PPK GBK dan Jakpro Harus Kreatif Inovatif Manfaatkan Arena
Oleh
HELENA F NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Usai perhelatan Asian Games 2018, Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat berharap arena yang sudah direnovasi bagus dan berstandar internasional tidak mangkrak dan rusak. Ada harapan supaya pengelola Gelora Bung Karno dan Pemprov DKI lebih kreatif berinovasi dalam memanfaatkan arena.
Danis Hidayat Sumadilaga, Direktur Jenderal Cipta Karya Kementrian PUPR, Selasa (4/9/2018) menjelaskan, untuk penyelenggaraan Asian Games 2018, Kementrian PUPR bertugas merehabilitasi sejumlah arena termasuk Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) dan menata kawasan wisma atlet.
Dalam operasional sehari-hari, komplek GBK yang merupakan aset Sekretariat Negara itu dikelola oleh pusat pengelolaan kawasan GBK (PPK GBK). "Nah, PPK GBK tersebut seharusnya kreatif dan inovatif membuat event-event atau kegiatan," jelasnya.
Danis melanjutkan, Istora direnovasi bukan hanya untuk turnamen bulu tangkis, tetapi juga bisa untuk konser musik. Demikian juga untuk kolam renang, seharusnya bisa dibuat kompetisi yang melibatkan sponsor.
"Seharusnya ada kreativitas dalam pemanfaatan arena sehingga bisa memacu masyarakat mencintai olahraga, memacu pengembangan olahraga bertaraf internasional. Kita jangan sampai ketinggalan momentum Asian Games ini," jelas Danis.
Harapan itu muncul, ujar Danis, lantaran situasi hari ini berbeda sekali dengan situasi saat sebelum renovasi. Kawasan GBK saat ini menjadi lebih rapi, tertata, nyaman, tidak kumuh, dan aman, sehingga mendukung kegiatan masyarakat.
Dalam laman resmi Kementrian PUPR disebutkan, untuk keperluan Asian Games dan Asian Para Games, PUPR merehabilitasi 13 arena di komplek GBK, termasuk SUGBK; rehabilitasi arena di Palembang Sumsel; penataan kawasan GBK; serta membangun 10 tower wisma atlet Kemayoran Jakarta. Total semuanya menelan anggaran Rp 6,2 triliun.
Sementara itu, Menteri PUPUR Basuki Hadimuljono mengatakan, selain tantangan merenovasi beberapa arena olahraga yang merupakan cagar budaya, tantangan lainnya adalah merancang agar berbagai sarana olahraga tersebut bisa digunakan untuk kegiatan lain.
"Kita harus berpikir bahwa GBK setelah Asian Games 2018 harus bisa beroperasi dan memelihara dirinya sendiri. Jadi kami mendesain gedung-gedung tersebut agar multifungsi, tidak hanya digunakan untuk olahraga, tetapi bisa untuk pertunjukan musik seperti jazz, atau kegiatan lainnya,” kata Basuki.
Basuki mencontohkan, salah satu arena yang perawatannya rumit dan mahal adalah arena akuatik. Sementara, Istora Senayan diharapkan bisa memberi pemasukan karena bisa dimanfaatkan tidak hanya untuk pertandingan olahraga, tetapi juga kegiatan lainnya. Dengan demikian, bisa dilakukan subsidi silang.
Upaya lain agar perawatan dan pengelolaan semakin efisien adalah pemanfaatan energi terbarukan. Di atas dua gedung parkir bertingkat dipasang panel surya yang total bisa menyuplai listrik sebesar 1 megawatt (MW). Demikian pula di atas Stadion GBK juga terpasang panel surya berkapasita 400 kilowatt (kW). Fasilitas Cofftea House di Kompleks GBK juga diharapkan dapat menghasilkan pemasukan.
Basuki berharap, arena beserta sarana dan prasarana olahraga tersebut bisa dipelihara dengan baik. Seiring dengan itu, prestasi olahraga Indonesia pun diharapkan semakin meningkat. “Ke depan, pemeliharaan Kompleks Gelora Bung Karno itu bukan oleh Kementerian PUPR karena merupakan asetnya Sekretariat Negara,” ujar Basuki.
DKI Jakarta
Danis juga berharap inovasi dalam hal pemanfaatan arena yang sudah direhabilitasi atau dibangun kembali dan berstandar internasional juga muncul dari Pemprov DKI Jakarta.
Seperti diketahui, untuk keperluan Asian Games, selain rehabilitasi arena yang dilalukan Kementrian PUPR, Pemprov DKI Jakarta sebagai tuan rumah mendapat tanggung jawab membangun arena balap sepeda velodrome dan BMX, arena berkuda (equestrian), serta rehabilitasi 10 gedung olahraga (GOR).
Ratiyono, Kepala Dinas Olahraga dan Pemuda (Disorda) DKI Jakarta menjelaskan, dalam proses pembangunan arena baru itu sudah dipikirkan juga masalah pengelolaan. Untuk velodrome, awalnya adalah aset Disorda DKI. Untuk pembangunan kembali supaya berstandar internasional, aset itu lalu dialihkan ke PT Jakarta Propertindo (Jakpro), BUMD DKI Jakarta.
"Sampai dengan selesai penggunaan untuk keperluan Asian Games, velodrome akan di bawah pengelolaan Jakpro. Terhitung enam bulan setelah Asian Games, Jakpro akan mengelola velodrome. Setelah itu akan kami evaluasi," ujar Ratiyono.
Hani Sumarno, Sekretaris Perusahaan PT Jakarta Propertindo menjelaskan, untuk velodrome saat ini tetap dikelola Jakpro. "Ada tim khusus di bawah Pengelolaan Aset," jelas Hani.
Lalu untuk equestrian dan BMX, tetap di bawah pengelolaan PT Pulo Mas Jaya. Seperti diketahui PT Pulo Mas Jaya ini adalah anak perusahaan Jakpro. "Jadi aman," kata Hani tanpa merinci akan seperti apa bentuk pengelolaan dan pemanfaatan arena itu ke depan.
Ratiyono melanjutkan, dengan pengelolaan di bawah perusahaan itu, urusan pemeliharaan dan perawatan arena lebih terjamin. Seperti velodrome yang membutuhkan perhatian khusus dari aspek kelembapan untuk menjaga kualitas kayu lintasan.
Di luar arena itu, lanjutnya, arena baru itu mesti bisa dipergunakan untuk pembinaan dan pelatihan atlet-atlet balap sepeda. Sementara untuk 10 GOR yang direnovasi, jelas Ratiyono, akan tetap di bawah Disorda DKI Jakarta untuk pengelolaan dan pemeliharaan. (NORBERTUS ARYA DWIANGGA)