SLEMAN, KOMPAS - Laga antara PSS Sleman dan PSIM Yogyakarta di Stadion Maguwoharjo, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (10/10/2018), diputuskan berlangsung tanpa penonton. Keputusan ini diambil setelah pada pertemuan terakhir kedua klub, seorang penonton menjadi korban penganiayaan suporter.
Kepala Biro Operasi Kepolisian Daerah DI Yogyakarta Komisaris Besar Iman Prijantoro setelah pertemuan dengan pengurus klub dan perwakilan suporter mengatakan, gesekan di antara kedua kubu suporter kerap terjadi.
Digelarnya pertandingan tanpa penonton diharapkan menjadi momen bagi kedua suporter untuk merenungkan insiden yang telah terjadi.
”Dari evaluasi, berkali-kali terjadi gesekan. Pertandingan ini semoga bisa direnungkan bersama. Klub tetap boleh bertanding, tetapi tanpa penonton. Ini hukuman dari Polda DIY,” kata Iman di Sleman, Senin (8/10).
Pada pertemuan terakhir PSS melawan PSIM, Juli lalu, warga Bantul bernama Muhammad Iqbal Setyawan (16) tewas akibat penganiayaan. Sembilan penonton luka-luka usai laga tersebut.
Meski digelar tanpa penonton, kata Iman, pengamanan laga tetap ketat, di dalam dan di sekitar stadion, guna mencegah terjadi bentrokan di antara kedua kubu suporter.
Iman mengimbau agar suporter menyaksikan tim kesayangannya berlaga dari layar kaca dan tak membuat keramaian yang memicu keributan.
”Dengan laga tanpa penonton ini, suporter enggak usah euforia di luar. Konvoi dilarang. Tidak ada yang bergerombol di luar dan aneh-aneh,” ujar Iman.
Didukung
Manajer PSS Sleman Sismantoro mendukung keputusan Polda DIY untuk menggelar pertandingan tanpa penonton. Bagi dia, keamanan umum harus diutamakan demi menjaga situasi tetap kondusif di DIY.
”Kami mengikuti keputusan Polda DIY untuk kepentingan Yogyakarta. Apalagi, ini sedang tahun politik,” kata Sismantoro.
Ketua Umum PSIM Yogyakarta Agung Damar Kusumandaru mengungkapkan hal serupa. Hal yang perlu dilakukan adalah mengedukasi suporter agar tidak membuat keributan dengan suporter klub lawan.
Para suporter perlu disadarkan bahwa klub yang didukungnya akan dirugikan jika mereka berbuat onar.
”Di akar rumput harus sudah ada edukasi seperti ini. Ketika suporter berbuat buruk, pasti tim yang akan bertanggung jawab. Jangan sampai tingkah laku suporter itu memengaruhi prestasi tim,” ujar Agung. (NCA)