Fasilitas Belum Ramah Difabel
Arena Asian Para Games 2018 di kompleks Gelora Bung Karno belum sepenuhnya ramah bagi difabel. Padahal, di ajang itu, penyandang disabilitas merupakan subyek yang harus mendapat layanan terbaik.
JAKARTA, KOMPAS - Delapan hari jelang pelaksanaan Asian Para Games Jakarta 2018, akses di kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, dinilai masih belum ramah bagi penyandang disabilitas. Kekurangan tersebut perlu segera dibenahi, terutama jalur tunanetra, jalur pengguna kursi roda, dan tempat bagi penonton pengguna kursi roda.
Sejumlah persoalan itu mengemuka dalam peninjauan Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita ke beberapa arena pertandingan Asian Para Games di Gelora Bung Karno (GBK), Jumat (28/9/2018). Ketua Panitia Penyelenggara Asian Para Games Indonesia (Inapgoc) Raja Sapta Oktohari turut mendampingi dalam peninjauan itu.
Dalam peninjauan itu ditemukan bahwa jalur bagi penyandang tunanetra dari pintu gerbang GBK di depan Jalan Sudirman menuju ke arena-arena di GBK belum ramah bagi penyandang tunanetra. Jalur tersebut memiliki ketinggian sama dengan lantai biasa sehingga penyandang tunanetra tidak bisa benar-benar merasakan keberadaan jalur itu.
Selain itu, jalur yang ada belum semuanya saling tersambung. Ada beberapa jalur yang terputus sehingga penyandang tunanetra bakal kebingungan jika mengikuti jalur tersebut. Di beberapa tempat, jalur juga tertutup penghalang.
”Jalur ini satu-satunya akses yang membuat kami bisa pergi ke mana-mana secara mandiri. Kalau tidak ramah, itu tidak hanya membatasi, kami tetapi juga bisa mencelakakan. Jadi, kami harap ini bisa jadi lebih ramah, lebih-lebih untuk Asian Para Games nanti,” ujar Matius Tenang Parulian Ginting, penyandang tunanetra yang juga anggota staf Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kemensos.
Jalur bagi penyandang tunanetra di Istora Senayan bahkan tidak ada sama sekali. Demikian juga jalur khusus untuk pengguna kursi roda. Bahkan, tempat untuk penonton pengguna kursi roda juga tak ada.
Fasilitas pendukung berupa toilet khusus bagi pengguna kursi roda sudah tersedia empat unit. Namun, fasilitas itu dinilai masih kurang ramah bagi pengguna kursi roda. Hal itu karena pegangan tangan di sisi dinding masih terlalu tinggi dan jumlahnya hanya dua. Letak tisu toilet pun masih terlalu tinggi sehingga sulit digapai dari kursi roda.
Situasi tak jauh beda terlihat di Lapangan Panahan. Di sana, jalur tunanetra dan pengguna kursi roda tak ada. Tempat untuk penonton pengguna kursi roda pun tak ada. Adapun toilet difabel hanya ada dua unit.
”(Kondisi) Ini menandakan kita belum benar-benar ramah atau peduli dengan penyandang disabilitas. Padahal, ramah dengan difabel itu bukan hanya menguntungkan bagi difabel, melainkan untuk semua orang. (Hal ini) Karena standar keselamatan difabel itu juga penting untuk semua orang, terutama anak-anak dan lansia,” kata Cucu Saidah, inisiator Jakarta Barrier Free Tourism.
Ketua II Persatuan Tunanetra Indonesia Mahretta menyarankan penambahan blok pemandu bagi penyandang tunanetra ataupun penyandang disabilitas dengan kemampuan penglihatan rendah (low vision). Penambahan blok pemandu dengan bidang lantai yang permukaannya timbul itu sangat vital.
”Di dalam kamar mandi pun bidang lantai sebaiknya juga dibuat timbul agar mereka tidak terpeleset,” ujarnya. Agus Gumiwang menyadari adanya sejumlah kekurangan di arena Asian Para Games tersebut. Ia menilai, kendala minor itu bisa menjadi krusial karena merupakan kebutuhan dasar para penyandang disabilitas.
Ia menyarankan agar semua kekurangan itu dibenahi. Jalur tunanetra di sana harus segera disambung dan dibersihkan dari segala penghalang. Penyambungannya bisa menggunakan blok pemandu yang permanen ataupun temporer. Alternatif lain, disiagakan sukarelawan yang berjaga dan siap menuntun penyandang tunanetra yang melintas di sana saat Asian Para Games.
Agus juga menyarankan agar disediakan ramp atau akses khusus bagi pengguna kursi roda, terutama di tempat naik-turun bus dan jalan menuju arena. Yang tak kalah penting, toilet bagi penyandang disabilitas di setiap arena juga perlu diperbanyak.
”Kami hanya bisa memberikan rekomendasi. Sebab, kami tidak bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan itu. Hal itu perlu segera disediakan karena Asian Para Games tak lama lagi,” kata Agus.
Serah terima
Menanggapi rekomendasi Mensos, Okto menyatakan, pihaknya akan menampung semua usulan tersebut. Apalagi, Kemensos merupakan pendamping Inapgoc dalam memenuhi semua kebutuhan dasar bagi para penyandang disabilitas.
Meski demikian, ia juga menegaskan, pihaknya tidak bisa membenahi semua itu sendiri. Sebab, pihak yang berwenang setiap lokasi di GBK itu berbeda-beda. Seperti jalur tunanetra ataupun pengguna kursi roda yang berada di GBK, semua itu jadi tanggung jawab Pusat Pengelola Kompleks Olahraga Gelora Bung Karno. Kalaupun Inapcoc harus turun tangan, mereka hanya bisa memasang fasilitas yang bersifat temporer.
Saat ini, Inapgoc belum bisa langsung memasang fasilitas pendukung yang temporer, seperti jalur khusus untuk pengguna kursi roda. Padahal, semua fasilitas pendukung tersebut sudah tersedia. Hal itu karena belum ada serah terima penggunaan GBK dari Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia (Inasgoc) kepada Inapgoc. Proses serah terima itu akan dilakukan pada 30 September.
”Selama belum serah terima, kami belum bisa melakukan apa-apa di GBK kecuali pekerjaan minor, seperti memasang atribut Asian Para Games. Namun, setelah 30 September, kami yakin bisa segera memenuhi semua kebutuhan yang masih kurang,” ujarnya. (IND/DRI/E08/E19)