Juara Tak Membuat Mereka Jemawa
Meski berstatus juara, mereka tidak jemawa dan membusungkan dada. Mereka meyakini, pencapaian saat ini merupakan kehendak dari Tuhan sehingga materi yang didapat perlu dibagi kepada sesama.
JAKARTA, KOMPAS Medali emas adalah pencapaian tertinggi yang bisa diraih seorang atlet. Namun, hal itu tidak membuat para pecatur Indonesia yang meraih medali emas catur standar, kategori perorangan dan beregu, menjadi tinggi hati. Mereka selalu mengawali jawaban dari pertanyaan wartawan dengan kalimat syukur kepada Tuhan.
”Alhamdulillah, saya bersyukur dapat emas. Semuanya karena doa dan pasrah. Sisanya Tuhan yang membantu karena sebenarnya saya juga tidak terlalu hebat,” ujar Debi Ariesta setelah meraih medali emas kategori perorangan dan beregu klasifikasi B1 atau buta total di GOR Cempaka Putih, Jakarta, Rabu (10/10/2018).
Para pecatur tuan rumah tampil dominan dengan memborong separuh, atau 6 dari 12 medali emas nomor catur standar. Pada nomor perorangan, medali emas diraih Hendi Wirawan (klasifikasi B1 putra), Debi Ariesta (B1 putri), dan Nasip Farta Simanja (P1/tunadaksa putri).
Adapun untuk kategori beregu, medali emas diraih tim B1 putra yang terdiri dari Hendi, Edy Suryanto, dan Carsidi; tim B1 putri yang diawaki Debi, Tati Karhati, dan Margaretha Wilma Sinaga; serta tim P1 putri yang beranggotakan Nasip Farta, Roslinda Manurung, dan Yuni.
Debi meraih medali emas dengan poin nyaris sempurna, yakni 6,5 dari total tujuh babak. Debi hanya sekali remis atau seri saat melawan rekan senegaranya, Tati Karhati, pada babak keempat.
Mengharumkan nama bangsa sudah menjadi impian Debi sejak mengikuti kompetisi catur profesional pada 2011. Untuk meraihnya, perjuangan Debi tidak mudah. Dia harus rela meninggalkan suami dan keluarganya untuk mengikuti pemusatan latihan selama 10 bulan di Solo, Jawa Tengah, hingga menjalani hidup secara disiplin setiap hari.
”Alhamdulillah, rasanya tidak sia-sia meninggalkan keluarga selama berbulan-bulan untuk menjalani pelatnas dan beradaptasi dengan suasana bertanding siang hari. Keluarga juga sudah sabar dan menanti hasil yang saya raih,” kata Debi.
Bagi Debi, pencapaiannya saat ini merupakan kehendak dari Tuhan dan dukungan yang luar biasa dari keluarga, pelatih, serta sesama rekan pecatur Indonesia lainnya. Oleh karena itu, sebagai rasa syukur, dia berencana melakukan ibadah haji bersama keluarganya dari uang bonus medali yang dijanjikan pemerintah.
Ungkapan rasa syukur dengan ibadah haji juga akan dilakukan Hendi Wirawan. Pada kategori perorangan, Hendi meraih emas setelah mengumpulkan poin 5,5. Dia menelan satu kekalahan dari Francis Ching (Filipina) pada babak keenam.
Menurut Hendi, rasa syukur tersebut patut disampaikan karena ekonomi keluarganya yang telah berubah menjadi lebih baik. Sebelum menjadi atlet catur dan meraih prestasi di berbagai kompetisi, Hendi berprofesi sebagai tukang pijat tunanetra.
”Saya selalu bermimpi untuk pergi haji bersama kedua orangtua. Saya selalu belajar dari orang Jepang untuk bermimpi terlebih dulu sebelum melakukan sesuatu. Alhamdulillah, saya selalu bermimpi mendapatkan emas dan memberangkatkan haji kedua orangtua hingga akhirnya terwujud,” ujar peraih dua medali emas ASEAN Para Games Kuala Lumpur 2017 ini.
Sementara itu, bagi Nasip Farta Simanja, raihan medali emas dan bonus yang akan didapat tidak membuat dia lupa untuk senantiasa berbagi kepada sesama. Dia telah berjanji untuk membagikan sebagian bonus yang didapatnya untuk keluarga, saudara, tetangga, dan orang- orang yang membutuhkan.
”Saya bernazar (janji) untuk memberi kepada anak yatim dan janda yang kesulitan ekonomi. Rezeki yang didapat tidak hanya milik saya sendiri, tetapi sebagian ada hak orang lain yang membutuhkan,” katanya.
Nasip meraih emas pada kategori individu setelah mengumpulkan poin 6 dan tidak terkalahkan. Nasip dua kali remis saat melawan Roslinda Manurung dan pecatur Vietnam, Thi Kieu Nguyen.
Motivasi ke tingkat dunia
Selain itu, raihan emas juga tidak membuat Debi berbesar hati. Ia menganggap bahwa kemenangan dan prestasi yang diraih saat ini belum sebanding dengan atlet yang telah mengharumkan negaranya di level dunia.
”Saya selalu menjadikan atlet lainnya sebagai motivasi untuk membanggakan negeri. Saya bersyukur, walau saya tunanetra, bisa menang pada kompetisi tingkat Asia. Tahun depan akan ada kejuaraan dunia bagi pecatur dengan disabilitas netra di Cagliari, Italia. Mudah-mudahan saya bisa ikut untuk menaikkan peringkat,” katanya.
Selain enam emas, Indonesia juga meraih tiga medali perak dan tiga medali perunggu pada cabang catur standar. Indonesia masih berpotensi menambah raihan emasnya pada cabang catur cepat.
Angkat berat
Pada Rabu, cabang angkat berat juga menambah dua medali perak dari Nurtani Purba di kelas -73 kilogram dan Siti Mahmudah di kelas -79 kilogram. Hasil ini membuat tim angkat berat Paralimpiade Indonesia menyumbang tiga medali perak dan satu perunggu.
Nurtani menempati posisi kedua setelah pada angkatan ketiga atau terakhir berhasil mengangkat beban 115 kilogram. Posisi teratas pada kelas yang diikuti empat peserta itu dirah lifter China, Han Miaoyu. Han bahkan memecahkan rekor Asia dengan angkatan seberat 130,5 kilogram.
Meski Nuraini hanya berada di posisi kedua, pelatih Yanu Tri Winomo mengatakan, hasil ini cukup untuk memetakan kekuatan para pesaing pada ASEAN Para Games Filipina 2019.
Menurut Yanu, baik Nurtani, Siti Mahmudah, maupun Tmabi Sibarani yang menempati posisi keenam di kelas -80 kg sebenarnya memiliki catatan angkatan yang lebih baik saat latihan.
”Tetapi, suasana pertandingan tentu sangat berbeda dengan saat pertarungan. Saat bertarung, atlet tidak hanya mengukur kekuatan, tetapi juga ada strateginya. Hal itu secara tidak langsung bisa memengaruhi emosional atlet saat mereka bertarung,” ujarnya.
Pada kelas -79 kg, medali emas dirah Xu Lili dari China yang memecahkan rekor dunia dengan angkatan 141 kg. Xu memecahkan rekor sebelumnya atas nama Bose Omolayo (Nigeria) seberat 139,5 kg. (NIC/MTK)