52 Atlet Berkutat dengan Cedera
Pengobatan dan pemulihan cedera atlet seusai Asian Games 2018 perlu dipastikan memenuhi standar supaya karier mereka tidak pupus dini.
JAKARTA, KOMPAS Seusai Asian Games 2018, sebanyak 52 atlet dari berbagai cabang olahraga bergelut dengan cedera. Mereka mengalami cedera sejak persiapan hingga ajang olahraga multicabang Asia itu bergulir.
Proses pengobatan yang menguji mental serta menguras kesabaran ini bisa memakan waktu hingga berbulan-bulan.
Berdasarkan data dari Tim Medis Asian Games Indonesia, Jumat (7/9/2018), dari 52 atlet cedera, tujuh di antaranya sudah menjalani operasi pada saat Asian Games berlangsung. Mereka berasal dari cabang kabbadi (1 atlet), balap sepeda downhill (1), dan rugbi (5). Meskipun sudah menjalani operasi, ketujuh atlet tersebut masih harus menjalani proses rehabilitasi lanjutan.
Sebanyak 10 atlet perlu menjalani tindakan operasi, yaitu dari cabang wushu (3), pencak silat (1), bisbol (1), angkat besi (2), judo (1), balap sepeda BMX (1), dan bola tangan (1).
Sebanyak 35 atlet perlu rehabilitasi karena mengalami cedera dengan kategori ringan hingga berat. Atlet berasal dari cabang renang (1), loncat indah (4), renang artistik (3), wushu (3), basket (2), pencak silat (1), kabaddi (3), gulat (2), judo (2), atletik (4), senam (2), karate (1), bola tangan (1), kurash (1), dan rugbi (5).
Perenang Randa Putra Muhammad, misalnya, mengalami cedera pada bahu kiri. Cedera itu sudah terasa sejak menjalani pelatnas di Bali pada bulan Juni, atau dua bulan sebelum Asian Games bergulir. ”Karena tidak ada ahli fisioterapi, ya (cedera) dibiarkan saja berbulan-bulan. Kadang-kadang hanya dipijat di tempat refleksi umum seminggu sekali, tetapi masih kurang,” ujarnya.
Sambil menahan sakit, Randa berlomba di Asian Games pada nomor 200 meter, 400 meter, dan estafet 100 meter gaya bebas putra. Akibat cedera itu, penampilan Randa kurang maksimal.
Pada jarak 200 meter, Randa hanya dapat membukukan catatan waktu 1 menit 53,88 detik. Pada nomor yang sama, rekor terbaiknya 1 menit 52 detik (Kejurnas Palembang, 2017). ”Seandainya tidak cedera, pasti catatan waktu saya bisa lebih bagus. Sekalipun tidak dapat medali, saya yakin bisa memperbaiki rekor waktu pribadi,” katanya.
Salah satu atlet wushu andalan Indonesia, Juwita Niza, juga mengalami cedera sejak masa pelatnas berlangsung. Peraih medali emas Asian Games Incheon 2014 itu gagal mempertahankan gelar juara karena mengalami cedera ligamen lutut.
Cedera memengaruhi penampilannya di final nomor Nanquan-Nandao Asian Games 2018. Pada nomor itu, Juwita harus puas berada di peringkat keempat. Dirinya kalah dari atlet China (nilai 9,75), Malaysia (9,71), dan Uzbekistan (9,69). Tak hanya pada kejuaraan, rasa sakit juga membuat Juwita kesulitan beraktivitas atau beristirahat.
Juwita mengatakan, sebelum tampil pada Asian Games, dirinya berkumpul dengan tim pelatih dan tim medis.
”Karena saat itu dinilai punya peluang medali, saya akhirnya diputuskan tetap tampil meskipun masih cedera. Saya harus minum obat penahan rasa sakit agar bisa tampil di kejuaraan. Dampaknya, sekarang sakit di kaki terasa lebih parah dari sebelumnya,” ujar Juwita.
Dalam waktu dekat, Juwita akan menjalani operasi.
Demi proses penyembuhan tubuh, untuk sementara dia akan pindah dari tempat tinggalnya di Medan ke Jakarta.
Cedera juga memaksa sejumlah atlet tak bisa tampil di Asian Games, seperti pelari jarak jauh Triyaningsih dan lifter I Ketut Ariana. Triyaningsih memutuskan mundur dari lomba lari maraton pada sepekan menjelang lomba.
Sementara I Ketut Ariana menyerah pada 20 menit menjelang lomba angkat besi pada kelas 77 kg berlangsung. Adapun pelari jarak jauh Agus Prayogo tak bisa menyelesaikan lomba maraton juga karena cedera.
Ketua Tim Medis Kontingen Indonesia Andi Kurniawan mengatakan, atlet rawan cedera karena menjalani latihan berat setiap hari. Atlet renang, misalnya, berlatih sejauh 8 km hingga 10 km per hari sehingga tubuh mereka mudah kelelahan.
Namun, potensi cedera atlet dapat diminimalisasi asalkan jadwal latihan diimbangi dengan jadwal pemulihan tubuh yang rutin. Perlu juga ada pemeriksaan kesehatan secara berkala selama pelatnas berlangsung. ”Masalahnya, berapa banyak cabang yang peduli pada kesehatan atlet? Apakah semua pelatnas sudah mempunyai tim pendukung memadai?” kata Andi.
Pastikan pengobatan
Biaya pengobatan atlet-atlet yang mengalami cedera ditanggung untuk pertama kali oleh BPJS Ketenagakerjaan, mulai dari operasi hingga rehabilitasi.
Hal yang perlu diperhatikan adalah atlet-atlet Asian Games tersebar di seluruh Indonesia. ”Kami harus memikirkan rujukan rumah sakit yang tepat serta siapa dokter yang menangani. Atlet harus ditangani oleh dokter yang memahami ilmu medis dan olahraga,” kata Andi.
Meski biaya pengobatan atlet-atlet yang cedera ini ditanggung BPJS Ketenagakerjaan, menurut Andi, pemerintah dan federasi olahraga tidak boleh tinggal diam begitu saja. Perlu ada pemantauan dan pendampingan bagi atlet-atlet yang mengalami cedera sehingga mereka bisa segera sembuh dan kembali pada penampilan terbaiknya.
”Jangan sampai ’habis manis sepah dibuang’. Begitu atlet berprestasi kita puja-puja, tetapi saat mereka cedera tidak ada yang peduli,” kata Andi. (DNA)