Carsidi (48) tak berhenti memainkan jari-jari tangannya setiap selesai memindahkan buah catur pada babak keempat kategori catur cepat melawan Francis Ching (Filipina) di GOR Cempaka Putih, Jakarta, Kamis (11/10/2018). Hal itu adalah caranya menjaga ketenangan dan fokus saat tertekan dari lawannya.
Carsidi, pecatur klasifikasi B1 putra atau buta total, tertekan dari Ching memasuki tengah permainan. Berkali-kali Carsidi meraba buah catur miliknya dan lawan. Dahinya berkerut, dia terus memainkan jari tangan.
Sepanjang 15 menit 14 detik waktu berjalan, Carsidi tidak bisa keluar dari tekanan Ching, yang akhirnya merebut kemenangan. Kekalahan itu menjadi yang pertama bagi Carsidi pada kategori catur cepat. Sebelumnya, Carsidi menang pada babak pertama dan kedua dan remis pada babak ketiga sehingga mengumpulkan 2,5 poin.
Setelah pertandingan, Carsidi mengaku konsentrasi dan ketenangannya sempat pecah. Ia berusaha kembali fokus dengan memainkan jari-jari tangannya.
Namun, lawan terus menekan sehingga sulit bagi Carsidi membalikkan keadaan.
”Pecatur punya cara masing-masing untuk menenangkan pikiran. Kalau saya suka diam sejenak sambil refleks memainkan jari. Namun, pada laga tersebut saya tidak bisa berpikir jernih sehingga kalah,” ujar pecatur yang sebelumnya berprofesi tukang pijat tunanetra itu.
Hal serupa diungkapkan Edy Suryanto (58), peraih satu medali emas dan satu perunggu kategori catur standar. Pecatur klasifikasi B1 putra itu selalu meregangkan otot saat sedang tertekan.
Pada babak keempat, Edy juga terlihat sesekali meregangkan otot tangannya. Tak jarang ia juga meminum air putih setelah memainkan buah caturnya.
”Ada beberapa pecatur yang suka minum kopi untuk menenangkan pikiran. Saya sendiri tidak suka minum kopi atau teh. Saya lebih suka minum air putih atau susu untuk melepas haus saat bertanding sekaligus menenangkan pikiran,” katanya.
Berbeda dengan cabang lain, pelatih, keluarga, atau penonton tak bisa memberikan dukungan langsung kepada pecatur. Catur adalah olahraga otak, adu strategi dan taktik, sehingga setiap orang di dalam ruangan dilarang membuat suara yang mengganggu konsentrasi.
Hal itu yang antara lain membuat GOR Cempaka Putih selama Asian Para Games 2018 sepi penonton. Setiap penonton juga dilarang membawa telepon seluler masuk arena.
Bagi pecatur klasifikasi B1 putri Tati Karhati (26), suasana arena yang tenang dan nyaman sangat membantu pecatur berkonsentrasi. Di sisi lain, ia juga butuh dorongan dari orang lain yang bisa membuatnya keluar dari tekanan lawan meski hal tersebut sudah jelas dilarang.
”Senang juga kalau saat bertanding ada yang menonton dan menyemangati. Tetapi, yang sebenarnya dibutuhkan pecatur itu memang ketenangan,” ujar pecatur yang telah meraih satu emas dan satu perak kategori catur standar.
Menurut Tati, sebagian orang memandang catur olahraga yang tidak melelahkan. Namun, dia merasa catur olahraga yang menguras fisik karena dituntut untuk selalu berpikir setiap saat.
”Sudah tidak ada yang bisa membantu jika pecatur telah bertanding. Cuma diri sendiri yang dapat memotivasi untuk menjaga ketenangan dan konsentrasi jika tertekan oleh lawan,” ungkapnya. (PRADIPTA PANDU MUSTIKA)