade Asia (OCA) untuk menunjuk perusahaan tertentu yang berpengalaman membangun arena akuatik berstandar internasional.
”Tidak bisa penunjukan langsung seperti itu karena ini uang negara sehingga harus tender. Kalau yang penting ada sertifikat dari FINA (Federasi Renang Internasional), saya bertanggung jawab mendapatkan sertifikat itu,” katanya.
Di luar aspek regulasi itu, renovasi dan penataan kawasan di GBK juga mengakomodasi kepentingan pemeliharaan jangka panjang. Oleh karena itu, arena dirancang multifungsi sehingga bisa dimanfaatkan untuk mendatangkan pemasukan dari kegiatan di luar ajang olahraga.
Dengan total anggaran penyiapan infrastruktur arena dan sarana penunjang yang mencapai Rp 7,4 triliun itu, Indonesia kini memiliki berbagai arena yang diakui sebagai yang terbaik di Asia. Pengakuan itu datang dari sejumlah perwakilan federasi cabang di Asia, seperti pengakuan pada arena akuatik, dayung, hoki, velodrom, dan jetski.
”Alhamdulillah apa yang kita persiapkan bisa dipakai dan semua merasa oke. Ini menjadi kebanggaan Indonesia,” kaatanya.
Indonesia memang boleh berbangga karena penyiapan arena dan infrastruktur pendukung itu juga melibatkan sejumlah perancang yang tergabung dalam Ikatan Arsitek Indonesia. Selain itu, pemerintah daerah juga berperan penting dalam membantu penyiapan arena itu.
Asian Games 2018 meninggalkan legasi berbagai fasilitas olahraga yang lebih baik dari sebelumnya. Basuki berharap, dengan arena dan fasilitas yang lebih baik itu, prestasi olahraga nasional ke depan juga lebih baik. (NAD/WHY)