Saat tekad untuk mengharumkan nama bangsa demikian besar dan ditambah dukungan penonton yang menggelora, rasa sakit di tubuh pun diabaikan. Segenap raga dicurahkan demi ”Merah Putih”.
JAKARTA, KOMPAS Atlet-atlet Indonesia yang berlomba di cabang atletik Asian Para Games 2018 menunjukkan militansinya di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Kamis (11/10/2018). Mereka terus berlari kencang sambil menahan rasa sakit akibat cedera yang belum pulih.
Rasa sakit itu baru terasa menyiksa ketika sudah melewati garis finis, seperti yang dialami Nur Ferry Pradana (23) yang meraih perak di nomor 400 meter T45/46/47 (keterbatasan anggota tubuh bagian atas) putra.
Ketika akan memasuki ruang atlet, Ferry tiba-tiba berhenti berjalan, membungkuk, dan akhirnya terbaring di lintasan. Ia meringis kesakitan dan petugas medis segera membawanya masuk dengan menggunakan tandu.
”Kaki saya terasa sakit sekali ketika memasuki 100 meter terakhir. Namun, dukungan penonton membuat saya bisa terus berlari,” kata Ferry yang berasal dari Tenggarong, Kalimantan Timur, itu. Atlet asal Tenggarong ini mengalami cedera pada kaki kanannya di bagian lutut dan engkel sejak empat bulan lalu ketika sedang berlatih.
Pada Rabu (10/10/2018), Ferry juga berlaga di nomor 100 meter T45/46/47 putra dan juga meraih perak meski cedera itu kambuh. Setelah berlaga pada Rabu kemarin, Ferry masih kuat dan sempat berlari-lari kecil di depan ruang atlet untuk melemaskan ototnya.
”Kalau rasa sakit yang saya rasakan sekarang (Kamis kemarin) jauh lebih hebat. Mungkin karena ini pertandingan terakhir saya,” ujar Ferry.
Di Asian Para Games ini, ia turun di tiga nomor klasifikasi T47, yaitu 100 meter, 200 meter, serta 400 meter dan total mendapat dua perak.
Faktor laga terakhir membuat Ferry lebih bersemangat untuk menampilkan yang terbaik meski sebelumnya ia diminta oleh pelatih dan orangtuanya untuk tidak memaksakan diri. Ferry pun mematuhinya.
Ia belum mengerahkan seluruh kekuatannya pada saat start. Namun, ketika mendengar sorakan penonton dan melihat lawannya berlari lebih kencang, Ferry terpancing untuk menambah laju. Konsekuensinya, rasa sakit muncul menjelang garis finis.
Dengan rasa sakit itu, Ferry memang gagal meraih emas di nomor 400 meter seperti yang sudah ia targetkan. Meski demikian, Ferry mencatat waktu terbaiknya pada nomor tersebut.
Ia finis dengan catatan waktu 49,8 detik, sedangkan Wang Hao asal China yang meraih emas mencatat waktu 48,64 detik. Catatan waktu Ferry itu lebih baik daripada catatan waktunya saat mengikuti kejuaraan terbuka Paris, Juni lalu, yaitu 50,05 detik.
Militansi yang sama ditunjukkan Eko Saputra yang meraih perunggu di nomor 400 meter T12 (keterbatasan penglihatan). Eko mengalami rasa sakit di bagian paha kaki kanannya sejak Kamis pagi. Ototnya tegang dan terasa nyeri saat berlari.
”Demi Indonesia, walaupun darah tinggal setetes, tetap harus diperjuangkan,” ujar Eko. Sama seperti Ferry, ia mengalami rasa sakit yang luar biasa ketika memasuki 100 meter terakhir.
Eko pun berusaha keras untuk tetap fokus berlari dan memikirkan garis finis. Namun, tidak seperti Ferry, Eko masih bisa berjalan ketika akan memasuki ruang atlet seusai laga.
Pada nomor 400 meter tersebut, Eko mencatat waktu 53,16 detik. Adapun emas diraih atlet Iran Vahid Alinajimi (49,98 detik), dan perak diraih atlet Vietnam, Nguyen Khanh Minh (50,94 detik). Sebelumnya, Eko sudah meraih perak di nomor 200 meter T12.
Kamis kemarin, pebalap kursi roda Indonesia, Jaenal Aripin, juga gagal menyumbang medali pada nomor 400 meter T54 putra. Ia finis di peringkat kedelapan atau terakhir dengan catatan waktu 50,63 detik. Kegagalan ini pun semakin memacunya untuk terus berlatih keras.
”Nomor 400 meter ini bukan spesialisasi saya. Namun, ke depan saya akan terus berlatih untuk nomor ini,” kata Jaenal yang lebih menguasai nomor 100 meter dan 200 meter. Jaenal merasa tidak memiliki ketahanan fisik yang lebih lama untuk berlaga di lintasan yang lebih jauh, seperti nomor 400 meter.
Sebelumnya, pada saat berlaga di nomor 100 meter, Jaenal mengaku kurang tenang. Hal itu membuat tangannya tidak mampu menggenggam roda dengan erat dan ia pun gagal meraih medali. (DEN)