Target keberhasilan Asian Para Games Jakarta 2018 tidak boleh berhenti pada prestasi dan penyelenggaraannya, tetapi juga harus menghadirkan kesetaraan penyandang disabilitas.
JAKARTA, KOMPAS Pemerintah meyakini, gelaran Asian Para Games 2018 dapat meninggalkan warisan berupa masyarakat yang ramah kepada penyandang disabilitas. Momentum ajang ini menjadi titik balik untuk memperbaiki kualitas masyarakat, khususnya ibu kota Jakarta yang masih acuh pada keberadaan penyandang disabilitas.
Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, Asian Para Games tidak boleh berlalu begitu saja. Setelah ajang ini selesai, masyarakat Indonesia harus mulai menerima dan menyetarakan penyandang disabilitas sebagai kesatuan dari masyarakat pada umumnya.
”Ya, kami harapkan bisa membangun warisan itu. Selain infrastruktur, membangun manusia yang ramah disabilitas itu adalah yang paling penting,” kata Agus pada acara pertemuan editor media massa yang membahas Asian Para Games, Rabu (26/9/2018), di Gedung Kemsos, Salemba, Jakarta.
Mensos berharap 8.000 sukarelawan yang bertugas pada Asian Para Games dapat menyebarkan ”virus” ramah kepada penyandang disabilitas. Sukarelawan ini menjadi tulang punggung utama untuk mewujudkan warisan itu. Sebab, mereka akan berinteraksi secara langsung dengan penyandang disabilitas. Mereka pun sudah dilatih dengan terampil untuk memahami sudut pandang kaum difabel.
”Mereka akan menjadi duta kami untuk membantu terwujudnya warisan ini,” kata Agus.
Sebelumnya, Kemsos melatih sejumlah 300 koordinator sukarelawan. Mereka dilatih oleh 36 pengajar yang berasal dari komunitas difabel untuk lebih mengerti aspek psikologis dari atlet tunadaksa, tunanetra, ataupun tunagrahita. Setelah itu, koordinator meneruskan ilmunya kepada ribuan sukarelawan lainnya.
Menurut Ketua Umum Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia Maulani Rotinsulu, masyarakat Jakarta dan sekitarnya masih belum menganggap keberadaan penyandang disabilitas. ”Meski sudah cukup baik aksesibilitasnya, tetapi karena masyarakat yang belum ramah, akhirnya tersiakan begitu saja,” katanya.
Ia mencontohkan penggunaan moda transportasi kereta api. Meski tersedia beberapa tempat duduk khusus untuk penyandang disabilitas, tempat itu kerap diduduki oleh masyarakat umum lainnya tanpa bersalah.
Hal yang sama juga terjadi pada trotoar jalan. Sering terjadi okupasi oleh pedagang kaki lima dan pengguna sepeda motor yang tidak menaati peraturan. Dengan kondisi itu, penyandang disabilitas, utamanya pengguna kursi roda, menjadi ragu untuk bepergian.
Undang-undang
Perubahan perilaku ini sangat penting bagi penyandang disabilitas. Mereka menuntut kesamaan hak sesuai yang telah ditetapkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas.
”Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki hambatan. Untuk itu, perlu bantuan dari masyarakat agar dia mampu berpartisipasi ke aktivitas umum. Perspektif ini yang kita harapkan terjadi setelah Asian Para Games. Jangan lagi berpikir mereka tidak berguna karena cacat ataupun sakit jiwa,” tutur Maulani.
Selain sukarelawan, kata Maulani, peran atlet juga penting dalam mengubah paradigma. Dengan sorotan media pada Asian Para Games ini, mereka bisa menghilangkan skeptis masyarakat yang menilai penyandang disabilitas tidak berguna.
Berkaca dari ASEAN Para Games 2011 di Solo, ajang ini sedikit banyak mengubah perilaku masyarakat. Mereka kini lebih menerima dan mampu hidup beriringan dengan para penyandang disabilitas.
Hal serupa akan sangat baik bila terjadi pada penyelenggaraan Asian Para Games. Apalagi Jakarta sebagai Ibu Kota, merefleksikan kota-kota lainnya di Indonesia.
Diliburkan
Seluruh sukarelawan diliburkan mulai hari ini hingga tiga hari ke depan. Panitia Penyelenggara Asian Para Games Indonesia (Inapgoc) mempersilakan mereka untuk mempersiapkan administrasi dan beristirahat. Sukarelawan mulai bekerja pada 30 September dengan agenda mengawal klasifikasi atlet.
Wakil Ketua Umum Inapgoc Sylviana Murni mengatakan, sukarelawan telah dibekali berbagai materi. Pada 17-20 September, mereka dilatih cara berkomunikasi dengan penyandang disabilitas. Setelah itu, pada 21-26 September, mereka disebar dan dilatih sesuai dengan divisi masing-masing.
”Kami pastikan sukarelawan nanti siap membantu penonton, atlet, dan siapa pun yang ada di sekitar arena. Kami melatih mereka untuk responsif,” kata Sylviana.
Sylviana berpendapat, infrastruktur yang ramah difabel menjadi salah satu warisan yang dihasilkan setelah Asian Para Games. Pembangunan minor, seperti pengadaan ramp dan lift, sudah dipasang di arena perlombaan dan Wisma Atlet Kemayoran.
”Ya, ini menjadi salah satu tugas kami juga. Sebab, target kami adalah sukses secara penyelenggaraan, administrasi, dan juga memberi warisan untuk kemajuan penyandang disabilitas di Indonesia,” ujarnya. (KEL)