Kalah dari tim-tim besar dunia, tim boccia Indonesia tidak merasa takluk. Itu karena misi tim ini tidak hanya sekadar perolehan medali, tetapi memperkenalkan boccia kepada masyarakat luas.
Boccia belum banyak diketahui luas, termasuk oleh pegiat olahraga disabilitas Indonesia, meski menjadi salah satu dari sedikit olahraga yang dapat diikuti masyarakat dengan cerebral palsy sekaligus memiliki fungsi terapeutik bagi mereka.
Hanya ada dua pertandingan yang dimenangi Indonesia pada Asian Para Games 2018 Jakarta. Pada nomor beregu, Indonesia juga gagal meraih kemenangan. Atlet-atlet dari negara peringkat 10 besar dunia, seperti Thailand dan Jepang, menghalangi Indonesia lolos dari fase grup.
Sejarah boccia di Indonesia memang baru dimulai dua tahun lalu saat Fadilah Umar dan Ferry Kustono, pengurus Komite Paralimpiade Nasional, diundang menghadiri lokakarya tentang boccia di Dubai, Uni Emirat Arab, Mei 2016. Kembali ke Indonesia, mereka membawa sepuluh set bola boccia, bantuan dari Federasi Boccia Internasional atau Bisfed.
”Saat itu kami bahkan baru mengetahui ada olahraga yang diperuntukkan untuk orang yang memiliki cerebral palsy,” kata Ferry, yang kini menjadi manajer tim boccia Indonesia, di sela-sela pertandingan boccia di GOR Tanjung Priok, Jakarta Utara, pertengahan pekan ini.
Cerebral palsy adalah keterbatasan koordinasi gerak yang disebabkan oleh gangguan pada sistem otot dan saraf.
Meski baru diperkenalkan kurang dari dua tahun lalu di Indonesia, boccia sebetulnya sudah cukup lama dikenal di dunia internasional. Boccia mulai masuk dalam jajaran olahraga yang dipertandingkan di Paralimpiade sejak 1984.
Ferry pun mengaku kaget saat mengetahui pengalaman atlet boccia dari negara lain. ”Ada atlet Australia mengatakan sudah 12 tahun bermain boccia,” kata Ferry. Di sisi lain, pelatnas boccia Indonesia baru dimulai pada Januari 2018.
Alasan itu yang membuat Ferry tidak memasang target kepada para atletnya. Ia mengatakan, Asian Para Games 2018 diharapkan menjadi momentum untuk tumbuh dan berkembangnya boccia di Indonesia.
”Kami berharap Asian Para Games kali dapat mengirimkan sinyal jelas bahwa orang dengan cerebral palsy dapat berprestasi di bidang olahraga juga, khususnya di cabang mereka, yakni boccia,” kata Ferry.
Namun, kompetisi bukan hanya satu-satunya pengaruh positif yang dimiliki oleh boccia. Pelatih tim boccia Indonesia, Sigit Fredi Hartanto, mengatakan, dikenalnya boccia oleh penyandang cerebral palsy di Indonesia menjadi penting. Guru olahraga Yayasan Pendidikan Anak Cacat Surakarta itu mengatakan, boccia juga memiliki fungsi terapi bagi para pemainnya.
Sigit menilai, boccia sebagai metode terapi harus dipromosikan di tengah masyarakat. ”Teman-teman dengan cerebral palsy ini kalau bermain boccia dengan rutin, kemampuan otot mereka dapat meningkat,” kata Sigit. Fungsi saraf dan keseimbangan tubuh juga akan membaik,” katanya.
Asian Para Games 2018 ini secara tidak langsung telah memberikan dasar yang kuat untuk perkembangan boccia di Indonesia. Ferry mengatakan, karena Indonesia menjadi tuan rumah dan tampil di boccia, Indonesia harus terdaftar di Bisfed. Keanggotaan ini pun mewajibkan Indonesia untuk menyelenggarakan kejuaraan nasional boccia setiap tahun.
”Pada Pekan Paralimpiade Nasional 2020 Jayapura, boccia akan dipertandingkan. Semoga semakin banyak teman-teman cerebral palsy yang mendapatkan manfaat,” kata Ferry.