Keberanian Syuci Berkilau Emas
Atlet-atlet renang Paralimpiade Indonesia melanjutkan kilaunya pada hari kedua Asian Para Games 2018. Keberanian dan kekuatan tekad mereka berbuah tiga medali, salah satunya emas dari Syuci Indriani.
JAKARTA, KOMPAS Berenang dikepung tiga lawan tangguh asal Jepang, perenang tunagrahita Indonesia, Syuci Indriyani, tidak gentar.
Dengan moto berenang cepat dan semakin cepat, seperti diajarkan tim pelatih, Syuci melesat dan meraih medali emas Asian Para Games 2018 di nomor 100 meter gaya dada putri klasifikasi SB14, Senin (8/10/2018).
Tribune penonton di Stadion Aquatik GBK, Senayan, kemarin malam bergemuruh menyambut kemenangan Syuci. Tim pelatih bersorak-sorai dan saling berangkulan meluapkan kegembiraan. Air mata haru dan bahagia menetes melihat Syuci mengalungi medali emas.
Kemenangan Syuci sebenarnya sudah terbaca sejak dia berenang meninggalkan balok start. Berenang pada lintasan kelima, gerakan atlet tunagrahita berusia 17 tahun itu mendominasi lawan.
Namun, begitu melewati jarak 25 meter, dua perenang Jepang, yaitu Mai Deguchi dan Mikika Serizawa, memepet Syuci.
Tekanan lawan itu sempat memancing emosi Syuci. Dia mempercepat gerakan, tetapi dengan teknik berantakan. Namun, melewati jarak 50 meter, Syuci kembali menemukan ritmenya dan kembali memimpin.
Syuci berenang tak terkalahkan dengan catatan waktu 1 menit 23,95 detik. Deguchi menempati peringkat kedua dengan selisih waktu tipis 0,02 detik. Jepang juga menempatkan perenang di peringkat ketiga Serizawa (1 menit 26,13 detik) dan keempat Remi Watanabe (1 menit 27,90 detik).
Syuci tidak menyangka mampu meraih emas. Ketika berenang, dia melihat lawan berenang di sampingnya. Bahkan, ketika mencapai garis finis, Syuci masih merasa lawan sampai duluan.
”Saya lihat banyak penonton bersorak-sorak. Saya tidak tahu jika menang. Setelah melihat urutan nama di layar, saya baru sadar bisa meraih emas,” ujarnya.
”Saya bersyukur Tuhan memberi penghargaan terbaik untuk saya malam ini. Kunci kemenangan saya berenang cepat, cepat, makin cepat, seperti yang diajarkan pelatih. Semoga ke depannya bisa lebih baik,” katanya.
Atlet asal Riau yang menjalani debutnya di Asian Para Games itu juga meraih perunggu di nomor 200 meter gaya bebas putri S14 pada Minggu. Selanjutnya, Syuci akan bersaing pada nomor 200 meter gaya ganti.
Menurut asisten pelatih tim renang Indonesia, Dinda Ayu Sekartaji, dalam latihan sehari-hari Syuci mempunyai semangat, disiplin, optimistis, dan tekad yang besar. ”Ini yang dinamakan proses tidak akan pernah mengkhianati hasil,” ujar Dinda.
Dinda mengatakan, sebagai atlet dengan IQ di bawah 75, Syuci mempunyai karakter yang unik, terutama terkait mood yang mudah berubah-ubah. Itulah yang jadi salah satu tantangan pelatih membina Syuci. Mood Syuci akan berubah kalau hasil latihan buruk.
”Untuk memotivasinya, tim pelatih biasanya lebih dulu merangkul Syuci. Begitu mood dia membaik, kami baru memberinya masukan,” kata Dinda.
Tidak diunggulkan
Perenang debutan lain di Asian Para Games, Aris Wibawa (25), tampil tidak kalah gemilang. Sempat tidak diunggulkan, atlet tunadaksa asal Jepara itu meraih medali perak di nomor 100 meter gaya dada putra SB7.
Catatan waktunya 1 menit dan 34,52 detik, hanya kalah cepat dari Huang Xianquan, atlet asal China, yang mengukir rekor baru di Asian Para Games. Huang, finis 13,31 detik di depan Aris, perenang yang terlahir tanpa betis kanan dan kiri.
Meskipun belum pernah tampil di level Asia, Aris tampak sangat percaya diri ketika memulai pertandingan itu. Pria yang bertumpu pada kedua lutut saat berdiri itu tidak gentar dengan para pesaing lain, seperti Daisuke Ejima, atlet Jepang yang meraih medali perak di Paralimpiade Athena 2004.
Bagi Aris, nomor 100 meter SB7 yang diikuti para perenang dengan keterbatasan tubuh bagian bawah itu merupakan satu-satunya peluang meraih medali. Berbeda dengan mayoritas atlet lain, Aris hanya turun di satu nomor.
”Pelatih memang tak menargetkan medali. Namun, saya lantas berpikir, kenapa aku enggak mengejarnya? (Atlet) yang lain bisa, kenapa aku tidak? Terlebih, dukungan penonton sangat besar. Meskipun belum saatnya juara, medali ini hal yang bagus,” tutur atlet yang baru menekuni renang sejak 2014 itu.
Meski tergolong atlet pendatang baru, pelatih kepala tim renang Paralimpiade Indonesia, Handoko Purnomo berkata, Aris punya kemauan kuat. Aris bahkan enggan menggunakan kursi roda dalam aktivitas sehari-hari karena ingin mengandalkan kemampuannya tanpa alat bantu.
Karakter mandiri itu menjadi kunci keberhasilannya di Arena Akuatik Senayan. ”Mentalnya kuat. Ia sangat percaya diri akan kemampuan dirinya sendiri. Itu yang membuatnya beradaptasi cepat di olahraga ini,” kata Handoko kemudian.
Bhima Kautsar, pelatih lain, berkata, pihaknya berusaha melaztih atlet sesuai tingkat disabilitas mereka. ”Pada dasarnya, saya tidak membeda-bedakan atlet.
Saya hanya berusaha menyesuaikan dengan karakter mereka agar paham instruksi yang diberikan. Percuma sudah bicara sulit kalau mereka tidak mengerti,” kata Bhima.
Indonesia juga mendapatkan satu medali perunggu dari salah satu atlet andalannya, Jendi Pangabean yang finis ketiga di belakang duo Jepang, Takuro Yamada dan Daiki Kubo di nomor 100 meter gaya bebas S9. Catatan waktu Jendi 1 menit 01,31 detik.
Prestasi tim renang Indonesia, yang sejauh ini meraih 1 emas, 1 perak, dan 2 perunggu itu diwarnai masalah tidak tampilnya tim estafet putra 4 x 100 meter gaya bebas karena keterlambatan mendaftar ulang. Handoko mengakui kelalaian pihaknya. Itu menjadi pelajaran.
”Aturan di sini ketat sekali. Telat mendaftar 5 menit, kami tidak boleh turun,” ujarnya. (Denty Piawai Nastitie/Yulvianus Harjono)