Nyala Perjuangan di Akuatik
JAKARTA, KOMPAS — Arena Akuatik Senayan di Jakarta menjadi riuh ketika Syuci Indriani, atlet renang Paralimpiade Indonesia, berdiri di podium untuk dikalungi medali perunggu pada Asian Para Games 2018, Minggu (7/10/2018).
Masyarakat Indonesia gembira menyaksikan Merah Putih berkibar di arena itu, hal yang tidak terjadi di Asian Games lalu.
Tribune penonton Arena Akuatik Senayan malam itu penuh sesak. Sekitar 8.000 orang hadir, bahkan sempat antre lama, untuk menyaksikan awal kegemilangan renang Paralimpiade Indonesia di kancah Asia.
Sorotan mata pun tertuju kepada Syuci, atlet tunagrahita berusia 17 tahun, yang finis ketiga di nomor 200 meter gaya bebas putri S14. Dalam debutnya di Asian Para Games itu, ia hanya kalah tipis, yaitu 3,14 detik, dari Amisa Kitano, atlet Jepang peraih emas di nomor itu.
Syuci finis di depan salah satu andalan Korea Selatan yang juga peraih emas di Asian Para Games 2014 di Incheon, Kang Jung-eun. Kang finis kelima dan tertinggal jauh, yaitu enam detik, dari catatan waktu Syuci 2 menit 20,80 detik.
”Alhamdulillah (bisa meraih medali). Saya senang dan bangga. Hasil ini patut saya syukuri. Saya akan berjuang lebih keras lagi besok (Senin) di nomor favorit saya (gaya dada 100 meter),” ujar Syuci ditemui seusai berlomba.
Atlet asal Riau itu mengungkap rahasianya meraih medali di nomor renang Paralimpiade yang sebetulnya bukan menjadi favoritnya itu. Ia berjuang keras mengatasi grogi dengan hanya fokus ke lintasan renangnya. Ia pun mampu melesat cepat sejak start.
”Lawan-lawan memang berat. Namun, yang terberat adalah diri sendiri,” ujar atlet yang memiliki IQ di bawah rata-rata orang kebanyakan itu.
Syuci menjadi andalan tim renang Paralimpiade Indonesia guna meraih emas, yaitu di nomor 100 meter gaya dada. Ia menjadi yang tercepat di nomor itu pada ASEAN Para Games 2017 di Malaysia. Ia juga menyabet tujuh emas pada Kejuaraan Asia INAS 2016.
Menurut Syuci, kolam renang adalah tempat favoritnya tempat ia dapat menjadi diri sendiri dan terlepas dari stereotip negatif sebagai seorang tunagrahita. ”Saya ingin berprestasi,” ungkap peraih penghargaan atlet muda terbaik Asia dari Komite Paralimpiade Asia, dua tahun silam, itu.
Renang juga menjadi motivasi terbesar Toh Wei Soong, atlet asal Singapura, menjalani hidup yang penuh tantangan sebagai seorang tunadaksa. Atlet berkursi roda itu menjadi yang tercepat di Arena Akuatik pada final 50 meter gaya bebas S7, yaitu salah satu nomor renang Paralimpiade dengan klasifikasi kesulitan tertinggi.
Ia mengayuh di kolam renang dengan hanya menggunakan kedua tangan. ”Meluncur di lintasan renang, di mana percikan air membasahi wajah, sambil mengetahui lawan-lawan ada di belakang, adalah perasaan terindah di dunia,” ujarnya.
Melawan fobia
Arena Akuatik di Senayan juga menjadi saksi perjuangan Takuro Yamada, atlet asal Jepang, melawan fobia saat kanak-kanak. Takuro tampil dominan di nomor 200 meter gaya ganti SM9. Atlet renang Paralimpiade yang kehilangan lengan bawah dan telapak tangan kiri itu meraih emas dengan unggul jauh, yaitu 5,47 detik, dari rival berat asal China, Lui Qingquan.
Itu menjadi medali emas keempatnya di Asian Para Games. Empat tahun silam, Takuro menyabet tiga medali emas di Incheon, salah satunya dari nomor 200 meter gaya ganti putra. ”Saya berlatih keras setiap hari untuk ini (medali),” ujarnya.
Padahal, Takuro punya fobia akan air dan kolam renang ketika kanak-kanak. Ia sering menangis keras saat dimandikan orangtua di usia balita karena dirinya tidak mampu menggenggam kedua sisi bak mandi dengan kondisi keterbatasan itu.
Olimpiade Tokyo
Namun, saat usia tiga tahun ia justru dimasukkan orangtua ke sekolah renang untuk mengusir fobia akan air. Lambat laun renang justru menjadi bagian dari hidupnya. Langganan Paralimpiade itu kini tengah fokus mengejar target terbesar, yaitu meraih emas di Paralimpiade Tokyo 2020, untuk membuat orangtua serta masyarakat Jepang bangga.
”Asian Para Games adalah salah satu batu loncatan saya mengejar target itu. Di sini, saya akan mencoba mempertajam rekor pribadi di nomor terkuat saya (50 meter gaya bebas S9),” ujar atlet yang meraih perunggu di Paralimpiade Rio de Janeiro 2016 itu.
Seperti di Incheon, Takuro juga bakal tampil di dua nomor lain di Asian Para Games 2018 ini. Kedua nomor lain itu ialah 50 meter dan 100 meter gaya bebas S9. Ia berambisi mengukir catatan waktu pribadi terbaik di kedua nomor ini sebagai modal menatap Olimpiade Tokyo 2020.
Perjuangan para perenang di Arena Akuatik itu menginspirasi para penonton yang memenuhi tempat itu. Mereka tidak hanya menyemangati atlet Indonesia, tetapi juga bertepuk tangan meriah setiap kali atlet dari negara lain tampil di podium.
”Saya sangat senang bisa menontonnya. Saya sengaja mengajak anak saya agar dia bisa melihat perjuangan inspiratif para atlet ini,” ujar Kristianti, penonton yang antre selama 20 menit untuk masuk ke arena itu.
(Yulvianus Harjono)