Dilema Naik-Turun Berat Badan
Perjalanan lifter Ni Nengah ”Widya” Widiasih di Asian Para Games 2018 tidak mudah. Selain berkutat dengan cedera, peraih medali perunggu Paralimpiade Rio de Janeiro 2016 ini harus bergelut dengan diet ketat. Pada Asian Para Games ini, Widya mengemas medali perak.
Perlombaan angkat berat Asian Para Games 2018 berlangsung di Balai Sudirman, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (7/10/2018). Tujuh atlet dari tujuh negara bersaing pada kategori putri kelas 41 kilogram. Widya meraih medali perak setelah membukukan angkatan 97 kg.
Atlet putri asal Bali berusia 28 tahun ini sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menempati peringkat pertama dan meraih emas. Namun, ia gagal melakukan dua angkatan 101 kg. Dia kalah dari Zhe Cui (China) yang mampu melakukan angkatan 100 kg. Peringkat ketiga diraih lifter Suriah, Noura Baddour, dengan angkatan 91 kg.
”Kalau ditanya perasaan, tentu saja saya sangat sedih. Semua penonton yang hadir juga pasti sedih, masyarakat Indonesia juga kecewa. Selanjutnya, saya
janji akan memberikan yang terbaik. Masih ada banyak pertandingan lagi yang akan saya ikuti. Rasa kecewa saya hari ini akan menjadi motivasi, memacu semangat, dan bisa memperbaiki kegagalan saya hari ini,” kata Widya.
Lifter China merupakan musuh bebuyutan Widya dalam kejuaraan angkat berat internasional. Kehadiran lifter China mendominasi pada kelas 41 kg dan 45 kg.
Lifter putri Indonesia itu sempat merasa yakin dapat meraih medali emas Asian Para Games karena di Kejuaraan Asia-Oseania 2018 di Kitakyushu, Jepang, 8-12 September 2018, mampu membukukan angkatan 101 kg (kelas 45 kg). Pada kejuaraan yang sama, lifter China, Zhe Cui, mengukir jumlah angkatan terbaik 93 kg (kelas 41 kg).
Seandainya di Asian Para Games Widya bersaing pada kelas 45 kg, seperti ketika tampil di Jepang, persaingan lebih sulit terjadi. Di kelas ini ada lifter China yang sangat kuat, yaitu Guo Lingling. Kemarin, Lingling meraih emas dan memecahkan rekor dunia dengan melakukan angkatan 115 kg.
Diet ketat
Melihat adanya peluang emas pada kelas 41 kg, Widya kemudian memutuskan turun kelas untuk bersaing melawan Zhe Cui. Hanya dalam waktu kurang dari tiga pekan, Widya harus menjalani diet ketat sambil terus berlatih maksimal.
Pelatih Widya, Coni Ruswanto, mengatakan, untuk menurunkan berat badan, Widya harus mengurangi asupan karbohidrat. ”Dia mengurangi makan nasi. Sebenarnya ini agak mengganggu penampilan karena kekuatannya berkurang. Diet ekstra ketat dimulai awal bulan ini,” ujarnya.
Hasil yang dicapai Widya, menurut Coni, sudah sesuai rencana. ”Kami memang tidak memasang target emas. Kami hanya ingin Widya melakukan yang terbaik. Dia sudah melakukan perlawanan sengit pada atlet China, tetapi mungkin memang masih kurang beruntung,” katanya.
Widya menuturkan, dirinya tidak menyesal memutuskan turun kelas demi peluang emas. ”Kalau saya tetap bermain di kelas 45 kg, harapan meraih emas jauh sekali karena lawan adalah pemegang rekor dunia. Saya memutuskan bermain di kelas 41 kg dengan harapan bisa tampil lebih baik dan bisa meraih emas. Setidaknya saya bersyukur karena saya sudah mencoba meskipun belum beruntung dan hanya bisa meraih perak,” ujarnya.
Cedera lengan
Selain harus berkutat dengan urusan berat badan, Widya juga tampil dengan kondisi yang tak sepenuhnya prima. Hal itu disebabkan cedera lengan kanan yang dialaminya sejak Paralimpiade Rio. Namun, untuk membuktikan diri mampu menembus keterbatasan, Widya tetap tampil di Asian Para Games 2018.
Untuk selanjutnya, Widya belum memutuskan apakah akan tetap bermain pada kelas 41 kg yang selama ini menjadi nomor andalannya. Pada kelas ini, Widya telah mengukir serangkaian prestasi seperti medali perunggu ASEAN Para Games Thailand 2008, disusul perak di ajang yang sama di Malaysia 2009, hingga akhirnya emas di Indonesia 2011, Myanmar 2014, dan Singapura 2015.
Apabila tetap bermain pada kelas 41 kg, Widya harus berkutat dengan diet ekstra ketat. Setelah Paralimpiade Rio, Widya pernah menjelaskan perihal diet ketat yang dijalaninya, yakni makan nasi merah, roti gandum, dan buah. Dia juga minum susu rendah lemak dan sering kali menahan lapar saat berkumpul dengan teman-teman.
Diet ketat seperti ini terlalu rawan karena bisa mengurangi kekuatan serta berbahaya bagi kesehatan. ”Kalau saya diet terlalu keras, bisa dehidrasi,” kata Widya.
Kegagalan meraih medali emas Asian Para Games 2018 tak menyurutkan tekad lifter Widya untuk membidik prestasi yang lebih tinggi di Paralimpiade Tokyo 2020. Ia meyakini, kegagalan dapat dijadikan motivasi untuk berkembang lebih baik lagi.
Perak Asian Para Games bukanlah akhir dari perjuangan Widya. Atlet ini bermimpi untuk mengubah medali perunggu Paralimpiade Rio menjadi emas Paralimpiade Tokyo. Sebagai bekal menuju Tokyo, Widya dijadwalkan mengikuti 3-4 kejuaraan di tingkat Asia, Eropa, dan dunia untuk mengumpulkan poin.
Penampilan Widya akan diuji pertama-tama di ASEAN Para Games 2019 yang akan bergulir di Filipina. Pada ajang itu, Widya dimungkinkan tampil pada kelas 41 kg atau 45 kg.
”Kalau di tingkat Asia Tenggara, saya tidak terlalu khawatir karena masih memegang rekor pada kedua nomor itu. Hal yang harus saya pikirkan baik-baik adalah kejuaraan tingkat Asia dan dunia,” katanya. (Denty Piawai Nastitie)