Rifda Irfanaluthfi yang meraih medali perak senam lantai Asian Games 2018 masih harus meningkatkan kemampuannya agar bisa bersaing di Olimpiade.
Setelah absen selama 32 tahun di Asian Games, senam artistik Indonesia meraih medali. Modal besar ini harus dimanfaatkan sebagai batu loncatan menuju Olimpiade Tokyo 2020. Pada Asian Games 2018, dua pesenam Indonesia, yakni Rifda Irfanaluthfi (18) dan Agus Adi Prayoko (29), secara mengejutkan menyumbang medali. Rifda meraih perak nomor senam lantai putri, sedangkan Agus mendapat perunggu dari kuda-kuda lompat putra.
Rifda turut menghentikan dominasi China yang selalu meraih emas senam lantai sejak 1986. Satu-satunya pesenam China di final, Chen Yi Le, menempati posisi kelima.
Selain senam lantai, Rifda masuk final kuda-kuda lompat meski hanya menempati peringkat keempat. Dia juga masuk 10 besar kualifikasi nomor balok keseimbangan.
Penampilan Agus tak kalah heroik. Di final, dia mengalahkan peraih emas Olimpiade Rio de Janeiro 2016, Ri Se Gwang (Korea Utara). Meski sempat cedera betis kiri di kualifikasi, Agus tetap berada di tiga besar.
Hasil ini menjadi momentum senam nasional untuk menuju ajang lebih tinggi. Pengurus Besar Persatuan Senam Indonesia (PB Persani) menargetkan pesenam nasional tampil di Olimpiade Tokyo 2020.
Kesempatan menuju Tokyo akan diprioritaskan kepada Rifda. Usianya masih muda dan menguasai tiga nomor sekaligus. Adapun Agus hanya fokus pada satu nomor. Selain itu, Agus juga pernah mengutarakan untuk pensiun setelah Asian Games.
”Kami sudah menyiapkan jalan untuk Rifda menuju Olimpiade. Ini sudah direncanakan sejak awal tahun,” kata manajer senam Dian Arifin.
Jalan panjang
Jalan Rifda menuju Tokyo masih panjang. Dia harus mengikuti minimal dua Kejuaraan Dunia Federasi Senam Internasional (FIG). PB Persani berencana mengirim Rifda ke Kejuaraan Dunia di Doha, Qatar, Oktober ini, dan di Stuttgart, Jerman, pada 2019. Selain itu, Rifda juga perlu aktif mengikuti Seri Piala Dunia Senam yang dilombakan 5-8 kali setahun. Apabila berprestasi, Rifda otomatis mendapat tiket Olimpiade.
Tantangan besar berada di pundak Rifda. Dia harus meningkatkan kemampuan untuk bersaing di tingkat dunia. Berdasarkan hasil di Asian Games, kemampuannya masih di bawah pesenam Eropa dan Amerika Serikat.
Pelatih senam artistik putri Eva Novalina Butar Butar menyampaikan, tingkat kesulitan gerakan Rifda beberapa tingkat di bawah pesenam dunia. Untuk itu, Eva akan melatih Rifda gerakan baru dengan tingkat kesulitan lebih tinggi.
”Saya sudah siapkan gerakan selanjutnya. Rifda pasti bisa. Dia salah satu atlet yang cukup cepat belajar gerakan baru. Hanya beberapa bulan sudah bisa dikuasai,” kata Eva.
Namun, belum diketahui pasti kapan gerakan itu diajarkan kepada Rifda. Saat ini, Rifda fokus memulihkan cedera lutut yang didapat pada Seri Piala Dunia di Mersin, Turki, Juli 2018. Pada final Asian Games, Rifda memaksakan diri tampil dengan kondisi dua lututnya dibebat. Namun, dia mengaku sakit di lututnya hilang ketika sedang tampil.
Tantangan juga dihadapi PB Persani. Mereka membutuhkan dana besar untuk membawa Rifda tampil reguler di Seri Piala Dunia. Anggaran dana pelatnas 2019 harus disusun dengan detail. Adapun dana pelatnas senam 2018 hanya sekitar Rp 7 miliar dari kebutuhan Rp 28 miliar. Apabila dana pelatnas 2019 tidak berubah, akan sulit mewujudkan mimpi Rifda menjadi pesenam Indonesia pertama yang tampil di Olimpiade.
”Selain mengikutkan Rifda ke Kejuaraan Dunia, kami merencanakan persiapan khusus di luar negeri. Dana juga harus dibagi untuk program pesenam lain di disiplin artistik, ritmik, dan trampolin,” ujar Dian.
Terkait regenerasi, tim senam putri perlu pembenahan. Rekan Rifda di Asian Games, Armartiani (20), Tasza Delvira (20), dan Amalia Fauziah (22), belum mampu bersaing di Asia. Padahal, usia emas untuk pesenam adalah 15-20 tahun.
Harapan ada pada Muhtia Nur Cahya (15), yang menjadi anggota cadangan tim putri. PB Persani perlu memberi kesempatan kepada pesenam muda agar bisa mengembalikan supremasi di Asia Tenggara.