JAKARTA, KOMPAS - Atlet nasional tenis meja tunagrahita memiliki potensi besar untuk berprestasi di tingkat dunia, khususnya para pemain muda. Meski demikian, mental dan jam terbang para atlet masih perlu diasah. Oleh sebab itu, dibutuhkan kesabaran para pelatih agar para atlet dengan keterbatasan intelektual ini bisa bermain dengan gaya yang lebih variatif dan tidak mudah terbaca lawan.
Pelatih tenis meja Paralimpiade Indonesia, Bayu Widhie Hapsara mengatakan, salah satu tantangan besar yaitu ketika melatih para atlet tunagrahita untuk bermain tenis meja. Dibutuhkan kesabaran khusus serta komunikasi yang efektif agar perasaan mereka tetap terjaga selama latihan dan pertandingan.
"Cukup sulit untuk memberikan arahan kepada mereka, apalagi jika meminta mereka agar mengubah gaya permainan," ujar Bayu di arena tenis meja Ecovention Ancol, Jakarta, Kamis (11/10).
Tim tenis meja paralimpiade Indonesia, kemarin, bertanding di tiga nomor beregu, yaitu kelas TT 11 putra tunagrahita, kelas TT 11 putri tunagrahita, dan kelas TT 8 tunadaksa putra. Hanya satu tim yang meraih kemenangan pada pertandingan hari ini, yaitu pasangan Ana Widyasari (32)/Lola Amalia (17) ketika melawan pasangan Jepang, Hazeyama Nanako/Kimura Harumi dengan skor (2-0).
Awalnya, Ana/Lola kalah pada pertandingan pertama melawan pasangan Hong Kong Ng Mui Wui/Wong Ka Man (2-0). Pada nomor beregu terdiri dari 1 pertandingan ganda dan 2 pertandingan tunggal. Setiap tim hanya perlu mencari dua kali kemenangan setiap pertandingan.
"Hong Kong masih sulit dikalahkan, karena permainan Ana sudah terbaca oleh Mui. Ana masih belum bisa bermain variatif, terlalu banyak chop. Ia harus berani melakukan smes jika ingin berkembang," ujar Bayu.
Pada nomor beregu ini, Ana kembali dipertemukan dengan lawan bebuyutannya, yaitu Mui. Sebelumnya, pada partai final, Senin (8/10), Ana kalah 2-3 dari Mui sehingga hanya mampu menyumbang medali perak. Pada nomor beregu, Ana kembali kalah 1-3 ketika melawan Mui di pertandingan tunggal putri. Pasangan Ana/Lola juga kalah 1-3 ketika bermain di ganda putri melawan Mui/Wong.
Ana menjelaskan, meski pada pertandingan beregu, ia bisa bermain lebih tenang. Namun, ia mengakui bahwa permainan lawan sedang sangat bagus. "Lola juga sudah bermain bagus tadi, tetapi memang sulit melawan Hong Kong," katanya.
Lola, salah satu atlet muda tenis meja paralimpiade Indonesia mengatakan, ia masih perlu menempa mental dan fisik. "Saya merasa sudah kompak dengan Mbak Ana, tetapi saya ingin bisa bermain bagus seperti Mbak Ana," katanya.
Bayu menjelaskan, pasangan Ana/Lola berpeluang untuk menyumbang medali perak di nomor beregu. Mereka hanya perlu memenangkan pertandingan ketika melawan pasangan Choi Nok/Mok Nui dari Makau, pada Jumat (12/10) ini.
Tambah Jam Terbang
Sementara itu, pada pertandingan di nomor beregu putra kelas 11 tunagrahita, pasangan Dwi Hajiyanto (22)/Achmad Yusuf (46) harus menelan kekalahan 2-0 dari pasangan Takashi Takeda/Toshiya Takashi dari Jepang. Kemudian pasangan Dwi/Achmad juga kalah 2-0 ketika melawan Kim Gi-tee/Jeong Kyu-yong dari Korea Selatan.
Pelatih tenis meja paralimpiade Indonesia Suwarno mengatakan, sebagai pemain muda, Dwi memiliki potensi untuk menjadi atlet besar. "Ia merupakan peraih medali perak pada ASEAN Para Games 2017 Malaysia di nomor tunggal putra kelas 11. Peraih medali emasnya Achmad Yusuf ketika itu," katanya.
Meski telah berprestasi di Asia Tenggara, Dwi harus berjuang keras untuk menjadi salah satu pemain terbaik di tingkat Asia. Atlet yang lahir dari ajang Pekan Paralimpiade Nasional Jabar 2016 ini, masih perlu lebih sering mengikuti ajang internasional untuk menempa bakatnya.
"Saya juga masih harus memperkuat pukulan dan merapatkan pertahanan. Selain itu, perlu memperbanyak latihan fisik juga," ucap Dwi.