Memiliki velodrom baru berkualitas internasional tidak begitu saja menghasilkan pebalap sepeda disiplin trek yang mumpuni. Persiapan yang minim, baik dari sisi teknis maupun jumlah atlet, membuat tim balap sepeda trek Indonesia tidak mendapatkan medali pada Asian Games 2018.
Pelatih kepala tim balap sepeda Dadang Haries Poernomo mengakui, kemampuan pebalap sepeda trek nasional masih jauh tertinggal dari negara lain untuk mendapatkan medali di tingkat Asia. Dia mengatakan, waktu efektif pemusatan latihan hanya berlangsung 11 bulan. Mereka juga baru bisa berlatih di arena sebulan sebelum bertanding karena tidak ada velodrom yang bisa digunakan.
Pembinaan atlet pun relatif terlambat ketimbang negara lain. ”Bagaimana kami mau mencari atlet, sepeda khusus untuk trek yang dibutuhkan baru datang sebulan sebelum Asian Games 2018,” ujar Ketua Umum Ikatan Sepeda Sport Indonesia Raja Sapta Oktohari.
Setelah lama terbengkalai karena ketiadaan sarana velodrom yang memadai, tim balap sepeda trek baru dibentuk lagi sebelum SEA Games Kuala Lumpur 2017. Padahal, kata Dadang, atlet yang andal ditempa oleh proses latihan bertahun-tahun.
Ia mencontohkan, Malaysia telah membina atletnya selama 17 tahun setelah paceklik prestasi saat jadi tuan rumah SEA Games 2001. Dari pembinaan itu lahir Josiah Ng, yang membawa Malaysia ke papan atas balap sepeda trek dunia. Setelah Ng pensiun, Malaysia memiliki juara dunia keirin 2017, Mohd Azizulhasni Awang. Awang sebelumnya meraih emas Asian Games Guangzhou 2010 dan perunggu nomor keirin Olimpiade Rio de Janeiro 2016.
Balap sepeda trek memang tidak ditargetkan memperoleh medali. ”Perlu proses panjang bagi Indonesia, setidaknya 2-3 tahun untuk mengukir prestasi tertinggi di Asia,” ujar Dadang.
Selain itu, tim nasional juga tidak mempunyai atlet yang cukup untuk mengikuti seluruh nomor pertandingan. Pebalap dari disiplin lain pun diturunkan di nomor trek, seperti Elga Kharisma, yang lebih dikenal sebagai pebalap sepeda BMX.
Setiap atlet mengikuti lebih dari satu nomor, termasuk pada nomor yang tidak menjadi fokus latihan. Akibatnya, banyak atlet justru kelelahan dan tidak bisa tampil optimal.
”Setelah Asian Games, kami akan menambah atlet, termasuk juga pebalap sepeda yunior,” kata Dadang.
Minim pengalaman
Minimnya pengalaman, bahkan belum pernah tampil di nomor yang harus dijalani, membuat penampilan atlet tidak optimal. Hal itu dialami pebalap putri Liontin Evangelina Setiawan (19) dan Ayustina Delia Priatna (20), yang dipasangkan sebulan sebelum Asian Games untuk turun di nomor madison.
Di nomor ini, satu pebalap berpacu di lintasan dalam selama beberapa putaran, lalu bergantian dengan rekannya setelah bersentuhan tangan, umumnya sekaligus menarik rekannya sebagai tolakan awal. Evangelina dan Ayustina sama sekali belum pernah berlomba di nomor itu.
Evangelina, yang baru bergabung dengan tim nasional pada Juli 2018, sebelumnya fokus pada nomor individu, seperti omnium, 500 meter time trial, dan 3.000 m individual pursuit. Adapun Ayustina, meski pernah berlomba di trek, dirinya mengaku lebih nyaman di nomor jalan raya.
Hal itu membuat keduanya bingung. ”Di nomor omnium, hanya perlu memikirkan diri sendiri dan poin. Namun, di madison, pusing harus memikirkan teman, poin, dan posisi,” kata Ayustina.
Evangelina menambahkan, mereka perlu mengikuti minimal dua kali uji coba sebelum berlaga. Uji coba tanding penting untuk berlatih teknik, mengenal arena, serta mengatur strategi saat berhadapan dengan banyak peserta.
”Kami sangat kekurangan uji tanding. Kami berharap program uji tanding di level internasional bisa diperbanyak,” kata Projo Waseso, pebalap sepeda trek nomor madison putra.
Menurut Projo, selain menguji kemampuan, dari uji tanding di kancah internasional pula mereka bisa mempelajari kekuatan lawan. Pengalaman berlaga dengan atlet-atlet yang prestasinya lebih tinggi pun mampu membangun mental bertanding mereka agar lebih kuat.
Namun, keberadaan velodrom baru bisa menjadi modal awal untuk berbenah. Apalagi, nomor trek menyediakan lebih banyak emas dibandingkan dengan disiplin lain pada pesta olahraga multicabang sehingga layak diprioritaskan. ”Pada Januari 2019, ada Kejuaraan Asia di sini. Dengan banyaknya perlombaan, bibit atlet unggulan akan muncul,” ujar Okto, yakin.