Liga Champions adalah salah satu alasan terbesar Juventus nekat memboyong Cristiano Ronaldo dengan nilai investasi 340 juta euro (Rp 5,9 triliun). Untuk pemain yang kini menginjak usia 34 tahun itu, pantaskah nilai uang sebesar itu, atau separuh dari nilai total pemain Juve kini, dipertaruhkan?
Pertanyaan itu akan dijawab Ronaldo mulai Kamis (20/9/ 2018), saat Juventus memulai kiprahnya di Liga Champions musim 2018-2019 dengan bertamu ke markas Valencia. Ronaldo datang ke Juve bukan untuk membantu raksasa Italia itu menjuarai Liga Italia. Toh, tanpa Ronaldo pun, mereka tujuh kali juara beruntun di liga tersebut.
Juve merekrut Ronaldo pada musim panas lalu untuk menjadi jimat mereka di Liga Champions. Banyak fans, bahkan mantan pemain Juve, seperti Gianluigi Buffon, meyakini, ”Si Nyonya Besar” seolah ”dikutuk” di kompetisi antarklub Eropa itu. Dalam dua dekade terakhir, mereka empat kali lolos ke final kompetisi itu, tetapi tidak sekali pun menang dan menjadi juara.
Tidak ada satu pun tim di dunia yang bernasib lebih apes dari Juve di Liga Champions. Kerinduan mereka akan trofi ”si kuping lebar”, yang terakhir kali diraih pada 1996, tidak lagi bisa ditahan. Demi ambisi itu, petinggi Juve pun melakukan hal di luar nalar.
Klub yang biasa memproduksi talenta hebat, seperti Zinedine Zidane, Thierry Henry, dan Paul Pogba, itu mengganti haluan 180 derajat dengan memboyong Ronaldo. Klub yang biasanya menghasilkan uang ratusan juta euro dari menjual talenta itu membeli permata yang sudah terasah, bahkan berisiko pudar kilaunya.
Juve harus bersusah payah untuk membeli Ronaldo. Untuk nilai transfernya saja, Juve merogoh kocek 100 juta euro atau
Rp 1,7 triliun untuk bekas pemain Real Madrid itu. Jika ditambah gaji dan bonusnya, Juve harus membayar Rp 5,9 triliun untuk kontrak Ronaldo selama empat musim. Tidak heran, CEO Bayern Muenchen Karl-Heinz Rummenigge menilai, investasi sebesar itu untuk seorang pemain berusia 34 tahun adalah hal gila.
Namun, Ronaldo bukanlah pemain biasa. Ia ibarat vampir yang tidak lekang dimakan usia dan waktu. Itu tecermin dari hasil tes medis Ronaldo di Juve pada Juli lalu. Tes itu menunjukkan, fisik dan kebugaran Ronaldo tak ubahnya seorang pemain berusia 22 tahun. Ia berlari lebih cepat daripada Paulo Dybala, rekan setimnya yang satu dekade lebih muda, saat berlatih.
Tak heran, Ronaldo tetap produktif di usianya yang tidak lagi muda. Ia selalu mencetak minimal sepuluh gol semusim dan memuncaki daftar pencetak gol tersubur dalam enam musim terakhir Liga Champions. Tiada pemain lain di dunia yang menandingi koleksi lima trofinya di era modern liga itu.
”Tidak ada ’pelatih’ lain sehebat Ronaldo di Liga Champions. Ia tahu, mentalitas juaranya dapat menular,” ungkap Carlos Tevez, mantan pemain Juve, dikutip Soccer Laduma.
Dengan pindah ke Juve, CR7 seolah ingin membuktikan, tiada klub lebih hebat daripada dirinya. Ia ingin menunjukkan, dia bisa juara bersama tim mana pun. ”Liga Champions adalah habitat, kompetisi favorit saya,” ujarnya.