Atlet Nasional Harus Rawat Semangat Sembari Tingkatkan Prestasi
Oleh
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Atlet-atlet Indonesia memiliki tugas berat merawat semangat dan meningkatkan prestasi menjelang SEA Games Filipina 2019 dan Olimpiade Tokyo 2020. Dua ajang itu bakal menguji ketangguhan atlet nasional setelah berlatih keras dan memanen hasilnya dengan merebut 31 medali emas di Asian Games 2018.
Indonesia harus belajar dari kegagalan mempertahankan prestasi yang terjadi lima tahun lalu. Saat menjadi tuan rumah SEA Games 2011, Indonesia adalah juara umum.
Akan tetapi, di SEA Games Myanmar 2013, Indonesia melorot ke peringkat keempat. Setelah itu Indonesia selalu kesulitan finis di tiga besar.
Hal itu disampaikan Ketua Kontingen Indonesia untuk Asian Games 2018 Syafruddin sesaat sebelum mengikuti acara perpisahan dengan para atlet Indonesia di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Minggu (2/9/2018). Acara itu digelar menjelang para atlet mengikuti acara penutupan Asian Games di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.
”Bersamaan dengan penutupan Asian Games 2018, tugas saya sudah selesai. Saya berharap sistem keuangan tidak lagi berbelit-belit dan pembinaan cabang olahraga dapat dipertahankan. Jangan sampai kendor,” ujar Syafruddin.
Ke depan, Syafruddin tetap akan menjadi konsultan tim Indonesia untuk ajang-ajang olahraga berikutnya. Tujuannya, agar strategi yang kini sudah berjalan dengan ideal bisa dipertahankan sekaligus memperbaiki kekurangan yang ada.
Strategi yang tepat dalam pembinaan atlet, kata Syafruddin, sangat diperlukan karena keberhasilan tim Indonesia di Asian Games 2018 ini sudah menjadi awal kebangkitan prestasi olahraga. Tidak hanya di level Asia Tenggara, Indonesia juga berjaya di Benua Asia. Hanya Indonesia yang menjadi wakil Asia Tenggara di peringkat 10 besar peraih medali emas terbanyak di Asian Games 2018.
”Bukan hanya masyarakat, saya sendiri juga terkejut dengan pencapaian Indonesia kali ini,” kata Syafruddin yang terus mengawal persiapan para atlet di semua cabang selama tujuh bulan terakhir. Dari awalnya hanya menargetkan 16 medali emas, Indonesia bisa meraih hampir dua kali lipat lebih banyak.
Menurut Syafruddin, selain hasil dari berlatih, ada simbiosis mutualisme antara masyarakat dan atlet yang menjadi faktor keberhasilan para atlet. Ajang Asian Games 2018 mampu dikemas menarik sehingga mendorong masyarakat hadir langsung mendukung atlet saat berlaga. Dukungan itu pun menjadi penyemangat sehingga atlet nasional bisa menampilkan yang terbaik.
”Antusiasme masyarakat sangat membanggakan. Meski atlet menang atau kalah, mereka tetap mendukung dengan semangat. Wushu pun lebih dikenal,” kata Lindswell Kwok, peraih emas wushu, yang hadir dalam acara tersebut.
Beberapa atlet peraih emas juga hadir dalam acara itu. Mereka mengaku telah mendapat bonus yang dijanjikan pemerintah. Beberapa pihak juga memberikan penghargaan kepada atlet peraih emas, salah satunya Harian Kompas yang memberikan akses berlangganan platform berita digital kompas.id untuk seumur hidup.
Minim uji tanding
Meski pencapaian Indonesia luar biasa dalam Asian Games 2018, sejumlah atlet masih mengeluhkan minimnya jam terbang. Hal ini membuat kemampuan mereka kerap tertinggal dibandingkan dengan pesaing dari negara lain.
Petinju kelas bantam 56 kilogram Sunan Agung Amoragam mengatakan, sejak Desember 2017 hingga waktunya bertanding, dia hanya mengikuti dua uji tanding di luar negeri.
”Sedangkan lawan, sebulan bisa dua kali bertanding. Akhirnya, kami kalah pengalaman,” ujar Agung yang meraih perunggu. Agung adalah satu-satunya petinju putra Indonesia yang lolos ke babak semifinal.
Agung yang pertama kali tampil di Asian Games juga berharap pembinaan cabang olahraga tinju terus berlanjut dan tidak terpotong. Pasalnya, di tingkat Asia saja, ada juara dunia seperti Uzbekistan yang mengumpulkan lima emas dalam Asian Games kali ini.
Atlet cabang layar, Nugie Triwira, juga berharap hal serupa. Uji tanding lebih banyak bisa mengasah mental di laga sesungguhnya.
”Untuk ajang sebesar Asian Games ini, kami tidak mengikuti uji coba. Sementara lawan-lawan kami yang rutin ikut kejuaraan, kemampuannya semakin kuat saja,” katanya. Di Asian Games 2018, layar Indonesia gagal meraih medali.
Pedayung kano/kayak slalom timnas Indonesia, Reski Wahyuni, juga mengeluhkan telatnya kedatangan peralatan.
”Alatnya baru tiba seminggu sebelum lomba. Padahal, atlet butuh adaptasi dengan alat baru,” ujar Wahyuni yang hanya sampai pada babak final kano/kayak slalom. (DEN/IKI)